Jaksa KPK ungkap pihak diuntungkan dari pengadaan helikopter AW 101 milik TNi AU
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap sejumlah pihak yang mendapatkan keuntungan dari pengadaan helikopter VIP/VVIP AgustaWestland (AW) 101 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp183.207.870.911,13," kata JPU KPK Arief Suhermanto pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Hal tersebut terungkap dalam pembacaan dakwaan untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AW 101 untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
Adapun pihak-pihak yang diperkaya dalam kasus pengadaan helikopter AW 101 adalah:
1. Kepala Staf Angkatan Udara dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Januari 2015 - Januari 2017 Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000.
2. Perusahaaan AgustaWestland sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000.
3. Perusahaan Lejardo. Pte.Ltd. sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau senilai Rp146.342.494.088,87
"Merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022," tambah jaksa.
Irfan Kurnia diketahui memesan satu unit Helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland, dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 jut adolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.
Helikopter itu sendiri sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.
Bahkan dalam rapat kabinet terbatas 3 Desember 2015, Presiden Joko Widodo meminta agar pembelian Heli AW 101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal sehingga anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar.
Irfan lalu menyiapkan 2 perusahaan untuk dijadikan peserta lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping.
Pada 18 Juli 2016, Kadisada TNI AU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.
Dari pembayaran tahap 1 yaitu senilai Rp436.689.900.000 pada 5 September 2016, sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp183.207.870.911,13," kata JPU KPK Arief Suhermanto pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Hal tersebut terungkap dalam pembacaan dakwaan untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AW 101 untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
Adapun pihak-pihak yang diperkaya dalam kasus pengadaan helikopter AW 101 adalah:
1. Kepala Staf Angkatan Udara dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Januari 2015 - Januari 2017 Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000.
2. Perusahaaan AgustaWestland sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000.
3. Perusahaan Lejardo. Pte.Ltd. sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau senilai Rp146.342.494.088,87
"Merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022," tambah jaksa.
Irfan Kurnia diketahui memesan satu unit Helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland, dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 jut adolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.
Helikopter itu sendiri sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.
Bahkan dalam rapat kabinet terbatas 3 Desember 2015, Presiden Joko Widodo meminta agar pembelian Heli AW 101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal sehingga anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar.
Irfan lalu menyiapkan 2 perusahaan untuk dijadikan peserta lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping.
Pada 18 Juli 2016, Kadisada TNI AU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.
Dari pembayaran tahap 1 yaitu senilai Rp436.689.900.000 pada 5 September 2016, sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna.