Bogor (ANTARA) - Pengamat Sosial Budaya dari Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat, Agnes Setyowati, menganggap kerusuhan yang terjadi di beberapa wilayah Papua pada Senin (19/8) justru bukan terjadi akibat rasisme.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan ini di Bogor, Selasa mengatakan, pengepungan Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Jawa Tinur pada 16 Agustus 2019 yang jadi pangkal permasalahannya bukan merupakan bentuk rasisme, melainkan hanya tindakan arogan segelintir oknum.
"Sejauh ini peristiwa tersebut tidak bisa dipahami sebagai bentuk rasisme yang dilakukan oleh warga di Provinsi Jawa Timur terhadap masyarakat Papua," ujarnya kepada Antara di Bogor.
Ia menjelaskan, rasisme merupakan tindakan penguatan stereotip terhadap kelompok tertentu yang terorganisir. Sedangkan, menurut Agnes apa yang dialami oleh sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya merupakan bentuk kesalahpahaman antar berbagai pihak.
Di samping itu, Agnes mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dan teliti dalam menerima informasi yang beredar di media sosial.
Menurutnya, tidak mungkin ada pihak yang sengaja menyebarkan konten-konten terkait persekusi mahasiswa Papua di media sosial yang berpotensi memecah persatuan bangsa.
"Masyarakat harus terus mengedukasi diri dan bersikap lebih bijaksana dalam menerima informasi serta belajar menahan diri untuk tidak bersikap reaksioner terhadap hal-hal yang dapat memecah persatuan bangsa," kata Agnes.
Ia berharap, masyarakat terus membangun solidaritas dan kesadaran tentang kebhinekaan yang menjadi ciri khas sekaligus unsur terkuat bangsa Indonesia. Pasalnya, masuknya Papua sebagai bagian dari Indonesia sama halnya dengan provinsi lainnya yang perlu dijaga bersama.
"Masyarakat harus selalu membudayakan diri untuk menyadari bahwa keberagaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Alih-alih melihatnya sebagai bentuk perbedaan, kita harus menghargai segala bentuk perbedaan demi keutuhan dan persatuan bangsa," tuturnya.