BKSDA- IAR Indonesia selamatkan dua orang utan dari akibat karhutla
Pontianak (ANTARA) - Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan IAR (International Animal Rescue) Indonesia, kembali menyelamatkan dua orang utan dari dampak kebakaran hutan dan lahan (kathutla) tahun 2019 lalu di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalbar.
"Dua orang utan itu, yakni satu induk, dan anaknya yang diselamatkan oleh Tim Gabungan dari BKSDA Kalbar dan IAR Indonesia di Jalan Pelang-Tumbang Titi kilometer 9, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang," kata Manajer Survey, Release dan Monitoring IAR Indonesia, Argitoe Ranting dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, penyelamatan tersebut berawal atas laporan seorang warga atas nama Purnomo terkait adanya orang utan yang sudah tiga hari bersarang di depan rumahnya di Jalan Pelang-Tumbang Titi.
Menurut keterangan warga orang utan itu berasal dari hutan di sebelah timur jalan yang hangus terbakar dan kemudian menyeberang jalan raya.
Ketika tim penyelamat datang, ditemukan tiga orang utan, satu jantan dewasa, satu betina dewasa dan anaknya yang diperkirakan berusia tiga tahun.
"Mereka bertahan di pohon kering yang tampak kepayahan menahan beban, kemudian tim penyelamat yang berfokus pada penyelamatan induk dan anak dan sempat kehilangan orang utan jantan itu," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya mengutamakan menyelamatkan induk dan anak, karena kondisi keduanya lebih mengkhawatirkan dari pada orang utan jantan.
"Orang utan jantan itu sangat liar dan masih cukup kuat sehingga mampu bertahan untuk waktu yang lama. Meskipun demikian kami tetap menurunkan tim patroli Orang Utan Protection Unit (OPU), hal itu dilakukan setelah melihat di sekitar kawasan itu, yang sebenarnya daya dukung kehidupan bagi orang utan tidak ada sama sekali," katanya.
Kemudian untuk mengevakuasi induk dan anak orang utan itu, tim penyelamat menggunakan senapan bius untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara di lapangan, induk orang utan ini mengalami malnutrisi dengan badan yang sangat kurus karena kelaparan selama berbulan-bulan dampak dari karhutla.
Saat ini induk anak orang utan itu dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orang Utan IAR Indonesia di Sungai Awan, Ketapang untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. Nantinya kedua orangutan ini akan dipindahkan ke hutan yang lebih layak untuk menjamin kehidupannya.
"Kebakaran hutan sejauh ini merupakan ancaman terbesar bagi orangutan di wilayah kerja IAR Indonesia," kata Direktur Program IAR Indonesia Karmele L Sanchez.
Menurut dia, hilangnya hutan dengan skala sebesar ini, membuat tidak ada lagi ruang bagi orangutan untuk bertahan hidup, penyelamatan selalu merupakan pilihan terakhir. "Demi kehidupan semua populasi orangutan yang tersisa, kita harus terus bekerja keras untuk melindungi habitat mereka dari kebakaran," katanya.
Kepala BKSDA Kalbar Sadtata Noor Adirahmanta menyatakan, kerusakan habitat satwa, pada akhirnya akan menyengsarakan manusia dengan semakin maraknya konflik antara satwa dan manusia. Kegiatan penyelamatan tersebut hanyalah sebuah tindakan kecil, bahkan sangat kecil, dibandingkan dengan langkah-langkah dan kebijakan yang seharusnya diambil ke depan.
"Kepedulian akan keberadaan dan kelestarian satwa menjadi tanggungjawab bersama baik pemerintah, mitra maupun masyarakat, karena pada hakikatnya peduli pada satwa liar adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri," demikian Sadtata Noor Adirahmanta.
"Dua orang utan itu, yakni satu induk, dan anaknya yang diselamatkan oleh Tim Gabungan dari BKSDA Kalbar dan IAR Indonesia di Jalan Pelang-Tumbang Titi kilometer 9, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang," kata Manajer Survey, Release dan Monitoring IAR Indonesia, Argitoe Ranting dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, penyelamatan tersebut berawal atas laporan seorang warga atas nama Purnomo terkait adanya orang utan yang sudah tiga hari bersarang di depan rumahnya di Jalan Pelang-Tumbang Titi.
Menurut keterangan warga orang utan itu berasal dari hutan di sebelah timur jalan yang hangus terbakar dan kemudian menyeberang jalan raya.
Ketika tim penyelamat datang, ditemukan tiga orang utan, satu jantan dewasa, satu betina dewasa dan anaknya yang diperkirakan berusia tiga tahun.
"Mereka bertahan di pohon kering yang tampak kepayahan menahan beban, kemudian tim penyelamat yang berfokus pada penyelamatan induk dan anak dan sempat kehilangan orang utan jantan itu," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya mengutamakan menyelamatkan induk dan anak, karena kondisi keduanya lebih mengkhawatirkan dari pada orang utan jantan.
"Orang utan jantan itu sangat liar dan masih cukup kuat sehingga mampu bertahan untuk waktu yang lama. Meskipun demikian kami tetap menurunkan tim patroli Orang Utan Protection Unit (OPU), hal itu dilakukan setelah melihat di sekitar kawasan itu, yang sebenarnya daya dukung kehidupan bagi orang utan tidak ada sama sekali," katanya.
Kemudian untuk mengevakuasi induk dan anak orang utan itu, tim penyelamat menggunakan senapan bius untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara di lapangan, induk orang utan ini mengalami malnutrisi dengan badan yang sangat kurus karena kelaparan selama berbulan-bulan dampak dari karhutla.
Saat ini induk anak orang utan itu dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orang Utan IAR Indonesia di Sungai Awan, Ketapang untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. Nantinya kedua orangutan ini akan dipindahkan ke hutan yang lebih layak untuk menjamin kehidupannya.
"Kebakaran hutan sejauh ini merupakan ancaman terbesar bagi orangutan di wilayah kerja IAR Indonesia," kata Direktur Program IAR Indonesia Karmele L Sanchez.
Menurut dia, hilangnya hutan dengan skala sebesar ini, membuat tidak ada lagi ruang bagi orangutan untuk bertahan hidup, penyelamatan selalu merupakan pilihan terakhir. "Demi kehidupan semua populasi orangutan yang tersisa, kita harus terus bekerja keras untuk melindungi habitat mereka dari kebakaran," katanya.
Kepala BKSDA Kalbar Sadtata Noor Adirahmanta menyatakan, kerusakan habitat satwa, pada akhirnya akan menyengsarakan manusia dengan semakin maraknya konflik antara satwa dan manusia. Kegiatan penyelamatan tersebut hanyalah sebuah tindakan kecil, bahkan sangat kecil, dibandingkan dengan langkah-langkah dan kebijakan yang seharusnya diambil ke depan.
"Kepedulian akan keberadaan dan kelestarian satwa menjadi tanggungjawab bersama baik pemerintah, mitra maupun masyarakat, karena pada hakikatnya peduli pada satwa liar adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri," demikian Sadtata Noor Adirahmanta.