Kapal sengaja matikan AIS di alur Sungai Musi terancam dicabut izin berlayar
Palembang (ANTARA) - Manager Vessel Trafic Service Kantor Distrik Navigasi Kelas 1 Palembang, Sumatera Selatan, Merry, menyebutkan setiap kapal yang melintas di alur Sungai Musi dengan sengaja mematikan Automatic Identification System (AIS) terancam dikenakan sanksi pencabutan izin berlayar.
“Kami di Stasiun VTS mencatat setiap kejadian di alur Sungai Musi selama 24 jam, dan melaporkannya ke Kantor Syahbandar (KSOP) karena mereka memiliki otoritas untuk penindakan sanksi itu,” kata Merry di Palembang, Kamis.
Merry menegaskan, ancaman sanksi tersebut berlaku untuk setiap kapal yang berbendera Indonesia atau pun negara asing.
Ketentuan sanksi itu, ujar dia, diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM nomor 7 tahun 2019 tentang kewajiban kapal memasang dan mengaktifkan sistem AIS saat berlayar di seluruh perairan Indonesia, tak terkecuali Palembang, Sumatera Selatan.
Menurutnya, berdasarkan data yang dihimpun selama bulan Oktober ini, VTS mencatat jumlah kapal yang berlayar masuk melintasi alur Sungai Musi ada sebanyak 645 unit kapal, untuk yang keluar dari alur ada sebanyak 712 unit kapal.
Masing-masing mulai dari jenis kapal tanker, tagboat tongkang batu bara, kelapa sawit, komoditas pangan, kapal barang non konvensi dengan ukuran GT 35, GT 60 hingga kapal angkutan penumpang.
Kapal-kapal tersebut melintasi alur Sungai Musi yang memiliki panjang mencapai 56,3 NM (Nautical Miles) atau 104,242 kilometer mulai dari ambang luar Selat Bangka hingga ke Pelabuhan Boombaru Palembang.
Meski demikian, Merry mengaku, sejauh pemantauan yang dilakukan petugas stasiun VTS belum ditemukan kapal dengan sengaja mematikan AIS atau bahkan sama sekali tidak memasang perangkat itu sejak PM nomor 7 diberlakukan.
“Jikapun ada yang kedapatan koneksi AIS-nya hilang di pusat kontrol, itu sebagian besar dikarenakan jangkauan signal AIS pada kapal yang bersangkutan kecil,” kata dia.
Dia menyatakan, sangat kecil kemungkinan oknum nakhoda kapal untuk melakukan kecurangan melakukan tindakan melanggar hukum saat melintas di perairan Sungai Musi.
Selain ancaman saksi terkait AIS yang tegas, pengawasan pun dilakukan terbilang ketat, otoritas penegak hukum seperti Polri,TNI dan Kesyahbandaran juga berlangsung selama 24 jam, ujarnya.
Operator VTS Distrik Navigasi Palembang Jefri Hardani menambahkan AIS berisikan informasi mulai dari tujuan kapal berlayar, muatan kapal, pergerakan kapal yang tentu memudahkan apapun kebutuhan nakhoda di alur Sungai Musi ini.
Radius jangkauan pemantauan AIS pada sistem VTS Distrik Navigasi Kelas 1 Palembang meliputi kawasan timur atau reporting line Gosong Mentok dan reporting line utara seluas 17 Nautical Miles.
Adapun reporting line Gorong Mentok itu dilintasi kapal yang datang dari arah Selat Sunda dan reporting line utara untuk perlintasan kapal dari Palembang menuju Jambi, Batam dan Singapura.
Menurut Jafri, selain pemantauan AIS, pihaknya juga telah memasang perangkat CCTV di kawasan rawan, seperti di wilayah Tanjung Buyut untuk memantau kapal yang AIS nya tidak terdeteksi.
“Jadi tidak ada satupun kapal yang tidak terpantau oleh kami 24 jam, Sungai Musi ini sistemnya ship to ship, kapal besar otomatis berlabuh jangkar di areal ambang luar atau muara Selat Bangka, rata-rata panjangnya 200 meter,” kata dia.
Dia menyebutkan, kalau saat dihubungi melalui radio komunikasi kapal yang bersangkutan tidak direspons atau tidak memberikan jawaban maka operator di VTS akan berkoordinasi dengan petugas yang ada di perairan untuk menindaklanjutinya.
“Kami di Stasiun VTS mencatat setiap kejadian di alur Sungai Musi selama 24 jam, dan melaporkannya ke Kantor Syahbandar (KSOP) karena mereka memiliki otoritas untuk penindakan sanksi itu,” kata Merry di Palembang, Kamis.
Merry menegaskan, ancaman sanksi tersebut berlaku untuk setiap kapal yang berbendera Indonesia atau pun negara asing.
Ketentuan sanksi itu, ujar dia, diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM nomor 7 tahun 2019 tentang kewajiban kapal memasang dan mengaktifkan sistem AIS saat berlayar di seluruh perairan Indonesia, tak terkecuali Palembang, Sumatera Selatan.
Menurutnya, berdasarkan data yang dihimpun selama bulan Oktober ini, VTS mencatat jumlah kapal yang berlayar masuk melintasi alur Sungai Musi ada sebanyak 645 unit kapal, untuk yang keluar dari alur ada sebanyak 712 unit kapal.
Masing-masing mulai dari jenis kapal tanker, tagboat tongkang batu bara, kelapa sawit, komoditas pangan, kapal barang non konvensi dengan ukuran GT 35, GT 60 hingga kapal angkutan penumpang.
Kapal-kapal tersebut melintasi alur Sungai Musi yang memiliki panjang mencapai 56,3 NM (Nautical Miles) atau 104,242 kilometer mulai dari ambang luar Selat Bangka hingga ke Pelabuhan Boombaru Palembang.
Meski demikian, Merry mengaku, sejauh pemantauan yang dilakukan petugas stasiun VTS belum ditemukan kapal dengan sengaja mematikan AIS atau bahkan sama sekali tidak memasang perangkat itu sejak PM nomor 7 diberlakukan.
“Jikapun ada yang kedapatan koneksi AIS-nya hilang di pusat kontrol, itu sebagian besar dikarenakan jangkauan signal AIS pada kapal yang bersangkutan kecil,” kata dia.
Dia menyatakan, sangat kecil kemungkinan oknum nakhoda kapal untuk melakukan kecurangan melakukan tindakan melanggar hukum saat melintas di perairan Sungai Musi.
Selain ancaman saksi terkait AIS yang tegas, pengawasan pun dilakukan terbilang ketat, otoritas penegak hukum seperti Polri,TNI dan Kesyahbandaran juga berlangsung selama 24 jam, ujarnya.
Operator VTS Distrik Navigasi Palembang Jefri Hardani menambahkan AIS berisikan informasi mulai dari tujuan kapal berlayar, muatan kapal, pergerakan kapal yang tentu memudahkan apapun kebutuhan nakhoda di alur Sungai Musi ini.
Radius jangkauan pemantauan AIS pada sistem VTS Distrik Navigasi Kelas 1 Palembang meliputi kawasan timur atau reporting line Gosong Mentok dan reporting line utara seluas 17 Nautical Miles.
Adapun reporting line Gorong Mentok itu dilintasi kapal yang datang dari arah Selat Sunda dan reporting line utara untuk perlintasan kapal dari Palembang menuju Jambi, Batam dan Singapura.
Menurut Jafri, selain pemantauan AIS, pihaknya juga telah memasang perangkat CCTV di kawasan rawan, seperti di wilayah Tanjung Buyut untuk memantau kapal yang AIS nya tidak terdeteksi.
“Jadi tidak ada satupun kapal yang tidak terpantau oleh kami 24 jam, Sungai Musi ini sistemnya ship to ship, kapal besar otomatis berlabuh jangkar di areal ambang luar atau muara Selat Bangka, rata-rata panjangnya 200 meter,” kata dia.
Dia menyebutkan, kalau saat dihubungi melalui radio komunikasi kapal yang bersangkutan tidak direspons atau tidak memberikan jawaban maka operator di VTS akan berkoordinasi dengan petugas yang ada di perairan untuk menindaklanjutinya.