Selain itu, pemohon juga menilai bahwa dominasi pihak yang mempunyai sumber daya kuat, karena sudah lama menjabat sebagai anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota, akan mengurangi kesempatan pemohon untuk mencalonkan diri di masa depan.
Atas dasar itu, pemohon, yang bercita-cita hendak menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota setelah menyelesaikan pendidikannya, menganggap berlakunya norma-norma pasal digugat menyebabkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum.
MK menjelaskan norma dimaksud dapat dinilai telah merugikan atau potensial merugikan hak konstitusional pemohon apabila menghalangi hak pemohon untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
Namun, MK menilai norma pada pasal digugat sama sekali tidak menghalangi hak konstitusional pemohon untuk diajukan sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
"Pemohon telah terbukti tidak dapat memenuhi persyaratan adanya kerugian atau anggapan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang 7/2017," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan MK.
Oleh karena itu, MK menyimpulkan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, sehingga pokok permohonan tidak diperiksa dan dipertimbangkan lebih lanjut.
"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ujar Suhartoyo membacakan konklusi.