Kampung Adat Miduana membuka diri, penghuninya keturunan Kerajaan Padjajaran

id Kampung Adat Miduana , keturunan Kerajaan Padjajaran,cianjur,kampung adat di jabar,padjajaran Oleh Ahmad Fikri

Kampung Adat Miduana membuka diri, penghuninya keturunan Kerajaan Padjajaran

Warga Kampung Adat Miduana di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Cianjur, Jawa Barat, sebagian besar hidup dari hasil pertanian termasuk padi. (ANTARA/Ahmad Fikri)

Mereka kemudian secara turun temurun beranak cicit hingga saat ini tetap memegang pikukuh karuhun dengan segala aturannya.
Cianjur, Jawa Barat (ANTARA) - Kampung Adat Miduana di Desa Naringgul, Cianjur, Jawa Barat, surga tersembunyi di selatan Cianjur dan berbatasan dengan Kabupaten Bandung akhirnya membuka diri untuk dikembangkan pemerintah daerah.

Asal muasal Kampung Adat Miduana yang terletak di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Cianjur, berasal dari kata Midua dalam artian terbagi dua karena berada diantara dua Sungai Cipandak, Cipandak hilir dan Cipandak girang yang kemudian bertemu menjadi Sungai Cipandak yang dikenal memiliki arus landai dan tidak curam.

Kampung ini pertama kali dibuka degan istilah Joglo Alas Roban yang dipimpin Eyang Jiwa Sadana, pertama kali hanya dihuni sembilan kepala keluarga termasuk Jiwa Sadana. Mereka kemudian secara turun temurun beranak cicit hingga saat ini tetap memegang pikukuh karuhun dengan segala aturannya.

Kedusunan Miduana masih berpegang teguh pada tradisi kesundaan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari terhampar dalam area 1.041 hektar persegi, meliputi 11 rukun tetangga atau RT, dan 4 rukun warga atau RW yang dihuni 280 kepala keluarga terdiri dari 557 laki-laki, 650 perempuan dengan total 1.207 jiwa.

Seluruh warga kampung adat tersebut mengandalkan penghidupan dari hasil pertanian, mereka menjalankan "tetekon" atau aturan tradisi tata kelola pertanian yang dijalankan secara turun temurun. Namun saat ini hanya sebagian kecil yang sudah memulai beralih ke sektor lain seperti berdagang dan membuka usaha kecil.

Kokolot atau sesepuh Kampung Adat Miduana Abah Yayat, mengatakan Desa Balegede tidak terlepas dari dari dua tokoh kembar yang merupakan pendiri Balegede, Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti. Keduanya merupakan keturunan dari Kerajaan Padjajaran yang mencari tempat pemukiman guna menghindari kemelut Kerajaan Sunda.

Sehingga Jagat Nata dan Jagat Niti berhasil mendirikan perkampungan baru dan membuat tempat perjumpaan atau pasamoan dengan koleganya dari berbagai wilayah dalam rumah besar bernama Balegede yang artinya tempat perjumpaan besar.

Selanjutnya Eyang Jagat Niti memiliki enak Eyang Jagat Sadana yang berhasil membuka kampung atau dusun Miduana yang tidak jauh dari Balegede, sehingga Jagat Sadana mendapat tempat spesial dari warganya sebagai pembuka hutan belantara atau leuweung peteng menjadi tempat tinggal secara matuh atau menetap.

Sampai saat ini, keturunan dari sesepuh kampung masih memegang teguh budaya yang ada secara turun temurun seperti Dongdonan Wali Salapan, Lanjaran Tatali Paranti, Mandi Kahuripan, Opatlasan Mulud, dan berbagai kesenian buhun yang masih diajarkan ke generasi muda.

Kesenian yang masih dipertahankan hingga saat ini seperti Wayang Gejlig, Nayuban dan Lais selain wayang golek, calung, rengkong, reog, tarawangsa, patun buhun dan lain-lain yang merupakan warisan dari para leluhur kampung.

Tidak hanya adat dan kesenian yang masih dipertahankan sejak dulu, di kampung adat juga terdapat sejumlah situs yang masih dijaga kelestarian dan keberadaanya seperti Batu Rompe yang diyakini sebagai sisa peninggalan ribuan tahun lampau berupa batu menhir yang sudah hancur berkeping-keping akibat bencana.
 
Warga Kampung Adat Miduana di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Cianjur, Jawa Barat, sebagian besar hidup dari hasil pertanian termasuk padi. ANTARA/Ahmad Fikri

 

Tidak jauh dari Batu Rompe terdapat situs Arca Cempa Larang Kabuyutan yang dipercaya warga sekitar sebagai peninggalan Kerajaan Sunda berusia lebih dari 2.000 tahun dan di Kampung Kubang Bodas terdapat Goa Ustrali atau Australi.

Selama ratusan tahun warga kampung adat yang tertutup dari kemajuan dan teknologi termasuk pemberitaan media ungkap Yayat, membuat pembangunan terhambat, tapi tidak untuk pendidikan karena banyak anak keturunan kampung adat yang sudah menempuh pendidikan hingga sarjana.

Selama ini juga anak keturunan menjaga agar kampung itu tidak banyak didatangi orang luar karena adat istiadatnya berbeda dengan luar kampung. Namun dengan adanya pembinaan dari Yayasan Lokatmala dan Pemkab Cianjur, semua warga siap untuk membuka diri.

Sedangkan terkait revitalisasi yang akan dilakukan, sebagai tokoh adat dan atas musyawarah dengan warga kampung menyatakan kesiapan untuk membuka diri terhadap pembangunan termasuk memperbaiki kembali sembilan suhunan atau rumah adat yang ada di pusat perkampungan.

Jadi Obyek Wisata Baru

Setelah terbuka-nya tokoh dan warga Kampung Adat Miduana untuk di revitalisasi, pemerintah daerah bersama Yayasan Lokatmala Indonesia, merumuskan sejumlah rencana guna mendukung pembangunan ulang rumah adat dengan mempertahankan adat istiadat yang sudah ada meski ke depan akan dijadikan obyek wisata andalan baru.

Keberadaan kampung adat sebagai pewaris, pelestari sekaligus pelaku aktif kearifan lokal, sangat potensial dalam mempertahankan identitas budaya serta membangun kesadaran akan keragaman budaya di Indonesia.

Sehingga dengan demikian kampung adat merupakan bagian dari kekayaan bangsa yang wajib dilestarikan, salah satu bentuk pelestariannya dengan cara melakukan revitalisasi yang sesuai dengan kerangka teoritis seperti intervensi fisik, rehabilitasi ekonomi, revitalisasi sosial atau institusional.

Tenaga Ahli Bupati Bidang Hubungan Masyarakat, Saep Lukman, mengatakan untuk merevitalisasi Kampung Adat Miduana di Kecamatan Naringgul, pihaknya bekerja sama dengan Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia untuk melakukan penelitian dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi.

Penelitian tersebut diharapkan dapat disusun menjadi sebuah kebijakan komprehensif dari pemegang kebijakan agar keunggulan budaya berbasis lokal seperti halnya Kampung Adat Miduana dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan warga dalam bingkai NKRI.

Revitalisasi dilakukan dengan kearifan lokal tanpa merubah tatanan dan letak perkampungan yang sudah ada. Sehingga ke depan keberadaan kampung adat ini dapat meningkatkan potensi dan kunjungan wisata ke Cianjur baik domestik dan mancanegara.

Seiring tingginya angka kunjungan, secara otomatis dapat meningkatkan perekonomian warga kampung adat dan warga sekitar kampung adat. Bahkan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Cianjur, segera melakukan revitalisasi kampung adat yang akan dilakukan di akhir tahun 2022.

Kepala Disparpora Cianjur, Pratama Nugraha, mengatakan revitalisasi rumah di kampung adat akan dilakukan setelah berkonsultasi ke kementerian terkait di pusat. Pihaknya menargetkan perbaikan awal dilakukan terhadap sembilan rumah adat yang sejak turun temurun ditempati tokoh kampung.

Disparpora Cianjur akan berkoordinasi dengan kementerian kebudayaan dan PUPR pusat, sebelum melakukan revitalisasi.  Tahap awal perbaikan dilakukan terhadap 9 rumah adat yang masih berdiri kokoh namun beberapa bagian rusak termakan usia.

Selanjutnya perbaikan lain segera dilakukan, sehingga saat dinobatkan sebagai kampung wisata atau obyek wisata unggulan di selatan Cianjur, keberadaan-nya sudah didukung dengan infrastruktur baik serta sarana dan prasarana penunjang layaknya kampung adat lain seperti Ciptagelar dan Baduy.

Ketika kampung adat yang selama ini tertutup dari kemajuan zaman dan teknologi akan dikembangkan menjadi destinasi wisata baru, seharusnya mendapatkan masukan dari warga kampung adat dan warga sekitar kampung adat, agar pengembangan dan target kunjungan wisata tidak membuat kelestarian alam terganggu.

Termasuk berbagai pembatasan dan larangan adat yang berlaku harus diterapkan bagi pengunjung yang akan datang ke kampung adat, sehingga target kunjungan wisatawan tidak merusak tatanan yang sudah ada dan dijaga secara sakral oleh warga kampung adat selama ini.

Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2022