Pemasangan kalung GPS Collar pada gajah Meisi dan Meilani tuntas dua jam
Apabila ada petugas yang salah bertindak, gajah bisa menganggap petugas tersebut sebagai ancaman, gajah pun bisa sewaktu-waktu berbalik menyerang
Kayu Aung, Sumsel (ANTARA) - Pemasangan kalung sistem pemosisian global (GPS collar) pada dua kelompok gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kawasan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan telah tuntas, Jumat (13/5/2022).
Pemasangan kalung cukup singkat karena hanya membutuhkan waktu dua jam per kelompok gajah sehingga diharapkan bisa menjadi tonggak terciptanya pemetaan koridor habitat gajah liar yang lebih akurat.
Pemasangan kalung sistem pemosisian global (GPS collar) dilakukan di dalam kawasan konsesi APP Sinar Mas. Di dalam kawasan yang ditumbuhi tanaman akasia dan eukaliptus tersebut terdapat tiga kelompok gajah. Hanya saja untuk pemasangan GPS collar hanya ditujukan untuk dua individu gajah yang hidup di dua kelompok gajah.
Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS) Syamsuardi, Sabtu (14/5/2022) menjelaskan cepatnya proses pemasangan dikarenakan sebelum eksekusi tersebut, tim sudah memantau pergerakan gajah terlebih dahulu.
Satu minggu sebelum pemasangan GPS collar, sudah ada tim yang memantau pergerakan gajah. Selain itu, semua prosesnya dilakukan oleh para tim ahli yang sudah memiliki pengalaman perihal pemberian bius dan pemasangan GPS collar.
Selain PJHS, di dalam program ini juga dilibatkan tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, dokter hewan, dan mahout yang sudah berpengalaman. Selain itu, kesuksesan ini juga dipengaruhi oleh ketenangan dari gajah.
GPS collar baru bisa dikalungkan ketika kesadaran gajah menurun. Walau kesadaran menurun, ucap Syamsuardi, namun kedua gajah ditargetkan tetap berdiri sehingga proses pengalungan lebih mudah.
"Karena itu dosis bius harus tepat," ucapnya.
Pengambilan sampel darah
Selain pemasangan, kalung GPS juga pengukuran tubuh termasuk pengambilan sampel darah pada gajah yang akan dikalungi GPS collar. Kedua gajah itupun juga telah diberi nama oleh tim yakni Meilani (40) dan Meisi (30).
Baca juga: BKSDA Sumsel: Populasi gajah di SM Padang Sugihan bertambah
Kedua gajah betina ini dinilai memenuhi syarat untuk dipasangi kalung GPS, selain menjadi gajah dominan di kelompoknya, gajah betina tersebut juga tidak dalam kondisi mengandung, dan sudah berusia di atas 25 tahun.
Ke depannya, pola kerja ini akan dijadikan standar prosedur operasi (SOP) untuk pemasangan GPS collar di Sumatera Selatan. Walau memang untuk setiap gajah memiliki karakter dan kondisi lingkungan yang berbeda.
Jika menilik populasi gajah di Sumsel yang mencapai 202 ekor dan tersebar di TN Sembilang sebagai kantong habitat, lanjut Syamsuardi, butuh lebih banyak GPS collar yang perlu disematkan kepada kelompok gajah dan gajah tunggal yang ada di Sumsel. Dengan GPS collar, pergerakan gajah bisa terpantau sehingga ketika mereka mendekat warga yang akan dilalui kelompok gajah bisa lebih mempersiapkan diri.
Tidak hanya masyarakat, perusahaan yang area konsesinya dilalui gajah perlu menyematkan GPS collar pada kelompok gajah. Tujuannya agar perusahaan mengetahui wilayah jelajah gajah sehingga dalam pengembangan perusahaan tidak bersenggolan dengan kawasan jelajah gajah.
"Dengan begitu, konflik antara gajah dengan manusia bisa diminimalisasi," kata Syamsuardi.
Sementara Ketua Forum Komunikasi Mahout Indonesia Nazaruddin menuturkan proses pemasangan GPS collar harus mengedepankan keselamatan tim. Sebab di lapangan, banyak risiko yang mungkin menghampiri. Oleh karena itu, ketenangan menjadi faktor penting.
Baca juga: PT Bumi Andalas Permai jaga populasi gajah di areal konsesi
"Apabila ada petugas yang salah bertindak, gajah bisa menganggap petugas tersebut sebagai ancaman, gajah pun bisa sewaktu-waktu berbalik menyerang," jelas Nazaruddin.
Karena itu, setiap orang yang terlibat dalam tim pemasangan GPS collar harus peka memahami kondisi lingkungan sekitar. Untuk mendekati kelompok gajah dibutuhkan ketenangan karena gajah merupakan satwa yang sangat sensitif.
"Karena itu persiapan dan strategi yang tepat merupakan aspek yang paling penting," katanya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai KSDA Sumsel Aziz Abdul Latif Muslim mengutarakan pemasangan GPS collar pada dua gajah di Kecamatan Air Sugihan jauh lebih cepat dibanding pemasangan GPS collar pada gajah Meli di Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan.
Saat itu, ujar Aziz, petugas membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk mengalungkan GPS collar pada Meli. Penyebabnya karena gajah remaja itu tinggal di kawasan perbukitan sehingga proses pembiusan harus lebih berhati-hati. Jika pembiusan tidak tepat, Meli bisa terguling dan nyawanya pun terancam.
Dengan berhasilnya pemasangan ini, Aziz berharap pemetaan jalur jelajah satwa terutama untuk gajah di Sumsel bisa segera direalisasikan. Apalagi, saat ini pemerintah tengah fokus untuk membangun koridor satwa yang tujuannya sebagai langkah mitigasi konflik antara manusia dan satwa.
Untuk diketahui, seekor gajah bisa menjelajah sejauh 3 kilometer setiap harinya. Dia akan berkeliling untuk mencari makan, air minum, termasuk memenuhi hasrat birahinya.
"Biasanya gajah akan berjalan di daerah yang biasa ia lalui tidak peduli apakah itu merupakan kawasan hutan atau permukiman. Hal inilah yang kerap kali memicu konflik," ucap Aziz.
Diharapkan dengan program ini tidak ada lagi konflik yang dapat mengancam keselamatan warga maupun satwa. PadaJuni 2022, juga akan dilakukan pemasangan GPS collar pada salah satu kelompok gajah yang ada di Suaka Margasatwa Gunung Raya, Kabupaten OKU Selatan. (Rel/D019/I016)
Baca juga: BKSDA Sumsel percepat evakuasi gajah liar di OKU Selatan
Baca juga: BKSDA dan multipihak kawal penyediaan koridor gajah Sumatera di Padang Sugihan OKI
Pemasangan kalung cukup singkat karena hanya membutuhkan waktu dua jam per kelompok gajah sehingga diharapkan bisa menjadi tonggak terciptanya pemetaan koridor habitat gajah liar yang lebih akurat.
Pemasangan kalung sistem pemosisian global (GPS collar) dilakukan di dalam kawasan konsesi APP Sinar Mas. Di dalam kawasan yang ditumbuhi tanaman akasia dan eukaliptus tersebut terdapat tiga kelompok gajah. Hanya saja untuk pemasangan GPS collar hanya ditujukan untuk dua individu gajah yang hidup di dua kelompok gajah.
Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS) Syamsuardi, Sabtu (14/5/2022) menjelaskan cepatnya proses pemasangan dikarenakan sebelum eksekusi tersebut, tim sudah memantau pergerakan gajah terlebih dahulu.
Satu minggu sebelum pemasangan GPS collar, sudah ada tim yang memantau pergerakan gajah. Selain itu, semua prosesnya dilakukan oleh para tim ahli yang sudah memiliki pengalaman perihal pemberian bius dan pemasangan GPS collar.
Selain PJHS, di dalam program ini juga dilibatkan tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, dokter hewan, dan mahout yang sudah berpengalaman. Selain itu, kesuksesan ini juga dipengaruhi oleh ketenangan dari gajah.
GPS collar baru bisa dikalungkan ketika kesadaran gajah menurun. Walau kesadaran menurun, ucap Syamsuardi, namun kedua gajah ditargetkan tetap berdiri sehingga proses pengalungan lebih mudah.
"Karena itu dosis bius harus tepat," ucapnya.
Pengambilan sampel darah
Selain pemasangan, kalung GPS juga pengukuran tubuh termasuk pengambilan sampel darah pada gajah yang akan dikalungi GPS collar. Kedua gajah itupun juga telah diberi nama oleh tim yakni Meilani (40) dan Meisi (30).
Baca juga: BKSDA Sumsel: Populasi gajah di SM Padang Sugihan bertambah
Kedua gajah betina ini dinilai memenuhi syarat untuk dipasangi kalung GPS, selain menjadi gajah dominan di kelompoknya, gajah betina tersebut juga tidak dalam kondisi mengandung, dan sudah berusia di atas 25 tahun.
Ke depannya, pola kerja ini akan dijadikan standar prosedur operasi (SOP) untuk pemasangan GPS collar di Sumatera Selatan. Walau memang untuk setiap gajah memiliki karakter dan kondisi lingkungan yang berbeda.
Jika menilik populasi gajah di Sumsel yang mencapai 202 ekor dan tersebar di TN Sembilang sebagai kantong habitat, lanjut Syamsuardi, butuh lebih banyak GPS collar yang perlu disematkan kepada kelompok gajah dan gajah tunggal yang ada di Sumsel. Dengan GPS collar, pergerakan gajah bisa terpantau sehingga ketika mereka mendekat warga yang akan dilalui kelompok gajah bisa lebih mempersiapkan diri.
Tidak hanya masyarakat, perusahaan yang area konsesinya dilalui gajah perlu menyematkan GPS collar pada kelompok gajah. Tujuannya agar perusahaan mengetahui wilayah jelajah gajah sehingga dalam pengembangan perusahaan tidak bersenggolan dengan kawasan jelajah gajah.
"Dengan begitu, konflik antara gajah dengan manusia bisa diminimalisasi," kata Syamsuardi.
Sementara Ketua Forum Komunikasi Mahout Indonesia Nazaruddin menuturkan proses pemasangan GPS collar harus mengedepankan keselamatan tim. Sebab di lapangan, banyak risiko yang mungkin menghampiri. Oleh karena itu, ketenangan menjadi faktor penting.
Baca juga: PT Bumi Andalas Permai jaga populasi gajah di areal konsesi
"Apabila ada petugas yang salah bertindak, gajah bisa menganggap petugas tersebut sebagai ancaman, gajah pun bisa sewaktu-waktu berbalik menyerang," jelas Nazaruddin.
Karena itu, setiap orang yang terlibat dalam tim pemasangan GPS collar harus peka memahami kondisi lingkungan sekitar. Untuk mendekati kelompok gajah dibutuhkan ketenangan karena gajah merupakan satwa yang sangat sensitif.
"Karena itu persiapan dan strategi yang tepat merupakan aspek yang paling penting," katanya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai KSDA Sumsel Aziz Abdul Latif Muslim mengutarakan pemasangan GPS collar pada dua gajah di Kecamatan Air Sugihan jauh lebih cepat dibanding pemasangan GPS collar pada gajah Meli di Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan.
Saat itu, ujar Aziz, petugas membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk mengalungkan GPS collar pada Meli. Penyebabnya karena gajah remaja itu tinggal di kawasan perbukitan sehingga proses pembiusan harus lebih berhati-hati. Jika pembiusan tidak tepat, Meli bisa terguling dan nyawanya pun terancam.
Dengan berhasilnya pemasangan ini, Aziz berharap pemetaan jalur jelajah satwa terutama untuk gajah di Sumsel bisa segera direalisasikan. Apalagi, saat ini pemerintah tengah fokus untuk membangun koridor satwa yang tujuannya sebagai langkah mitigasi konflik antara manusia dan satwa.
Untuk diketahui, seekor gajah bisa menjelajah sejauh 3 kilometer setiap harinya. Dia akan berkeliling untuk mencari makan, air minum, termasuk memenuhi hasrat birahinya.
"Biasanya gajah akan berjalan di daerah yang biasa ia lalui tidak peduli apakah itu merupakan kawasan hutan atau permukiman. Hal inilah yang kerap kali memicu konflik," ucap Aziz.
Diharapkan dengan program ini tidak ada lagi konflik yang dapat mengancam keselamatan warga maupun satwa. PadaJuni 2022, juga akan dilakukan pemasangan GPS collar pada salah satu kelompok gajah yang ada di Suaka Margasatwa Gunung Raya, Kabupaten OKU Selatan. (Rel/D019/I016)
Baca juga: BKSDA Sumsel percepat evakuasi gajah liar di OKU Selatan
Baca juga: BKSDA dan multipihak kawal penyediaan koridor gajah Sumatera di Padang Sugihan OKI