Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kesehatan jiwa lulusan Universitas Indonesia, dr. Anastasia Ratnawati Biromo, Sp.KJ mengatakan bahwa gangguan tidur pada lansia dapat menyebabkan risiko depresi hingga bunuh diri.
Meskipun gangguan atau perubahan waktu tidur pada lansia merupakan hal yang wajar, Anastasia mengingatkan apabila lansia mengalami keluhan seperti ketidakpuasan kuantitas/kualitas tidur, kesulitan mempertahankan tidur, terbangun dini hari dan sulit tidur kembali, tidak bisa melakukan tugas di siang hari dan terjadi setidaknya 3 malam per minggu selama tiga bulan, maka perlu dikhawatirkan.
"Dampak insomnia pada lansia ini menimbulkan risiko depresi meningkat 23 persen, peningkatan risiko bunuh diri, peningkatan risiko hipertensi, infark miokardial, dan stroke, peningkatan risiko diabetes dan gangguan metabolik lainnya, peningkatan prevalensi kanker, insomnia kronik menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya gangguan kognitif," ujar dr. Anastasia dalam webinar "Brain Awareness Week Indonesia 2021" pada Selasa.
dr. Anastasia pun menjelaskan mengenai hubungan gangguan tidur dan depresi pada lansia. Ia mengatakan kekurangan tidur dapat menyebabkan peningkatan sitokin inflamasi, di mana hal yang sama juga didapatkan pada individu dengan gangguan depresi.
Selain itu, gangguan regulasi neutransmiter monoamin yang terdiri dari serotonin, norepinefrin dan dopamin berkontribusi terhadap abnormalitas tidur REM (Rapid Eye Movement) dan juga berperan dalam terjadinya depresi.
"Gangguan tidur dan faktor lingkungan menyebabkan ekspresi abnormal gen yang mengatur irama sirkandian menyebabkan timbulnya gangguan mood atau episode depresi," kata dokter yang berpraktik di RS. PGI Cikini ini.
Lebih lanjut dr. Anastasia menjelaskan bahwa gejala depresi pada lansia dan orang muda berbeda. Terkadang gejala yang muncul bertumpang tindih dengan gejala fisik atau gangguan daya pikir.
"Kalau orang muda, mereka lebih gampang bilang sedih atau tidak semangat, kalau pada lansia lebih susah mengekspresikan apa yang dirasakan apalagi kalau ada demensianya," ujar dr. Anastasia.
"Ada lansia mengeluh bukan ke mood yang sedih tapi merasakan rasanya capek terus-terusan atau fisik sehingga depresi pada lansia meski bermakna namun sulit terdeteksi," lanjutnya.
Lansia yang mengalami gejala depresi dapat menurunkan minat dan aktivitas fisiknya, sehingga cenderung lebih memilih berbaring saja yang dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan hipertensi yang memang sudah dialami.
Selain itu, depresi pada lansia juga akan mempengaruhi hormon stres kortisol di mana menurunnya jumlah sel imun dan respon imun, naiknya gula darah dan kerusakan oksidatif yang memperberat gangguan kognitif.
Menurut Dokter spesialis saraf dari RSUI, Pukovisa Prawirohardjo, jika gangguan tidur itu dialami lebih dari satu bulan dan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya penderita segera berkonsultasi dengan dokter.
Gejala awal gangguan tidur bisa diatasi dengan melakukan sleep hygiene sebelum tidur, yaitu dengan mengatur kondisi kamar tidur tetap sejuk dan tenang, mandi air hangat dan sikat gigi sebelum tidur.
Berita Terkait
PLN sebut gangguan listrik di Baturaja karena jaringan tertimpa pohon
Jumat, 19 April 2024 7:42 Wib
Pemkab Muba siagakan alat berat di titik rawan bencana
Minggu, 7 April 2024 18:49 Wib
Psikolog: Pelaku kekerasan anak cenderung punya gangguan mental
Kamis, 4 April 2024 23:53 Wib
Anak perempuan lebih rentan mengalami gangguan dismorfik tubuh
Senin, 1 April 2024 10:09 Wib
Waspadai atrial fibrilasi bila sering merasa sempoyongan
Kamis, 28 Maret 2024 11:19 Wib
Dokter jiwa ingatkan waspada kesehatan mental di tempat kerja
Jumat, 23 Februari 2024 16:18 Wib
Psikiater sarankan tidak melakukan swadiagnosis penyakit mental
Senin, 19 Februari 2024 20:29 Wib
Presiden Jokowi sebut kenaikan harga beras disebabkan gangguan distribusi
Rabu, 14 Februari 2024 13:01 Wib