Status 10 anggota DPRD Muara Enim tersangka suap diserahkan ke partai
Sumatera Selatan (ANTARA) - Status keanggotaan 10 orang anggota DPRD Muara Enim, Sumatera Selatan, kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa proyek di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) setempat pada 2019 diserahkan ke partai masing-masing untuk melakukan Penggantian Antar Waktu (PAW).
Ketua DPRD Muara Enim Liono Basuki dalam keterangannya di Muara Enim, Senin, mengatakan, status ke-10 anggota dewan dalam parlemen merupakan kewenangan dari partai pengusung untuk menentukan siapa pengganti antar waktu mereka setelah ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami menghormati proses hukum yang sedang berlangsung ini termasuk soal PAW, dan itu tergantung partai masing-masing karena memang kewenangan mereka,” kata dia.
Menurutnya, penahanan terhadap para tersangka itu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap program kerja yang sudah direncanakan dengan mengoptimalkan 35 orang anggota yang ada sementara ini.
"Dengan penahanan 10 anggota dewan ini tidak mengganggu jalannya organisasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sudah diagendakan," tandasnya.
Adapun 10 tersangka tersebut adalah Ahmad Reo Kusuma (Fraksi Demokrat), Subahan (Fraksi PBB), Muhardi (Fraksi Hanura), Piardi (Fraksi PKB), dan Marsito (Fraksi PPP).
Kemudian Fitrianzah (Fraksi Gerindra), Mardiansah (Fraksi NasDem), Ishak Joharsah (Fraksi PDIP), Indra Gani (Fraksi PDIP), Ari Yoga Setiaji (Fraksi Demokrat).
Saat ini mereka telah ditahan secara terpisah di tiga rumah tahanan KPK karena diduga menerima suap dengan total senilai Rp5,6 miliar dalam kasus tersebut.
Dalam kasus ini ada enam yang berstatus terpidana antara lain Ahmad Yani, Robi Okta Fahlevi, Elfin Mz Muchtar, Ramlan Suryadi dan Aries HB, serta Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah yang berstatus terdakwa.
Para tersangka itu telah melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Ketua DPRD Muara Enim Liono Basuki dalam keterangannya di Muara Enim, Senin, mengatakan, status ke-10 anggota dewan dalam parlemen merupakan kewenangan dari partai pengusung untuk menentukan siapa pengganti antar waktu mereka setelah ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami menghormati proses hukum yang sedang berlangsung ini termasuk soal PAW, dan itu tergantung partai masing-masing karena memang kewenangan mereka,” kata dia.
Menurutnya, penahanan terhadap para tersangka itu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap program kerja yang sudah direncanakan dengan mengoptimalkan 35 orang anggota yang ada sementara ini.
"Dengan penahanan 10 anggota dewan ini tidak mengganggu jalannya organisasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sudah diagendakan," tandasnya.
Adapun 10 tersangka tersebut adalah Ahmad Reo Kusuma (Fraksi Demokrat), Subahan (Fraksi PBB), Muhardi (Fraksi Hanura), Piardi (Fraksi PKB), dan Marsito (Fraksi PPP).
Kemudian Fitrianzah (Fraksi Gerindra), Mardiansah (Fraksi NasDem), Ishak Joharsah (Fraksi PDIP), Indra Gani (Fraksi PDIP), Ari Yoga Setiaji (Fraksi Demokrat).
Saat ini mereka telah ditahan secara terpisah di tiga rumah tahanan KPK karena diduga menerima suap dengan total senilai Rp5,6 miliar dalam kasus tersebut.
Dalam kasus ini ada enam yang berstatus terpidana antara lain Ahmad Yani, Robi Okta Fahlevi, Elfin Mz Muchtar, Ramlan Suryadi dan Aries HB, serta Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah yang berstatus terdakwa.
Para tersangka itu telah melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.