BPJS Kesehatan jawab kritik RSUD Bari

id BPJS, layanan ugd, BPJS Sumsel

BPJS Kesehatan jawab kritik RSUD Bari

Sejumlah pekerja tengah memasang palakat nama baru BPJS di gedung Askes Yang menjadi gedung BPJS regional III Palembang, Rabu (8/1). (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

Ada pasien yang sudah datang ke rumah sakit karena merasa penyakitnya sudah gawat, tapi yang sebenarnya terjadi justru secara medis bisa dikatakan belum berbahaya...
Palembang (Antara Sumsel) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menjawab kritik manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Bari, Palembang, terkait aturan dalam memberikan layanan Unit Gawat Darurat.

Kepala BPJS Kesehatan Bidang Kesehatan Regional III Sumbagsel Handaryo di Palembang, Minggu, mengatakan, rumah sakit harus memahami bahwa layanan UGD ini hanya diperuntukan bagi penyakit gawat dalam pengertian medis.

Sementara pengertian gawat ini kerap bias dengan pengertian yang ada di masyarakat.

"Ada pasien yang sudah datang ke rumah sakit karena merasa penyakitnya sudah gawat, tapi yang sebenarnya terjadi justru secara medis bisa dikatakan belum berbahaya. Karena si pasien panik maka dirasa layak dikatakan gawat, seperti itu yang terjadi," kata Handaryo.

Ia menjelaskan, BPJS telah mengeluarkan sebanyak 145 daftar penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit atau harus diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni Puskesmas dan dokter keluarga.

Daftar penyakit yang tidak bisa dirujuk ini diharapkan menjadi acuan rumah sakit dalam bertindak, mengingat telah disyahkan oleh Kementerian Kesehatan dan sejumlah otoritas profesi dokter di Indonesia.

"Rumah sakit tidak perlu ragu menolak memberikan layanan UGD karena daftar ini sudah teruji dan disyahkan, ini juga wujud edukasi kepada peserta," kata dia.

Sementara, daftar penyakit yang tidak dilayani UGD ini kerap membuat manajemen rumah sakit berbenturan dengan peserta BPJS, seperti yang diungkapkan Dirut RSUD Bari Makiani kepada Antara, ketika menerima kunjungan Komisi IV DPRD Kota Palembang beberapa hari lalu.

Makiani menilai, terdapat beberapa aturan yang terbilang tidak masuk akal jika dibenturkan dengan kondisi dan fakta yang terjadi.

"BPJS mengharuskan pasien yang datang harus rujukan dari Puskesmas tapi jika mereka datang pada malam hari, apakah ada Puskesmas masih buka. Jika siang, rumah sakit bisa saja menyuruh ke Puskesmas tapi jika malam tentunya tidak bisa," kata Makiani.

Selain itu, aturan yang mengharuskan suhu tubuh pasien menjadi 40 derajat untuk mendapatkan layanan rawat inap juga kerap menimbulkan konflik dengan keluarga jika memaksa dibawa pulang.

Terkait hal ini, Handaryo mengatakan BPJS akan terus berkoordinasi dengan rumah sakit mengingat masih proses penataan setelah diluncurkan pada 1 Januari 2014.

Mengenai hal teknis di UGD, menurutnya, pihak rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang masih dalam koridor aturan BPJS.

"Tentunya ada pengecualian, jika penyakit tersebut sudah komplikasi dan tidak bisa sembuh maka bisa dirujuk ke rumah sakit meski di luar daftar 145 penyakit," kata dia.

Program Jaminan Kesehatan Nasional resmi diluncurkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Januari 2014 dengan menunjuk BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara.

Pemerintah menjalankan program ini untuk memberikan jaminan sosial secara menyeluruh kepada seluruh rakyat atau dikenal dengan istilah "universal coverage".

Dalam pelaksanaannya, pemerintah tidak menyangka antusias masyarakat demikian tinggi untuk mengakses pelayanan kesehatan dengan hanya membayar iuran BPJS. Kondisi ini mengakibatkan terjadi antrean panjang di sejumlah rumah sakit sehingga memaksa BPJS Kesehatan membuat aturan untuk mensiasatinya.