Menggali harta karun energi di Lahendong

id PLTP,Sulawesi Utara,Pertamina

Menggali harta karun energi di  Lahendong

Seorang pekerja Pertamina Geothermal Energi (PGE) Lahendong, Sulawesi Utara, Jumat (13/3/2020), menaiki tangga melintasi jalur pipa uap. ANTARA/Afut Syafril

Minahasa (ANTARA) - Menengok ke tepi jalan sebelah kiri, nampak tebing curam membayang dengan ratusan pohon kelapa yang tidak tembus dipandang mata. Jalan berkelok menjadi tarian kemudi bagi penjelajah kota bermesin tenaga kuda.

Sejauh layang pandang kegagahan Gunung Lokon menyibak hamparan pohon kelapa yang sesekali tumbuh pohon duku di antaranya. Tepat di pertigaan jalan utama setelah kelokan kesekian itu, sampailah di Kota Tomohon, Sulawaesi Utara.

Masih berlanjut menyusuri kaki Gunung Lokon yang konon masih memiliki tenaga untuk bangkit kembali, meninggalkan Kota Tomohon sampailah di titik pantau yang menunjukkan kepulan belerang muncul dari celah pepohonon.

Nampaknya, hal tersebut telah menandakan sampai di Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon, Sulawesi Utara yang termahsyur dengan sambal roa itu.

Belerang tersebut bukan sekadar lepas dari perut bumi, namun telah dimanfaatkan dari hukum kekekalan energi, di mana energi tersebut tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain.

Benar saja, dengan berbagai proses peradaban manusia atas anugerah Tuhan di Lahendong yang berupa panas bumi, mampu diubah menjadi energi listrik yang berguna bagi kehidupan manusia.
 

Tepatnya disebut sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong. Energi itu bersih, tanpa emisi, bahkan bisa dibilang sebagai energi baru terbarukan (EBT) yang paling efisien, sebab dengan biaya tidak besar mampu menghasilkan daya lebih dari investasi yang ditanamkan.

“Sayangnya, untuk investasi di bidang ini, perbandingan keberhasilannya bisa mencapai satu banding enam, atau dari enam kali pengeboran baru satu kali yang berhasil, memang padat modal dan risiko besar,” kata General Manager Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lahendong Salvius Patangke.

Seorang petugas Pertamina Geothermal Energi (PGE) Lahendong, Sulawesi Utara yang memiliki PLTP penyokong 20 persen kelistrikan Sulut dan Gorontalo. ANTARA/Afut Syafril
Anugerah dilewati jalur cincin api menjadikan Indonesia kaya akan panas bumi, di mana tidak semua belahan dunia memilki keistimewaan tersebut.

Salvius Patangke mengungkapkan kinerja produksi WKP Lahendong sampai 2020 menunjukkan performa yang positif.

"Kapasitas uap yang tersedia untuk pembangkitan PLTP Unit 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 saat ini adalah setara 110 MW, beberapa sumur sedang dalam persiapan produksi (Pembangunan Proyek Pemipaan Cluster LHD-13 ke LHD-5) dan diharapkan pertengahan tahun 2020 lapangan uap di Lahendong dapat mensuplai PLTP milik PLN dengan kapasitas maksimal (4 x 20 MW)," katanya.

Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Lahendong memiliki 39 sumur tersebar di 11 klaster di Wilayah Lahendong (Kecamatan Tomohon Selatan, Sonder, Remboken), dengan rincian 14 sumur produksi, enam sumur reinjeksi, dan 19 sumur monitor. Sumur-sumur tersebut tersebar di unit 1 hingga 4.

Di unit 5-6, pembangkit tersebut memiliki 14 sumur di lima klaster di Wilayah Tompaso (Kecamatan Tompaso, Tompaso Barat, Langowan Utara, Kawangkoan) dengan rincian lima sumur produksi, empat sumur reinjeksi, dan lima sumur monitor.
 

Sumbangsih PGE dalam Sistem Sulawesi Utara dan Gorontalo (Sulutgo) 120 MW dari Daya Mampu Pasok Sistem 562 MW atau 21,33 persen pada Februari lalu, seperti harta karun energi yang terletak di wilayah tengah Indonesia, di antara rimbunnya pepohonan alami.

Diharapkan, dengan peran PGE dan pihak swasta yang terus terlibat dalam bisnis panas bumi itu, menjadikan Indonesia negara yang memiliki kapasitas terbesar di dunia.

"Saat ini kita sudah melewati Filipina dengan menempati peringkat kedua setelah Amerika Serikat," tukas Salvius.

                                                                                 Energi bersih
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun terus mengoptimalkan penggunaan energi bersih melalui pengembangan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan suplai energi nasional.

Menurut catatan terbaru Badan Geologi, potensi panas bumi di Indonesia 23,9 Giga Watt (GW) hingga Desember 2019.

"Kita sudah koreksi jadi 23,9 GW kalau sebelumnya ada informasi 27 GW. Kita hitung ulang dan koordinasi dengan tenaga ahli (panas bumi, red.). Potensi ini baru dipakai 8,9 persen atau 2.130,6 Mega Watt (MW). Jadi masih banyak yang belum dimanfaatkan," kata Kepala Subdit Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Direktorat Panas Bumi Ditjen EBTKE Budi Herdiyanto saat meninjau PLTP Lahendong.

Melihat besarnya potensi tersebut, kata dia, pemerintah menargetkan peningkatan pemanfaatan panas bumi menjadi 7.241,5 MW atau 16,8 persen di 2025.

"Kita sudah punya 'roadmap' untuk menjalankan 46 proyek (panas bumi, red.) dengan total kapasitas sebesar 1.222 MW. Kita harapkan bisa berkontribusi tambahannya 5.000 MW dari sekarang sekitar 2.000-an MW," katanya.
 

Kapasitas terpasang pembangkit berbasis energi tersebut, saat ini berada di 16 WKP. Pada 2019 seluruh WKP mampu memproduksi setrum listrik hingga 13.978 Giga Watt Hour (GWh) dari 101,5 juta ton produksi uap. Salah satu produksi tersebut dihasilkan dari WKP Lahendong.

Dengan peran Lahendong yang signifikan bagi Sulawesi Utara dan Gorontalo, maka perkembangan energi bersih untuk kebutuhan masyarakat akan memiliki modal yang baik untuk generasi mendatang.

Eksplorasi penambahan potensi sumur baru pun terus diupayakan untuk memenuhi target energi nasional. PLTP Lahendong pada kuartal II 2020 akan menambah satu sumur panas bumi guna menambah keandalan daya.

Investasi yang dibutuhkan senilai tujuh juta dolar AS, sedangkan pembangunan fasilitas infrastruktur pada klastern A, PGE Lahendong memerlukan dana sekitar 22,5 miliar dolar AS.

Energi bersih mulai digalakkan untuk mencari alternatif pembangkit listrik yang memiliki sifat berkelanjutan, utamanya bagi generasi ke depan.