Menjamin pasokan air di daerah lumbung pangan

id padi,sawah,lumbung pangan,berita sumsel,berita palembang,pegairan sawah,mata air

Menjamin pasokan air di daerah lumbung pangan

Dokumentasi- Sejumlah petani menanam bibit padi di lahan sawah . (ANTARA News Sumsel/Feny Selly/Ag/17)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Air adalah salah satu komponen penting untuk mengairi sawah sehingga padi bisa tumbuh dengan baik dan dipanen pada waktunya.

Untuk itu, pemerintah menyadari keberadaan  bendungan untuk mengatur debit air sangat penting, sehingga bisa mengairi sawah agar tak kekeringan juga tak kebanjiran.

Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai salah satu sentra pangan nasional harus terus ditingkatkan produktivitasnya.

Untuk meningkatkan keberlangsungan suplai air bagi lahan pertanian di Sulsel, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus memacu penyelesaian pembangunan tiga bendungan yakni Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Karalloe di Kabupaten Gowa dan yang baru dimulai konstruksinya adalah Bendungan Pamukkulu di Kabupaten Takalar.

Selain membangun bendungan, Kementerian PUPR juga membangun Daerah Irigasi Baliase yang dilengkapi dengan pembangunan Bendung Baliase di Kabupaten Luwu Utara.

Hal ini sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membangun ketahanan air dan pangan nasional.

Pembangunan Bendungan Paselloreng ditargetkan rampung Desember 2018. Untuk Bendungan Karalloe, konstruksinya memang dimulai lebih dulu, namun sempat mengalami masalah pengadaan lahan, sekarang sudah diselesaikan, mudah-mudahan progres konstruksi lebih cepat lagi. Sementara Bendungan Pamukkulu dalam tahap persiapan yakni penyiapan jalan akses kerja.

Kementerian PUPR optimistis penyelesaian bendungan akan tepat waktu namun diupayakan bisa selesai lebih cepat, hal ini karena pembangunan bendungan kini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga biaya pembebasan lahannya dapat menggunakan mekanisme dana talangan.

Melalui mekanisme tersebut, kontraktor akan membayar lahan yang telah siap dibebaskan dan nantinya akan dibayarkan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Pembangunan bendungan akan dilengkapi dengan pembangunan jaringan irigasi yang disebut sebagai Irigasi Premium atau irigasi yang mendapat jaminan suplai air bendungan. Dengan demikian biaya pembangunan bendungan yang mahal, dapat dipastikan airnya mengalir sampai ke sawah petani dan sumber air baku masyarakat. 

Irigasi yang suplai airnya bukan dari bendungan, "cropping intensity"nya 1-1,5 kali. Dengan suplai air yang berkelanjutan dari bendungan akan meningkat menjadi 2,75 kali. Saat ini dari 7,3 juta hektare irigasi baru 11 persen yang mendapatkan suplai air dari bendungan dan akan ditingkatkan menjadi 20 persen melalui pembangunan 65 bendungan yang sedang dilakukan Kementerian PUPR 2015-2019.

Kemajuan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng per 14 Februari 2018 sebesar 68,22 persen. Kapasitas tampung maksimal bendungan yakni 138 juta meter kibik yang merupakan terbesar dibandingkan Karalloe dan Pamukkulu.

Manfaatnya akan mengairi irigasi seluas kurang lebih 7.000 hektare dan menjadi sumber air baku untuk empat kecamatan di Kabupaten Wajo sebesar 305 liter per detik, konservasi air, pengendali banjir Sungai Gilireng, perikanan air tawar dan pariwisata.

Konstruksi bendungan dikerjakan oleh PT. Wijaya Karya dan  PT. Bumi Karsa, KSO (Kerja sama Operasi) dengan biaya Rp736 miliar. Sementara sebagai konsultan supervisi adalah PT. Mettana, PT. Timor Konsultan, PT. Raya Konsultan KSO dengan nilai Rp37 miliar.
   
   Bangunan terbaru
Kemajuan pembangunan Bendungan Karalloe yang mulai dibangun Desember 2013, sudah mencapai 39,82 persen dan ditargetkan rampung tahun 2019. Dalam pembangunannya sempat mengalami kendala pengadaan lahan.

Namun saat ini lahan yang bebas sudah mencapai 97 persen dan tersisa tiga persen atau sekitar 14,5 hektare. Kapasitas tampung maksimalnya sebesar 40,53 juta meter kubik. 

Konstruksi bendungan dikerjakan oleh PT. Nindya Karya (Persero) dengan Rp568 miliar dan konsultan supervisi oleh PT. Widya Graha Asana, PT. Tata Guna Patria, PT. Bintang Tirta Pratama, PT. Catur Bina Guna Persada (KSO) dengan nilai Rp15 miliar. Manfaat bendungan ini akan mengairi irigasi seluas 7.000 hektare, sumber air baku 440 liter per detik, pembangkit listrik 4,5 MW, pengendali banjir, konservasi air dan pariwisata.

Bendungan Pamukkulu menjadi bangunan terbaru yang dibangun di Sulawesi Selatan. Kontrak pembangunannya ditandatangani pada November 2017 terbagi menjadi dua paket konstruksi. Paket  Satu senilai Rp852 miliar dikerjakan PT. Wijaya Karya (Persero) , PT. Daya Mulia Turangga (KSO) untuk pekerjaan diantaranya pembangunan bendungan utama.

Untuk Paket Dua senilai Rp811 miliar dikerjakan oleh kontraktor PT. Nindya Karya dengan pekerjaan diantaranya relokasi jalan dan rehabilitasi jalan masuk, terowongan pengelak, bendungan pelimpah, dan pekerjaan hidromekanikal.

Untuk konsultan supervisi dilakukan oleh PT. Indra Karya, PT. Virama Karya, PT. Bina Karya Persero senilai Rp53,7 miliar.

Bendungan ini memiliki kapasitas tampung maksimum 82,7 juta meter kubik dan akan memberi manfaat bagi irigasi seluas 6.150 hektare, penyediaan air baku Kota Takalar sebesar 160 liter per detik, pengendalian banjir, konservasi air, pengembangan pariwisata, dan perikanan air tawar.

Selain membangun tiga bendungan, potensi air sangat besar dimiliki Sulsel juga dioptimalkan dengan membangun Daerah Irigasi Baliase dimana terdapat pembangunan Bendung Baliase dan memiliki saluran irigasi sekunder sepanjang 207 kilometer serta saluran pembuang sepanjang 114 kilometer. Dibangunnya Daerah Irigasi Baliase, luas lahan potensial yang bisa dikembangkan mencapai 21,9 ribu hektare, sementara luas lahan fungsional saat ini baru mencapai 5,9 ribu hektare.

Pembangunan daerah irigasi yang sangat luas ini membutuhkan waktu selama tiga tahun sejak November 2015 hingga November 2018. Anggaran Kementerian PUPR yang dibutuhkan mencapai Rp215 miliar.

Diharapkan dengan adanya bendungan tersebut Sulawesi Selatan yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan, tetap bertahan karena tersedianya jaminan aliran air untuk mengairi sawah.
(T.A025/A.F. Firman)