Jakarta (ANTARA) - Konon, sebuah pabrikan otomotif yang memasarkan produknya di Indonesia ingin meraih lebih banyak keuntungan dengan menjual mobil berwarna putih.
Mobil dengan warna putih tentu dapat memangkas biaya produksi karena putih adalah warna cat dasar mobil. Tentu biaya produksinya akan lebih murah dibandingkan mobil berwarna hitam atau merah.
Celakanya, mobil berwarna putih identik dengan ambulans, sehingga tidak akan mudah mendapatkan pelanggan yang mau membeli mobil berwarna putih.
Pabrikan otomotif itu lalu memikirkan sebuah strategi, bagaimana bisa menjual mobil berwarna putih yang biaya produksinya lebih rendah dalam jumlah yang banyak.
Pertama, mengubah pandangan masyarakat bahwa mobil berwarna putih identik dengan ambulans. Mereka pun memberikan perlakuan khusus kepada pihak-pihak yang membeli mobil yang akan digunakan sebagai ambulans.
Mobil-mobil yang dijual, yang memang mereka tahu diperuntukkan untuk ambulans, mereka beri harga menarik agar warnanya tidak berwarna putih polos. Pelanggan mendapatkan potongan harga bila ingin memberikan ornamen atau warna pada mobil ambulansnya.
Strategi pertama itu berhasil. Kita bisa lihat saat ini banyak mobil ambulans yang tidak lagi berwarna putih. Ambulans milik rumah sakit pun sudah banyak yang diwarnai dengan warna-warni yang menjadi identitas rumah sakit tersebut.
Dengan begitu, anggapan masyarakat bahwa mobil berwarna putih mirip dengan ambulans perlahan mulai bergeser.
Penolakan vaksinasi
Strategi berikutnya adalah membangun persepsi di masyarakat bahwa mobil berwarna putih adalah mobil yang elegan dan mewah. Maka dalam berbagai pameran otomotif, pabrikan itu kemudian memajang mobil-mobil mewah dengan warna putih.
Mereka juga tidak segan meng-endorse para figur publik. Mereka meminjamkan mobil mewah berwarna putih kepada figur publik untuk dibawa ke berbagai acara. Si figur publik mungkin tidak sadar bahwa dia sedang “digunakan” dan merasa senang-senang saja mendapat pinjaman mobil mewah.
Perlahan, pandangan masyarakat terhadap mobil berwarna putih pun mulai bergeser. Mobil berwarna putih tidak lagi dipandang mirip dengan ambulans, tetapi identik dengan mobil yang elegan dan mewah.
Pada akhirnya, tujuan pabrikan mobil untuk dapat menjual mobil dengan biaya produksi yang lebih rendah, yaitu dengan warna cat putih, pun tercapai. Mulai banyak permintaan terhadap mobil berwarna putih, dan sebagaimana hukum ekonomi, semakin banyak permintaan maka dapat meningkatkan harga.
Apa yang dilakukan pabrikan otomotif itu sebenarnya adalah bentuk komunikasi pesan subliminal, yaitu menyampaikan pesan di bawah ambang kesadaran penerima pesan. Khalayak, sebagai sasaran penerima pesan, tidak menyadari tujuan dari penyampai pesan karena menyentuh persepsi pada tingkat alam bawah sadar.
Teknik komunikasi dengan pesan subliminal sengaja dirancang untuk menghasilkan respons seperti perubahan pemikiran, pandangan, bahkan perilaku seseorang.
Konsep yang sama sebenarnya, bahkan mungkin seharusnya, juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19. Harus diakui, salah satu tantangan dari program vaksinasi COVID-19 adalah penolakan atau keengganan dari masyarakat.
Alasan penolakan atau keengganan masyarakat untuk divaksinasi berbagai macam. Ada yang meragukan keampuhan vaksin karena melihat fakta bahwa seseorang yang sudah divaksinasi tetap dapat tertular, ada yang khawatir dengan efek samping yang mungkin muncul, hingga memang menolak karena terpengaruh informasi bohong yang menyesatkan.
Berbagai alasan penolakan terhadap vaksinasi yang muncul, membuat target mencapai kekebalan komunitas atau herd imunity mendapat tantangan yang cukup berat.
Fungsi kontrol
Riset dan pendapat para ahli kesehatan menyebutkan herd imunity baru akan tercapai bila 70 persen populasi di suatu wilayah sudah divaksinasi.
Pandangan sebagian masyarakat yang menolak dan tidak mau divaksinasi perlu diubah. Apalagi, pemerintah Indonesia menargetkan dua juta vaksinasi per hari untuk mengejar kekebalan komunitas atau herd imunity terhadap penyakit COVID-19 yang disasar akan tercapai pada akhir 2021.
Pemerintah boleh saja memberlakukan kebijakan yang memaksa seseorang untuk divaksinasi, misalnya mengharuskan seseorang yang ingin masuk ke mal harus menunjukkan sertifikat vaksin atau menempelkan penanda pada rumah orang yang belum divaksinasi.
Namun, tetap perlu ada strategi yang dilakukan untuk dapat mengubah persepsi masyarakat terhadap vaksin. Vaksinasi adalah sebuah kebutuhan adalah persepsi yang harus dibangun pada masyarakat, alih-alih masyarakat terpaksa harus vaksin bila ingin masuk mal.
Karena itu, bentuk-bentuk komunikasi dengan pesan subliminal perlu dilakukan. Pemerintah tentu memiliki banyak ahli komunikasi atau ahli strategi pemasaran yang pendapatnya dapat didengar.
Cara-cara komunikasi kuno seperti ditunjukkan figur-figur yang sudah tidak dapat menahan syahwat politik menyongsong tahun politik 2024 dengan memasang berbagai baliho di pinggir jalan harus mulai ditinggalkan.
Elite politik dapat belajar pada 2021. Figur-figur yang pada saat itu memasang banyak baliho kenyataannya tidak mendapat tempat di hati masyarakat dan akhirnya sama sekali tidak terpilih menjadi calon dalam pemilihan presiden.
Media massa, baik media arus utama maupun media sosial, dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan subliminal tentang vaksinasi COVID-19. Media massa bahkan harus menempatkan isu tentang vaksinasi ke dalam agenda setting untuk mendukung program vaksinasi COVID-19.
Fungsi pers nasional, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Pers memang perlu menjalankan fungsi kontrol sosial dengan mengangkat permasalahan yang muncul dalam penanganan pandemi COVID-19. Namun, pers juga harus mendukung upaya menangani pandemi dengan memberikan informasi yang akurat dan terpercaya serta mendidik tentang arti penting vaksinasi.*
*) Dewanto Samodro adalah dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta dan mantan jurnalis.
Komunikasi subliminal untuk meningkatkan kesadaran terhadap vaksinasi
Strategi berikutnya adalah membangun persepsi di masyarakat bahwa mobil berwarna putih adalah mobil yang elegan dan mewah