Lubuklinggau, (ANTARA Sumsel) - Ikatan Dokter Indonesia Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, mengimbau masyarakat khususnya kalangan remaja tidak menghisap lem atau jenis produk perekat lainnya karena amat berbahaya bagi kesehatan atau sama halnya dengan merokok.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Jeannita Sri A Purba, Kamis mengatakan bahan perekat atau lem tidak boleh dihisap karena mengandung zat "Lysergik Acid Diethyilamide" (LSD) yang amat berbahaya bagi kesehatan.
"Jauihilah mengisap produk lem dari berbagai jenis merek karena bisa memabukkan. Ini sering dilakukan para remaja karena selain harganya murah juga mudah didapatkan," jelasnya.
Ia menjelaskan bahan yang ada dalam lem itu adalah zat kimia yang bisa merusak sel-sel otak dan membuat manusia menjadi tidak normal, sakit bahkan bisa meninggal karena mengandung salah satu zat LSD tersebut.
Lem merupakan `napza` yang sangat mudah didapat karena keberadaannya legal, namun hal itu disalahgunakan terutama para anak jalanan.
"Jika kita sering melihat anak-anak jalanan yang sedang memasukkan salah satu tangannya ke dalam baju, serta berani mendekatkannya ke hidung, berarti anak tersebut sedang menghirup lem," ujarnya.
Untuk menindak pengguna bahan perekat itu salah satunya Badan Narkotika Nasional (BNN) sesuai aturan Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tapi dinas sosial dan dinas kesehatan juga harus bekerja keras menuntaskan masalah tersebut, karena mayoritas penghisap lem tersebut para anak jalanan dan anak terlantar.
Melihat situasi penyalahgunaan lem di Kota Lubuklinggau saat ini sangat mengkhawatirkan karena daerah itu merupakan wilayah darurat inhelen (Lem) dan narkoba.
Lem tak serupa dengan narkoba lain, pengguna LSD mendapat sedikit gagasan apa yang mereka pakai dan efeknya dapat berubah-ubah dari orang ke orang.
Kemudian dari peristiwa ke peristiwa dan dari dosis ke dosis karena dalam waktu antara dua hingga delapan jam akan hilang secara perlahan-lahan.
Untuk penggunaan LSD efeknya dapat menjadi nikmat yang luar biasa, sangat tenang dan mendorong perasaan nyaman, meskipun sering ada perubahan pada persepsi, penglihatan, suara, penciuman, perasaan dan tempat.
Sedangkan efek negatif LSD dapat kehilangan kendali emosi, disorientasi, depresi, kepeningan, perasaan panik yang akut dan perasaan tak terkalahkan, yang dapat mengakibatkan pengguna menempatkan diri dalam bahaya fisik.
Pengguna jangka panjang dapat mengakibatkan sorot balik pada efek halusinogenik, yang dapat terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan setelah memakai LSD.
Selain itu tidak ada bukti atau adanya ketergantungan fisik dan ada gejala putus zat yang telah diamati bahkan setelah dipakai secara berkesinambungan, namun ketergantungan kejiwaan dapat terjadi.
Menurut dia, efek LSD normalnya enam sampai 12 jam setelah menggunakan, tergantung pada dosis, toleransi, berat badan dan umur, keberadaan LSD tidak lebih lama bila dibandingkan pada obat-obat dengan level signifikan di dalam darah.
Oleh karena itu cara termudah mencegah kematian akibat penggunaan napza khusunya lem, adalah tidak menggunakannya sama sekali.
"Sekali pemakai kecanduan akan memiliki ketergantungan fisik dan psikologis yang bisa berlangsung seumur hidup karena zat itu sudah menyerang otak," ujarnya.
Meski zat LSD sudah menyerang otak, pemakai masih bisa diselamatkan dengan cara direhabilitasi, hal itu butuh kepedulian orang sekitar, terutama orang tua dan paling baik ketika ada bagian dari komunitas mereka yang telah menempuh jalan rehabilitasi sebelumnya.
Wali Kota Lubuklinggau SN Prana Putra Sohe melalui Humas Pemkot Perdian menilai pengguna lem di wilayah itu sudah menjamur seperti hal pengguna narkoba, terutama pada kalangan anak-anak terlantar.
"Pemerintah daerah sudah berupaya untuk menekan pengguna lem itu dengan menugaskan dinas sosial untuk menjaring anak-anak terlantar yang setiap bulan jumlah terus meningkat, karena Kota Lubuklinggau jalur strategis di jalan lintas Sumatera," jelasnya.