Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan penyebaran paham radikalisme kini tidak hanya melalui kampus namun juga lewat media sosial.
"Saat ini, penyebaran radikalisme tidak hanya melalui kampus, namun langsung ke setiap individu melalui media sosial," ujar Nasir di Jakarta, Kamis.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dengan tegas menolak adanya radikalisme di kampus. Nasir menyatakan setelah Hizbut Tahrir Indonesia (HIT) dibubarkan, maka yang terpapar radialisme harus menyatakan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebut sebanyak tujuh kampus ternama yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Insitut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) terpapar radikalisme.
Nasir menjelaskan paparan radikalisme di kampus berlangsung sejak 35 tahun yang lalu, tepatnya pada 1983.
Saat itu, pemerintah menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Sehingga praktis kehidupan politik di kampus dilarang. Kekosongan tersebut diisi dengan kelompok yang menyebarkan paham radikal tersebut.
"Saya melihat tidak hanya tujuh kampus itu saja yang terpapar, potensinya besar," kata Nasir.
Dia menambahkan pihaknya pada tahun lalu, telah melakukan deklarasi antiradikalisme di kampus. Melalui deklrasi tersebut, dia meminta pihak kampus untuk menjaga kampusnya dari paham radikal tersebut.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) bersama pimpinan perguruan tinggi (PT) di seluruh Indonesia terus berupaya untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di perguruan tinggi. Hal ini disampaikannya di sela-sela rapat koordinasi pengelolaan keuangan PTN.
Selain itu, Nasir juga mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memberikan tindakan tegas terhadap aparatur sipil negara (ASN) yang terlibat dalam kegiatan radikalisme.
Menristekdikti juga meminta para rektor untuk mengawasi dengan lebih baik organisasi-organisasi yang memiliki potensi menyebarkan paham radikal di lingkungan kampus.
Sebelumnya, ia mengatakan telah mengintruksikan para rektor agar memberhentikan sementara dosen atau petinggi kampus yang dianggap ikut serta dalam menyebarkan paham teroris.
Informasi mengenai keterlibatan pengajar di universitas maupun mahasiswa terus dipantau perkembangannya setiap sebulan atau tiga bulan sekali. Ia berharap agar pihak kampus menindak tegas siapapun yang memang teridikasi terlibat dalam terorisme.