Bengkulu (Antarasumsel.com) - Sejumlah aktivis lingkungan di Kota Bengkulu menyerukan moratorium pertambangan batu bara di wilayah itu sebagai salah satu solusi menanggulangi kerusakan lingkungan yang semakin masif.
"Kerusakan lingkungan akibat pertambangan batu bara sudah saatnya dihentikan dan segera dilakukan pemulihan," kata Koordinator Aksi Koalisi Masyarakat Melawan Tambang, Uli Arta Siagian, di Bengkulu, Senin.
Kegiatan dalam rangka Hari Anti Tambang (Hatam) 2017 itu diisi dengan mimbar terbuka dengan tajuk "Kita Bicara : Lawan Kejahatan Tambang".
Mimbar terbuka itu digelar di lapangan "View Tower" yang berdekatan dengan lokasi pasar kaget menjual takjil atau makanan berbuka puasa.
"Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memahami dampak tambang batu bara dan kerusakan yang ditimbulkan atas lingkungan hidup," ucapnya.
Kegiatan tersebut diisi dengan diskusi yang menghadirkan sejumlah narasumber antara lain dari kalangan aktivis lingkungan, rohaniawan dan akademisi serta warga korban terdampak tambang.
Akademisi Universitas Bengkulu, Titik Kartika mengatakan praktik pertambangan terbukti merusak lingkungan dan membuat kualitas hidup terus merosot.
"Perempuan adalah kaum yang paling menderita akibat pertambangan karena mereka memiliki tanggung jawab menyediakan makanan dan sumber air bersih yang telah tercemar akibat pertambangan," katanya.
Pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Bengkulu, Pakkat Sitinjak yang turut jadi pembicara dalam mimbar terbuka itu mengajak seluruh elemen untuk melestarikan lingkungan dengan cara yang paling sederhana yaitu membuang sampah pada tempatnya.
Sitinjak mengatakan, persoalan lingkungan menjadi salah satu pokok bahasan dalam pertemuan pengurus organisasi gereja-gereja, terutama dalam persoalan tanah atau agraria.
Direktur Yayasan Genesis, Barlian mengatakan saat ini ada 517 ribu hektare lahan di Provinsi Bengkulu yang dikapling untuk 39 izin usaha pertambangan di mana sembilan perusahaan terindikasi menambang dalam kawasan hutan lindung dan konservasi.
"Dari sekian banyak perusahaan yang beroperasi itu hanya delapan perusahaan yang menyetorkan kewajiban reklamasi dan pasca-tambang," katanya.
Genesis pun mencatat ada 22 lubang tambang yang masih menganga karena tidak direklamasi.
Karena itu, koalisi yang merupakan gabungan dari 18 lembaga organisasi lingkungan dan pecinta alam menyerukan pemerintah untuk menindak perusahaan yang melanggar aturan perundang-undangan.