Momentum Lebaran 2025: Merajut persatuan di tengah polarisasi politik

id Lebaran 2025,Lili Romli,Caroline Paskarina,Polarisasi Politik

Momentum Lebaran 2025: Merajut persatuan di tengah polarisasi politik

Ilustrasi saat orang saling bersalaman dan bermaaf-maaf seusai shalat Idul Fitri. ANTARA FOTO/Abdan Syakura/nym.

Peran nasionalisme jaga persatuan

Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina menekankan bahwa semangat nasionalisme masih kuat di masyarakat.

Fenomena kampanye daring seperti #KaburAjaDulu atau Indonesia Gelap justru menunjukkan betapa besarnya kepedulian publik terhadap arah kebijakan pemerintah.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa polarisasi sering kali terjadi karena kegagapan elit dalam merespons kritik publik. Ketika pemerintah kurang berempati dan lebih bersikap defensif terhadap aspirasi rakyat, ketegangan politik semakin meningkat.

Oleh karena itu, diperlukan pola komunikasi yang lebih partisipatif dan dialogis antara pemerintah dan masyarakat.

Beberapa langkah konkret yang bisa diambil untuk memperkuat semangat nasionalisme di tengah perbedaan politik, yakni meningkatkan keterbukaan pemerintah dalam merespons kritik agar tidak menimbulkan antipati dari masyarakat.

Lalu, mendorong kesadaran masyarakat bahwa perbedaan politik bukanlah perpecahan tetapi bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Selanjutnya, menjadikan Lebaran sebagai momen untuk membangun narasi persatuan, baik melalui pidato kenegaraan, tokoh agama, maupun media sosial.

Media sosial

Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial menjadi faktor utama dalam memperkuat polarisasi di Indonesia. Sejak Pilpres 2014, Pilgub DKI 2017, hingga Pilpres 2019, penggunaan buzzer dan penyebaran hoaks telah memperparah jurang perbedaan di masyarakat.

Caroline Paskarina menegaskan bahwa media sosial memiliki dua sisi, yaitu menjadi sarana edukasi dan demokrasi dan menciptakan perpecahan jika tidak digunakan dengan bijak.

Untuk itu, literasi digital menjadi kunci utama dalam menangkal polarisasi di media sosial.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat untuk lebih bijak dalam bermedia sosial. Pertama, mengecek kebenaran informasi sebelum membagikannya guna mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu kebencian.

Kedua, menghindari debat yang provokatif dan lebih mengutamakan diskusi berbasis data dan fakta. Ketiga,tidak terprovokasi oleh buzzer atau narasi yang memecah belah.

Keempat, menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif dan nasionalisme, seperti semangat gotong royong dan persatuan.

Bangun bangsa dengan semangat Lebaran

Lebaran 2025 bisa menjadi titik balik untuk mengurangi ketegangan politik dan membangun kembali persatuan bangsa. Dengan semangat silaturahim, gotong royong, dan saling memaafkan, kita bisa memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan mengurangi dampak negatif polarisasi.

Para elit politik perlu menunjukkan sikap rekonsiliatif, sementara masyarakat harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak terjebak dalam narasi yang memecah belah.

Mari jadikan Lebaran 2025 sebagai momentum untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang mungkin sempat terkoyak, demi Indonesia yang lebih harmonis, kuat, dan bersatu.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Momentum Lebaran 2025: Merajut persatuan di tengah polarisasi politik