Sungai Batanghari sepanjang 800 kilometer melintasi beberapa kabupaten di Provinsi Jambi seperti Batanghari, Bungo, Tebo, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, Kota Jambi hingga bermuara ke Selat Malaka, merupakan budaya terkokoh peradaban Kerajaan Melayu Kuno yang tidak terbantahkan.
Sungai yang menjadi peradaban kuno di era 7-13 Masehi, kini serupa tempat sampah bagi pembuangan limbah cair pabrik karet, sawit, air raksa (merkuri) yang bersumber dari penambangan emas ilegal, perhotelan, dan industri lainnya. Pun cemaran limbah padat atau sampah dari rumah tangga, pasar, pertanian dan pertokoan.
Situasi tersebut memengaruhi penurunan hasil tangkapan ikan nelayan di Daerah Aliras Sungai (DAS) Batanghari. Sebelum 2015, sekitar 20-50 kilogram ikan bisa didapat hanya menggunakan jala tradisional yang dipasang di pinggiran sungai.
Tapi kini, lonceng yang diikat di atas jala sebagai penanda kehadiran ikan sudah tidak lagi bersuara. Tangkapan terbanyak dalam sehari hanya 3-4 kilogram.
Bahkan pendapatan nelayan yang semula berkisar Rp3 juta untuk sekali beraktivitas, berkurang drastis sebab hasil tangkapan tak laku di pasaran karena rasa ikan yang tak lagi seenak dulu.
"Ada yang meracun ikan, pakai setrum dan lainnya. Zaman orang tua saya, menangkap ikan cukup pakai jala di pinggir sungai bisa dapat. Sekarang harus memancing, tapi itu juga sulit sekarang," kata nelayan Batanghari, Sabli (54).
Baca juga: Gubernur Jambi: Pencemaran Sungai Batanghari mendekati ambang batas
Rupa sungai saat ini cenderung keruh berwarna coklat pekat. Penduduk sekitar menyebut kondisi itu akibat degradasi sungai akibat abrasi di bagian hulu.
Bahkan pada musim hujan, tidak jarang sejumlah kawasan di bantaran sungai terdampak luapan air. Pada 3 Oktober 2017, masyarakat Jambi di Desa Teluk Rendah, Kecamatan Tebo Ilir, Tebo dilaporkan banyak yang mengeluhkan gatal-gatal terutama anak-anak.
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, melaporkan situasi kritis banjir jika debit air Sungai Batanghari berada pada status Siaga II dengan peningkatan tinggi muka air 6 sentimeter, dari ambang batas 330 sentimeter.
Jika debit air terus meningkat, maka status Sungai Batanghari dapat meningkat menjadi siaga I atau berada pada status bencana, saat tinggi muka air mencapai 351 sentimeter.
Kenaikan permukaan air Sungai Batanghari menyebabkan sejumlah warga di tiga kecamatan di daerah itu terendam banjir, di antaranya Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kecamatan Muara Tembes dan Kecamatan Muara Bulian.
Program Batanghari Bersih
Gubernur Jambi Al Haris yang dikonfirmasi pada Jumat (12/8) menyebut pencemaran air Sungai Batanghari kian mendekati ambang batas maksimal baku mutu produksi air minum bagi 2 juta lebih pelanggan di wilayah setempat.
Kontaminasi zat berbahaya bagi kesehatan yang melanda air Sungai Batanghari saat ini mencapai 49,9 persen dari baku mutu produksi air PDAM maksimal 51 persen.
Pencemaran itu dipengaruhi sejumlah temuan, di antaranya penambangan secara ilegal, hingga dampak pembalakan hutan dari aktivitas perkebunan kelapa sawit dan tanaman karet di bagian hulu sungai.
Sampah hasil aktivitas itu terseret oleh aliran Sungai Batanghari hingga merusak ekosistem sekitar. "Kalau kita cari mereka (penebang liar), pasti menghilang," katanya.
Baca juga: Pengerukan alur Sungai Batanghari jadi tantangan angkutan batu bara
Pemprov Jambi sebenarnya sudah memetakan titik perusakan hutan di sekitar bantaran sungai dan telah melaporkan aktivitas mereka kepada pemerintah pusat sebagai pemegang kendali operasional polisi hutan.
Menghadapi tantangan zaman, Pemprov Jambi telah meluncurkan Program Batanghari Bersih sebagai salah satu upaya menormalisasi aliran sungai melalui pelibatan tokoh masyarakat bersama pemerintah daerah dan pusat dalam menanggulangi permasalahan tersebut.
Kegiatan itu dilakukan dengan mengajak seluruh pemerintah daerah di sepanjang aliran sungai untuk berkontribusi membersihkan sungai melalui pelibatan masyarakat dengan dukungan peraturan daerah hingga hukum adat.
Kenduri Swarnabhumi
Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama sejumlah pemerintah daerah secara resmi membuka Kenduri Swarnabhumi sebagai realisasi pemajuan kebudayaan sesuai amanah UU Nomor 5 Tahun 2017, di Jambi, Jumat (12/8).
Kenduri Swarbahumi merupakan upaya menghubungkan kembali, menyebarluaskan dan memperkuat kebudayaan Melayu dengan berbagai kegiatan di wilayah
DAS Batanghari.
Dengan berlangsungnya Kenduri Swarnabhumi diharapkan mengingatkan kembali kebudayaan akuatik sepanjang DAS Batanghari serta kebanggaan terhadap Sungai Batanghari sebagai pembangun peradaban serta tumbuh komitmen merawat warisan tradisi serta cagar budaya nasional.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Ahmad Mahendra menyebut Sungai Batanghari sebagai sumber kehidupan yang saling menghubungkan antarmasyarakat yang hidup di sepanjang alirannya sejak dulu sehingga membangun suatu tradisi budaya.
Penyelenggaraan Kenduri Swarnabhumi menjadi gerakan untuk menyambungkan masyarakat akuatik Melayu kembali menjadi bagian dari peradaban yang telah dimulai dari DAS Batanghari.
Baca juga: Debit air Sungai Batanghari meningkat, belasan desa terendam banjir
Apresiasi dikemukakan Puteri Indonesia Favorit Jambi 2022 Sindy Novela yang menyatakan bahwa Kenduri Swarnabhumi menunjukkan upaya membangun kesadaran arti penting sungai dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan masyarakat, khususnya di Jambi.
Warga Jambi yang juga aktif dalam isu lingkungan itu mendukung Kenduri Swarnabhumi memberikan manfaat kepada masyarakat di DAS Batanghari yang terdiri dari tujuh kabupaten di dua provinsi, yakni Jambi dan Sumatera Barat.
Sindy juga mengajak generasi muda Jambi dapat menciptakan program yang meningkatkan pemahaman tentang sejarah dan arti Sungai Batanghari demi kemajuan masyarakat, kebudayaan, dan pelestarian lingkungan.
Kenduri Swarnabhumi 2022 mengusung tema utama Peradaban Sungai Batanghari: Dulu, Kini, dan Nanti dengan narasi dimunculkan yakni Menghubungkan Kembali Masyarakat dengan Peradaban Sungai. Penyelenggaraan Kenduri Swarnabhumi berlangsung mulai 12 Agustus dan berakhir pada 22 September 2022.
Selama penyelenggaraannya, Kenduri Swarnabhumi melibatkan kalangan yang fokus pada bidang budaya seperti arkeolog, peneliti, sejarawan, akademisi, budayawan, komunitas, dan mahasiswa.
Sejumlah kegiatan yang digelar sebagai rangkaian Kenduri Swarnabhumi adalah ekspedisi susur Sungai Batanghari, sekolah lapangan, pemugaran kawasan cagar budaya nasional Muara Jambi, 14 festival daerah, seminar dan temu wicara Peradaban DAS Batanghari.