Aktivitas sebagai "crew leader" atau kader pencegahan kebakaran hutan dan lahan dalam program Desa Peduli Api, memberikan pengalaman dan kebanggan tersendiri bagi Ade Chandra (29), pemuda di Desa Muaro Sekalo, Siumai, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
"Sejak tiga tahun lalu saya sudah bergabung sebagai 'crew leader' di Desa Muaro Sekalo. Banyak pengalamanan yang kami dapatkan dari sosialisasi dengan masyarakat, yang merupakan saudara-saudara kami yang tinggal di desa dekat kawasan perkebunan," kata Ade Chandra di Jambi, Sabtu (7/7).
Ia merupakan salah satu pemuda yang direkrut oleh PT Asian Agri, untuk menjadi 'crew leader' Desa Peduli Api di Muaro Sekalo. Secara khusus itu memfokuskan diri pada aktivitas pencegahan karhutla di desanya yang menyandang desa peduli api.
Bahkan ia melepas status sebagai pekerja, dan beralih menjadi kader lingkungan yang difasilitasi oleh Asian Agri, perusahaan perkebunan sawit yang memiliki areal luas di daerah itu. Bahkan hasil sinergi dengan aparat pemerintahan, kepolisian dan masyarakat di Desa Muaro Sekalo yang menjadi binaanya, desa itu mendapat apresiasi sebagai desa bebas api 100 persen dari Asian Agri.
Desa itu mendapat hadiah senilai Rp100 juta dari perusahaan itu, bersama empat desa lainnya yang bisa mempertahankan bebas kebakaran lahan sepanjang tahun 2017.
"Bukan hal mudah untuk mempertahankan desa tanpa kebakaran lahan, pasalnya lahan di sini sangat rawan terbakar, namun alhamdulillah desa kami bisa terbebas dari peristiwa kebakaran lahan pada tahun 2017," kata Ade.
Sebagai kader, ia dituntut untuk mobile dan mengetahui berbagai informasi terkait aktivitas warga, khususnya yang mengolah lahan di desa itu agar tidak 'memproduksi' asap dari lahannya.
"Saat ini saya 'mobile' menggunakan sepeda motor milik saya, masih motor matik. Namun ke depan diharapkan saya bisa mendapatkan kendaraan trail untuk bisa menempuh akses jalan yang memang memerlukan perjuangan untuk melintasinya," kata Ade Chandra.
Dalam melakukan kegiatan sebagai penggiat lingkungan, pemuda kelahiran Tebo, 14 Juni 1991 itu kerap melakukan diskusi dan dialog dengan masyarakat, yang sebagian besar pendatang di daerah itu. Ia memberikan pendekatan melalui pengetahuan hukum tentang pengelolaan lahan dan hutan, sehingga mereka tidak melakukan pembakaran hutan saat pembukaan lahan.
"Kadang dilematis juga, di sisi lain mereka butuh penghasilan, namun di sisi lain mereka harus selalu diingatkan dalam pengolahan lahannya, terutama untuk tidak melakukan pembakaran lahan karena itu melanggar aturan dan hukum yang ada," katanya.
Untuk memudahkan aktivitasnya, ia membangun jejaring sosial bersama warga, serta sesama 'crew leader' yang ada di Jambi. Termasuk dalam melakukan deteksi dini dan pencegahan karhutla yang ditujukan kepada warga. Mereka juga menjadi 'agen' yang memberikan informasi terkait aktivitas berkebun di desa itu, juga di desa terdekat.
"Dengan demikian informasi mengalir, kita juga melakukan kunjungan dan memanfaatkan moment-moment di masyarakat untuk melakukan sosialisasi dan diskusi tentang pencegahan karhutla," kata pemuda jebolan pondok pesantren di Kota Jambi itu.
Namun aktivitasnya tidak selalu berjalan mulus dalam misinya, sehingga ia harus menyampaikan pendekatan yang bisa dipahami dan diterima oleh masyarakat, termasuk saling memback-up dengan aparat desa, pemerintahan, babinsa dan bhabinkamtibmas.
"Koordinasi dengan aparat juga kami jalin, dan itu sangat efektif. Dan tentunya dengan komunitas masyarakat yang ada," katanya.
Menurut dia, pencegahan karhutla harus dilakukan tidak dalam skup besar, namun juga harus dimulai dari pemahaman dari lingkup kecil masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran bersama, sehingga tercipta jalinan komunikasi dan koordinasi untuk saling menjaga lingkungan dan daerah masing-masing.
"Kita tidak bisa jalan sendiri-sendiri, pemerintah, perusahaan, masyarakat di sekitar harus berkolaborasi dan memiliki komitmen yang sama untuk menjaga daerah dari karhutla," katanya.
Desa Peduli Api Sementara itu Pimpinan Bidang CSR dan Kegiatan Berkelanjutan Asian Agri Willy Pardede di Kota Jambi memaparkan kontribusi masyarakat desa yang tergabung dalam masyarakat peduli api (MPA) dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya pemerintah dan pihak keamanan, merupakan salah satu kunci keberhasilan program desa bebas api itu.
"Dalam program ini, kami merekrut 'crew leader' yakni kader kami di desa bebas api yang melakukan pembinaan, edukasi dan kampanye untuk pencegahan kebakaran hutan, salah satunya menekan angka pembakaran lahan dengan pendekatan masing-masing," katanya.
Manajer Sustainability Operational Asian Agri Zulbahri juga menyebutkan, peranan 'crew leader' menjadi salah satu unsur keberhasilan program ini. Mereka menjadi kader atau mandor di lapangan untuk pencegahan karhutla yang dibekali dengan kemampuan komunikasi, pengetahuan lingkungan.
Program Desa Bebas Api binaan Asian Agri dimulai Tahun 2016 diawali bermitra dengan tujuh desa di Riau, kemudian Tahun 2017 dikembangkan lagi termasuk tujuh desa di Provinsi Jambi.
Willy menyebutkan, sebanyak tujuh desa yang tergabung dalam program itu dalam binaan Asian Agri tercatat mampu menekan secara signifikan angka kebakaran hingga mencapai ratusan hektare di daerah itu.
Ia menyebutkan masih ada kebakaran di dua desa binaan yang disebabkan aktivitas pembukaan lahan, namun secara umum luasan kasus kebakaran hutannya jauh menyusut.
Belajar dari Kader pencegahan karhutla asal Tebo
Deteksi dini dan pencegahan karhutla yang ditujukan kepada warga. Mereka juga menjadi 'agen' yang memberikan informasi terkait aktivitas berkebun di desa