Sidang gugatan nasabah Commonwealth masuki tahap pembuktian

id Vicki, penasehat hukum bank commonwealth, yose rizal. bank commonwealth, nasabah bank commonwealth,

Sidang gugatan nasabah Commonwealth masuki tahap pembuktian

Sidang Kasus Bank Commonwealth di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (18/7). (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Sidang perdata gugatan nasabah Bank Commonwealth atas pembobolan rekening senilai Rp5 miliar oleh oknum karyawan di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu, memasuki tahap pembuktian dari pihak tergugat.

Bank Commonwealth selaku tergugat pertama menyuguhkan 35 alat bukti, di antaranya rekaman video penarikan dana penggungat Vicki Apriyanti oleh Siti Rohana (kakak kandung penggugat) ke kantor cabang Palembang, dan surat kuasa otoritas penuh yang diberikan penggungat kepada Siti Rohana.

"Dari rekaman itu terlihat dengan jelas bahwa pihak yang menerima dana adalah kakaknya sendiri yakni Siti Rohana. Sehingga, penetapan Siti Rohana sebagai penggugat bersama Vicki sebenarnya tidak tepat," kata penasehat hukum Bank Commonwealth Yose Rizal.

Ia menyatakan, prosedur penarikan dana tersebut telah menerapkan prinsip kehati-hatian, karena berdasarkan surat kuasa yang diberikan Vicki pada dua pekan sebelum keberangkatan ke Prancis.

"Ketika surat kuasa tersebut digunakan malah sama sekali tidak ada pengaduan dari Vicki. Pihak bank juga tidak bisa mengawasi terlalu jauh urusan karyawan jika pada kenyataannya ada hubungan bisnis dengan nasabah," katanya.

Sementara, Vicki melalui kuasa hukumnya Alfred Simanjuntak menyatakan tidak gentar dengan bukti yang disodorkan pihak tergugat.

"Surat kuasa itu diterbitkan saat Vicki berada di Prancis dan dapat dibuktikan dengan paspor yang dimiliki penggugat. Selain itu, terjadi pemalsuan tanda tangan serta buku rekening dan kartu anjungan tunai mandiri yang dibuat atas nama Siti Rohana juga dikuasai penuh oleh FA," ujarnya.

Menurutnya, Siti Rohana hanya dijadikan alat oleh oknum karyawan bank tersebut berinisial FA (tergugat kedua) dalam pencairan dana karena menilai yang dilakukan untuk kepentingan investasi Vicki.

"Mengenai keaslian dan batasan dalam penggunaan dan pemanfaatan surat kuasa itu, kami menyerahkan kepada majelis hakim," katanya.

Sedangkan, Vicki menyatakan Bank Commonwealth harus bertanggungjawab atas pembobolan dana senilai Rp5 miliar dari rekeningnya oleh oknum karyawannya, FA.

"Saya menyimpan uang bukan karena FA-nya tapi karena Bank Commonwealth-nya, tapi setelah dana saya dibobol lalu mengapa tidak bertanggungjawab. Jika FA telah mengakui perbuatannya dan mau mengganti dengan sebidang tanah, mengapa tidak bank saja yang membeli lalu uangnya diserahkan ke saya," ujarnya.

Kasus gugatan nasabah Bank Commonwealth Cabang Palembang ini berlanjut ke pengadilan setelah mediasi melalui Pengadilan Negeri sebanyak empat kali tidak menemukan kesepakatan.

Sementara ini, pihak bank telah melaporkan mantan karyawannya FA ke Polda Sumsel atas tuduhan tindakan pidana penipuan produk perbankan.

Kejadian berawal ketika Vicki yang menjadi nasabah Bank Internasional Indonesia dan Bank Permata mengalihkan dana sekitar Rp5 miliar pada 2008 ke Bank Commonwealth Cabang Palembang, lantaran FA berpindah kerja ke bank tersebut.

Vicki kemudian ditawari berinvestasi produk deposito SBI yang ternyata tidak berlaku sejak tahun 2008.

Lantaran yang bersangkutan berdomisili di Prancis, maka dibuatkan surat kuasa otoritas penuh atas nama kakak kandungnya bernama Siti Rohana.

Namun, pihak Vicki membantah memberikan surat kuasa karena saat penandatangan sedang berada di Prancis, sementara pihak bank bersikukuh surat kuasa itu asli dan telah melewati prosedur keamanan perbankan.

Nasabah kemudian menyadari dananya telah terkuras dan tersisa Rp2 juta pada Januari 2013 setelah melakukan penelusuran sendiri.

Sementara Bank Commonwealth menyatakan ketiga orang yang terlibat dalam kasus ini yakni Vicki Apriyanti, Siti Rohana dan FA memiliki hubungan bisnis berupa usaha pencucian pakaian (laundry).

Pewarta :
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.