Menyelami dunia bunyi siswa tunarungu
Keikhlasan hakiki
Arfa (12), siswa SLB B Karnnamanohara, malam itu kembali berkemas dan mengambil tas punggungnya untuk bersiap pulang bersama ibunya seusai pentas.
Melalui bahasa isyarat yang disampaikan kepada ibunya, Indah (40), Arfa mengaku senang bisa bermain angklung di depan umum sekaligus menuai apresiasi.
Meski tak mendengar irama indah musik yang baru saja ia mainkan bersama teman-temannya, Arfa merasa bahagia karena bisa membuat banyak orang terhibur.
"Senang dilihat orang banyak dan bisa menghibur orang lain," ucap Indah menyampaikan pengakuan anaknya.
Tak sekadar bangga, Indah meyakini semakin sering putranya pentas di hadapan umum, termasuk lewat musik, kian memompa rasa percaya diri anaknya.
Dodo (54), sang pemilik warung bakmi, pun mengaku ketiban berkah. Selain ramai pembeli, ia senang dapat memberikan ruang apresiasi bagi anak-anak penyandang tunarungu.
Selain menjajakan bakmi, warung yang ia beri nama "Maju Tak Gentar" memang saban Kamis rutin menyuguhkan pertunjukan musik jaz sekaligus mempersilakan siapa saja yang datang untuk "sinau" atau belajar musik jaz secara cuma-cuma.
Penjual bakmi yang juga musisi jaz itu pun heran pertunjukan yang digelar secara mendadak, bahkan tanpa latihan khusus, itu berbuah manis hingga mendapat respons positif dari banyak orang.
Apalagi memainkan musik jaz cenderung lebih rumit ketimbang genre pop.
Lebih dari sekadar pentas, baginya ada pelajaran amat berharga mengenai arti keikhlasan hakiki yang dituai dari penampilan malam itu.
Jika para musikus umumnya puas sembari menikmati setiap musik yang dimainkan, para siswa itu merasa gembira cukup dengan melihat orang terhibur lewat permainan musik yang tidak mereka dengar sendiri. "Inilah makna ikhlas yang sebenarnya," ucap dia.
Dodo yang telah malang melintang di dunia musik sejak 1990 itu pun bertekad memberikan ruang ekspresi yang lebih luas bagi anak-anak penyandang disabilitas di warung bakminya.
Keterbatasan fisik maupun indera memang bukan tembok penghalang untuk terus mengukir prestasi, termasuk berkiprah lebih di dunia musik.
Ludwig van Beethoven, komponis kenamaan asal Jerman, setidaknya telah membuktikan bahwa kehilangan indera pendengaran tak menyurutkan langkahnya mencipta karya-karya besar nan mendunia.
Begitu pula anak-anak tunarungu itu.
Arfa (12), siswa SLB B Karnnamanohara, malam itu kembali berkemas dan mengambil tas punggungnya untuk bersiap pulang bersama ibunya seusai pentas.
Melalui bahasa isyarat yang disampaikan kepada ibunya, Indah (40), Arfa mengaku senang bisa bermain angklung di depan umum sekaligus menuai apresiasi.
Meski tak mendengar irama indah musik yang baru saja ia mainkan bersama teman-temannya, Arfa merasa bahagia karena bisa membuat banyak orang terhibur.
"Senang dilihat orang banyak dan bisa menghibur orang lain," ucap Indah menyampaikan pengakuan anaknya.
Tak sekadar bangga, Indah meyakini semakin sering putranya pentas di hadapan umum, termasuk lewat musik, kian memompa rasa percaya diri anaknya.
Dodo (54), sang pemilik warung bakmi, pun mengaku ketiban berkah. Selain ramai pembeli, ia senang dapat memberikan ruang apresiasi bagi anak-anak penyandang tunarungu.
Selain menjajakan bakmi, warung yang ia beri nama "Maju Tak Gentar" memang saban Kamis rutin menyuguhkan pertunjukan musik jaz sekaligus mempersilakan siapa saja yang datang untuk "sinau" atau belajar musik jaz secara cuma-cuma.
Penjual bakmi yang juga musisi jaz itu pun heran pertunjukan yang digelar secara mendadak, bahkan tanpa latihan khusus, itu berbuah manis hingga mendapat respons positif dari banyak orang.
Apalagi memainkan musik jaz cenderung lebih rumit ketimbang genre pop.
Lebih dari sekadar pentas, baginya ada pelajaran amat berharga mengenai arti keikhlasan hakiki yang dituai dari penampilan malam itu.
Jika para musikus umumnya puas sembari menikmati setiap musik yang dimainkan, para siswa itu merasa gembira cukup dengan melihat orang terhibur lewat permainan musik yang tidak mereka dengar sendiri. "Inilah makna ikhlas yang sebenarnya," ucap dia.
Dodo yang telah malang melintang di dunia musik sejak 1990 itu pun bertekad memberikan ruang ekspresi yang lebih luas bagi anak-anak penyandang disabilitas di warung bakminya.
Keterbatasan fisik maupun indera memang bukan tembok penghalang untuk terus mengukir prestasi, termasuk berkiprah lebih di dunia musik.
Ludwig van Beethoven, komponis kenamaan asal Jerman, setidaknya telah membuktikan bahwa kehilangan indera pendengaran tak menyurutkan langkahnya mencipta karya-karya besar nan mendunia.
Begitu pula anak-anak tunarungu itu.