Pacu pertumbuhan ekonomi Jakarta lepas dari ibu kota

id ibu kota negara,Kalimantan Timur,Kaltim,DKI,BI,BPS,Presiden Joko Widodo,Jabodetabek,Pertumbuhan ekonomi,simpul perekonom,berita sumsel, berita palemba

Pacu pertumbuhan ekonomi Jakarta lepas  dari ibu kota

Foto udara suasana wilayah bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Bukit Diri, Jakarta, Minggu (5/1/2020). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pras.)

Padahal secara tersirat, maksud dan tujuan dari pemindahan itu adalah sebagai solusi
Jakarta (ANTARA) - Meski akan melepas predikat dan status Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), namun Jakarta diprediksi tetap bakal berperan sangat penting dalam perekonomian nasional.

Presiden Joko Widodo saat mengumumkan hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai perpindahan ibu kota negara pada 26 Agustus 2019, menyatakan bahwa perpindahan ibu kota untuk regenerasi perkotaan. Itu akan terus dilakukan dengan mengarahkan Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan global.

Pernyataan itu terang-benderang dan tanpa perlu penafsiran lagi. Dengan pernyataan itu, tampaknya perpindahan ibu kota negara dari Jakarta lebih ke aspek pemerintahan karena simpul perekonomian akan tetap di Jakarta.

Malaysia memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya, tetapi simpul pertumbuhan ekonomi negara itu tetap di Kuala Lumpur. Dalam konteks contoh itulah, maksud dan tujuan pemindahan ibu kota negara keluar Jakarta perlu terus dijelaskan agar orang kemudian tidak berbondong-bondong ke Kalimantan Timur (Kaltim).

Kalau perpindahan itu memicu terjadinya eksodus dunia bisnis, investor dan penduduk secara besar-besaran ke Kaltim, maka alamat perpindahan itu hanya akan memindahkan masalah. Padahal secara tersirat, maksud dan tujuan dari pemindahan itu adalah sebagai solusi.

Sekarang yang perlu terus digenjot adalah menyiapkan Jakarta dan sekitarnya untuk tetap menarik sebagai simpul perekonomian melalui penyiapan dan pemenuhan infrastruktur, sumber daya manusia dan aturan yang memungkinkan bagi orang untuk berinvestasi dan tetap tinggal di kota ini. Pemerintah Provinsi DKI tampaknya sadar hal itu sehingga akhir-akhir menggenjot beragam infrastruktur, misalnya, integrasi di bidang transportasi.

Mungkinkah Jakarta tetap bisa menjadi simpul perekonomian nasional selepas predikat dan status ibu kota negara benar-benar berpindah ke Kaltim? Bagaimana perekonomiannya saat ini dan prospeknya ke depan?

Suatu wilayah akan dikategorikan sebagai simpul perekonomian bisa pertumbuhan ekonominya stabil dan menunjukkan tren positif. Analisis Bank Indonesia (BI) Perwakilan DKI Jakarta menunjukkan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada kisaran 6 persen pada 2019.

Angka pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6 persen itu sudah berlangsung tiga tahun terakhir. Pada 2016 pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta di angka 5,85 persen, kemudian 6,22 persen pada 2017 dan 6,17 persen pada 2018 yang menyumbang 17 persen dari total pertumbuhan perekonomian nasional sehingga kinerja pemerintah dan pelaku usahanya akan menjadi barometer wilayah lain.

BI Perwakilan DKI Jakarta memprediksi perekonomian Jakarta akan bertumbuh positi hingga mencapai 6,3 persen pada tahun 2020 meski perekonomian global masih terbilang tidak pasti. "DKI Jakarta diprediksi tetap mengalami pertumbuhan pada kisaran 5,9 persen-6,3 persen untuk tahun 2020, meski tetap dibayangi ketidakpastian situasi global," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Hamid Ponco, Desember 2019.

Hamid mengatakan perekonomian Jakarta masih berpeluang untuk meningkat seiring dengan mulai beroperasinya angkutan massal dan ruas tol yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Apalagi proyek transportasi publik seperti MRT dan LRT mulai beroperasi yang diperkuat ruas tol yang bisa mendorong perekonomian di Jakarta dengan persentase sekitar enam persen tahun 2020.


                   Sektor Jasa
Berdasarkan data BPS DKI Jakarta, realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2019 mencapai 6,07 persen. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya pada 5,72 persen.

Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi 2019 dipengaruhi meningkatnya performa ekspor produk otomotif. Ini terjadi setelah Agen Pemegang Merek (APM) mengirim beberapa varian mobil baru ke negara-negara tujuan ekspor, misalnya, Asia.

Dengan pertumbuhan yang baik ini, Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat meningkatkan pada sektor jasa, khususnya pariwisata. Pariwisata sebagai andalan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi posisi Jakarta sebagai kota bisnis yang sampai saat ini masih menyandang presdikat ibu kota negara.

Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang juga memprediksi iklim perekonomian di DKI Jakarta tahun 2020 akan membaik. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya minat investor menanamkan modal di Jakarta.

Kepercayaan investor menanamkan modalnya di DKI Jakarta sangat tinggi yang terbukti dari pencapaian target investasi triwulan III tahun 2019 yang menembus angka Rp41,1 triliun, meski ada sentimen pemindahan ibu kota negara. Artinya, rencana pemindahan ibu kota tak menciutkan investor untuk menanamkan modal di Jakarta.

Kendati demikian, Sarman tetap meminta Pemprov DKI untuk meningkatkan kinerja. DKI Jakarta diharapkan memberikan angin segar dunia usaha termasuk mempermudah perizinan bagi investor yang ingin membangun bisnis di Jakarta.

Yang pasti, tren positif investasi pada triwulan III/2019 juga tidak luput dari pelayanan perizinan yang semakin terukur. Pelayanan publik harus semakin memiliki kepastian dan iklim usaha harus tetap kondusif.

Pemprov DKI harus menjadi pelopor untuk melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo, yaitu program Omnibus Law. Jika ada peraturan daerah yang tumpang-tindih dan menghambat dunia usaha harus segera direvisi guna menyesuaikan dengan kebutuhan sehingga akan lebih menggairahkan iklim usaha dan berbisnis di DKI Jakarta.

Selama tiga tahun terakhir (2016-2018) pertumbuhan ekonomi Jakarta memiliki tren yang positif. Kendali pada 2019 mengalami penurunan walau tetap diprediksi di angka 6.00 persen yang tidak jauh dari capaian tahun sebelumnya.

Pada triwulan I pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta sebesar 6,23 persen, kemudian triwulan II sebesar 5,72 persen dan triwulan III sebesar 6,07 persen.Sedangkan triwulan IV dengan naiknya konsumsi rumah tangga menjelang perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 diperkirakan sebesar 6 persen.

Pada 2020, diharapkan kinerja ekonomi bisa dijaga sehingga tren positif pertumbuhan ekonomi bertahan, setidaknya di angka enam persen. "Untuk tahun 2020, kami berharap agar kinerja ekonomi Jakarta tetap terjaga dan kondusif dengan harapan bahwa prestasi yang diraih dalam tiga tahun terakhir mampu tetap dipertahankan," kata Sarman dalam Review Ekonomi Jakarta 2019 dan Outlook 2020 di Jakarta.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2016 sebesar 5,02 persen, tahun 2017 sebesar 5,07 persen, berlanjut 2018 sebesar 5,17 persen. Untuk tahun 2019 pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan sebesar 5,1 persen dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tahun-tahun sebelumnya.

Ekonomi nasional pada triwulan I/2019 sebesar 5,07 persen, triwulan II sebesar 5,05 persen dan triwulan III sebesar 5,02. Sedangkan triwulan IV diperkirakan di angka 5,1 persen.

                          
                             Harga Pokok

Tren kinerja ekonomi Jakarta yang positif dipengaruhi kemampuan Pemprov DKI Jakarta mengelola harga pokok pangan yang stabil. Hal itu untuk menjaga konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat agar terjaga sehingga tingkat inflasi juga selalu terkendali.

Berbagai program bantuan yang diberikan pemerintah kepada berbagai kalangan masyarakat melalui sejumlah kartu, yakni Kartu Jakarta Sehat, Kartu Jakarta Pintar, Kartu Pekerja, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul dan lain-lain dipastikan tepat sasaran yang mendorong daya beli masyarakat tetap stabil.

Namun ada beberapa sektor di DKI Jakarta yang mengalami kelesuan atau tekanan sepanjang 2019, misalnya ritel dan properti. Bisnis ritel tertekan akibat maraknya bisnis daring dan adanya pengiritan belanja masyarakat.

Sedangkan sektor properti, di samping karena sentimen perpindahan ibu kota, juga karena masyarakat kelas menengah yang cenderung menahan uangnya untuk berinvestasi di tengah gejolak ekonomi global dan nasional yang tidak stabil. Namun demikian kedua sektor ini masih belum berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta.

Hanya saja, tidak tertutup kemungkinan perpindahan ibu kota dan kelas menengah yang menahan uang tahun 2020 dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.

Karena itu, ada beberapa Indikator yang perlu menjadi perhatian. Yakni bagaimana agar konsumsi rumah tangga tetap terjaga, target investasi yang mencapai target dengan penyempurnaan pelayanan perizinan serta kebijakan yang semakin menarik.

Yang paling penting adalah penyerapan anggaran pemerintah yang tepat waktu sepanjang tahun. Karena dengan belanja pemerintah yang tepat waktu, akan mampu mendongkrak pertumbuhan sektor-sektor bisnis yang lain sehingga geliat ekonomi semakin bergairah.



                             Pilkada
Kemudian, pada 2020 juga akan dilaksanakan pilkada serentak yang diharapkan dapat menggairahkan perdagangan di DKI Jakarta melalui UKM yang memproduksi berbagai atribut kampanye. Para pasangan calon kepala daerah masih banyak yang berbelanja berbagai atribut kampanye dari Jakarta karena faktor kualitas, desain dan harga yang lebih baik.

Kemudian, sebagai tuan rumah balap mobil Formula E yang akan dilaksanakan di Jakarta diperkirakan sangat berdampak pada peningkatan kinerja perekonomian Jakarta dari sisi pariwisata. Kesempatan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pemerintah dan pelaku usaha.

Dengan balap mobil itu, Jakarta akan menjadi sorotan dunia. Kalau penyelenggaraannya baik tentu turis sebagai penonton Formula E tersebut akan datang dari berbagai negara.

Untuk mempertahankan dan menggenjot pertumbuhan ekonomi, sumber sumber PAD yang belum digali semaksimal mungkin. Untuk tahun 2020 agar difokuskam mulai dari pajak reklame yang berpotensi menyumbang PAD Rp1 triliun.

Namun Pergub tentang Reklame sampai saat ini belum direvisi sehingga pelaku usaha di bidang reklame mengalami ketidakpastian. Di sisi lain, banyak reklame yang tumbuh tanpa izin dan tidak membayar pajak.

Walaupun pertumbuhan ekonomi global mengalami diliputi ketidakpastian yang berdampak juga terhadap perekonomian nasional, tetapi ekonomi Jakarta diharapkan tetap tumbuh positif, minimal bertahan. Tren pertumbuhan ekonomi yang positif akan menjadi modal penting apabila nanti tidak lagi berstatus sebagai ibu kota negara, kemudian berperan sebagai simpul perekonomian nasional menuju global.***3***