Tiga tewas tertembak dalam demonstrasi anti militer di Sudan

id sudan

Tiga tewas tertembak dalam  demonstrasi anti militer di Sudan

Pengunjuk rasa berjalan saat aksi menentang aturan militer menyusul kudeta bulan lalu di Khartoum, Sudan, Kamis (30/12/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah/WSJ.

Khartoum (ANTARA) - Tiga pengunjuk rasa tewas tertembak di Sudan dalam demonstrasi anti militer pada Kamis, kata petugas medis.

Mereka tewas oleh tembakan yang dilepaskan oleh anggota pasukan selama demonstrasi di kota Omdurman dan Bahri, seberang Sungai Nil dari ibu kota Khartoum, kata Komite Pusat Dokter Sudan.

Para demonstran kembali berusaha mendatangi istana kepresidenan di Khartoum untuk terus menekan militer yang telah melakukan kudeta pada Oktober.

Kudeta itu menghentikan pengaturan pembagian kekuasaan yang dinegosiasikan setelah Omar al-Bashir digulingkan pada 2019.

Militer telah membenarkan kudeta sebagai "koreksi" yang diperlukan untuk menstabilkan transisi.

Militer mengatakan protes damai diizinkan dan mereka yang menimbulkan korban akan dimintai pertanggungjawaban.

Sedikitnya 60 orang telah tewas dan lebih banyak lagi yang terluka oleh tindakan keras militer terhadap demonstrasi sejak kudeta itu, yang mengganggu upaya membawa perubahan demokratis, kata sekelompok petugas medis yang mendukung aksi protes.

Menurut sejumlah saksi mata kepada Reuters, pasukan menembakkan peluru dan gas air mata kepada massa yang memenuhi Khartoum dan kota-kota lain.

Di Omdurman, tempat sejumlah pengunjuk rasa tewas dalam sepekan terakhir, seorang demonstran mengatakan pasukan keamanan melepaskan peluru tajam dan gas air mata, dan menabrak beberapa orang dengan kendaraan lapis baja.

"Ada kekerasan yang luar biasa hari ini, situasi di Omdurman menjadi sangat sulit. Teman-teman kami telah tewas, situasi ini tak menyenangkan Tuhan," katanya sambil meminta agar namanya tidak disebut.

Kementerian Kesehatan Negara Bagian Khartoum mengatakan pasukan keamanan menyerbu RS Arbaeen di Omdurman, menyerang petugas medis dan melukai pengunjuk rasa.

Pasukan juga mengepung RS Pendidikan Khartoum dan menembakkan gas air mata ke dalam rumah sakit.

Di Bahri, seorang saksi melihat pasukan melemparkan gas air mata dan granat kejut. Tabung-tabung gas mendarat di rumah-rumah dan sekolah ketika pengunjuk rasa dicegah untuk mencapai jembatan ke Khartoum.

"Demonstrasi ini memperlihatkan penyimpangan dari perdamaian serta kasus-kasus agresi dan kekerasan oleh beberapa demonstran terhadap pasukan yang bertugas," kata polisi Sudan dalam pernyataan, seraya menyebut sejumlah korban di kalangan polisi dan tentara.

Pernyataan itu juga mengatakan bahwa tiga orang telah ditangkap karena pembunuhan terhadap dua warga di Omdurman. Secara keseluruhan jumlah tersangka yang ditangkap mencapai 60 orang.

Seperti dalam demonstrasi sebelumnya, layanan telepon seluler dan internet sebagian besar terputus sejak pagi, kata wartawan Reuters dan Netblocks, situs pengamatan pemblokiran internet.

Sebagian besar jembatan yang menghubungkan Khartoum dengan Bahri dan Omdurman ditutup.

Koalisi Pasukan Kebebasan dan Perubahan, yang telah berbagi kekuasaan dengan militer sebelum kudeta, meminta Dewan Keamanan PBB untuk melakukan penyelidikan atas apa yang mereka gambarkan sebagai pembunuhan yang disengaja dan penyerbuan rumah sakit.

Di Khartoum, pengunjuk rasa berusaha mendekati istana presiden namun pasukan keamanan bergerak maju ke arah mereka dan kerap menembakkan gas air mata, kata seorang saksi mata kepada Reuters.

Beberapa demonstran mengenakan masker gas, sementara lainnya banyak yang hanya memakai masker medis dan penutup wajah.

Sejumlah pengunjuk rasa memakai helm dan sarung tangan untuk melempar kembali tabung gas air mata ke arah pasukan.

Massa membarikade jalan dengan batu, batu bata, dan dahan pohon saat berbaris menuju pusat kota Khartoum dan pasukan keamanan mendekati mereka dari beberapa sisi.

Sepeda motor dan gerobak terlihat membawa pengunjuk rasa yang terluka atau pingsan.

Aksi protes pertama dalam Januari itu terjadi empat hari setelah Abdalla Hamdok mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri.

Hamdok menjadi perdana menteri pada 2019 dan melakukan reformasi besar di bidang ekonomi sebelum digulingkan dalam kudeta pada Oktober. Dia diangkat lagi sebagai perdana menteri pada November menyusul kesepakatan dengan militer yang berkuasa.

"Kami keluar hari ini untuk mengusir orang-orang (militer) itu. Kami tidak ingin mereka menjalankan negara kami," kata Mazin, pengunjuk rasa yang tinggal di Khartoum.

Pengunduran diri Hamdok tidak masalah, kata dia, "Kami akan terus melanjutkan."

Sumber: Reuters