Menakar sistem penjaringan atlet nasional

id sea games,dbon,menpora,zainudin amali,koi,koni Oleh Dolly Rosana

Menakar sistem penjaringan atlet nasional

Pelatih memasangkan perban elastis ke kaki atlet senam Indonesia Abiyu Rafi yang mengalami cedera setelah memainkan alat palang tunggal pada nomor all around SEA Games Vietnam 2021 di Quan Ngua Sport Complex, Hanoi, Vietnam, Jumat (13/5/2022). (ANTARA/Dolly Rosana/aa)

Ini karena negara belum memiliki desain olahraga olahraga dari hulu hingga ke hilir sehingga atlet yang ditemukan sebagian besar by accident (tanpa kesengajaan).
Palembang (ANTARA) - Indonesia menempati posisi terhormat pada SEA Games Vietnam 2021, 12-24 Mei 2022, dengan berada pada urutan ketiga dari total 11 negara peserta dalam klasemen akhir perolehan medali.

Capaian ini melampaui target dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hanya mengharapkan Kontingen Indonesia menyamai hasil pada SEA Games Filipina 2019 yakni finis pada urutan keempat.

Kerap disebut-sebut, keberhasilan ini tak lepas dari penerapan sistem baru dalam penentuan cabang olahraga dan nomor pertandingan yang akan diikutsertakan ke ajang dua tahunan itu.

Indonesia pun membentuk Tim Review berisikan utusan-utusan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) serta para pakar untuk menganalisis peluang seorang atlet meraih medali melalui pengamatan rekam jejak hingga melakukan serangkaian uji kebugaran.

Singkatnya, hanya atlet berpotensi meraih medali yang mendapatkan tiket berlaga di SEA Games, tak ada lagi yang berangkat untuk sekadar menambah jam terbang.

Walhasil, negara berpenduduk 270 juta jiwa ini hanya mengirimkan 499 atlet untuk terjun di 32 cabang olahraga dan 315 nomor pertandingan, atau hanya separuh dari kekuatan di SEA Games Filipina 2019.

Walau memangkas jumlah atlet, hasil yang diraih Indonesia justru mengejutkan. Dengan perolehan 69 emas, 91 perak dan 81 perunggu mampu finis pada urutan ketiga di bawah tuan rumah Vietnam dan Thailand yang menepati peringkat satu dan dua.

Kontingen Indonesia hanya gagal memenuhi harapan Kepala Negara dari sisi torehan medali emas yakni kurang dari 70 keping.

DBON

Prestasi Indonesia dalam pesta olahraga Asia Tenggara dua tahunan itu sempat menurun pada SEA Games 2015 dan SEA Games 2017 dengan berada di peringkat lima. Namun, pada SEA Games 2019 merangsek ke urutan empat.

Bicara prestasi olahraga, Presiden Jokowi meminta diterapkannya cara-cara baru dalam mencapai prestasi karena apa yang dilakukan selama usia Kemerdekaan RI tak kunjung menempatkan Indonesia di posisi sebenarnya.

Sebagai negara dengan jumlah populasi keempat terbanyak di dunia, ironis bagi Indonesia menelan fakta tak mampu bersuara banyak di pentas Olimpiade.

Ini karena negara belum memiliki desain olahraga olahraga dari hulu hingga ke hilir sehingga atlet yang ditemukan sebagian besar by accident (tanpa kesengajaan).

Pada peringatan Hari Olahraga Nasional ke-38, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). Keinginan negara ini juga diperkuat oleh UU Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Lantaran itu pula, Kemenpora sudah memutuskan bahwa ajang SEA Games sebatas target ‘perantara’ untuk menuju Olimpiade.

Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali mengatakan apa yang terjadi saat ini menunjukkan terjadi perkembangan yang menarik, yang mana dengan berkurangnya jumlah atlet justru prestasi menjadi lebih baik.

"Artinya kita menjalankan DBON dengan benar, karena semua yang dikirim ini di-review, tidak sekadar mengirim," kata dia.

Atas dasar capaian ini, Menpora menegaskan bahwa pemerintah pada SEA Games 2023 dan Asian Games akan jauh lebih ketat dalam pengiriman atlet.

Sekretaris Jenderal KOI Ferry J Kono yang juga menjabat Chef de Mission (CdM) kontingen Indonesia pada SEA Games Vietnam 2021 mengatakan hampir 90 persen hasil dari analisis Tim Review mendekati kebenaran di SEA Games kali ini.

"Terdapat 19 medali emas yang gagal didapatkan tapi terdapat 10 medali emas yang justru didapatkan, atau hanya berselisih 10 medali emas," kata dia.

Menurutnya, analisis ini sebenarnya akan lebih presisi andai Indonesia memiliki data atlet-atlet dari negara pesaing. Mengingat dalam tiga tahun terakhir terjadi kevakuman dikarenakan pandemi COVID-19 membuat Tim Review hanya memakai data rekam jejak dan uji kebugaran.

Namun ke depan, analisis akan jauh lebih baik karena Tim Review telah mengantongi data dari 3.000 atlet yang bertanding di SEA Games berdasarkan keikutsertaan Indonesia di SEA Games Vietnam.

Dalam pesta olahraga Asia Tenggara edisi ke-31 ini, sebanyak empat cabang olahraga menjadi juara umum, dayung/kano/kayak, menembak, panahan, dan voli. Adapun cabang olahraga tidak berhasil menyumbang medali, yakni anggar.

Halaman selanjutnya: Medali dari cabang...
Menpora Zainudin Amali memotivasi Tim Basket Putri Indonesia disela-sela laga melawan Singapura pada SEA Games 2021 di Thanh Try Gymnasium, Hanoi, Vietnam, Minggu (22/5/22). (ANTARA/Dolly Rosana/am)


Medali dari cabang olahraga DBON dipersembahkan Bulutangkis: 2 emas, 2 perak, 1 perunggu, Angkat Besi: 3 emas, 3 perak, 4 perunggu, Panahan: 5 emas, 1 perak, Menembak: 8 emas, 6 perak, 2 perunggu, Wushu: 3 emas, 9 perak, 3 perunggu, Karate: 4 emas, 8 perak, 2 perunggu.

Kemudian, Taekwondo: 1 emas, 2 perak, 9 perunggu, Balap Sepeda: 3 emas, 4 perak, 1 perunggu, Atletik: 2 emas, 5 perak, 4 perunggu, Renang: 2 emas, 3 perak, 10 perunggu, Dayung/Kano/Kayak: 14 emas, 14 perak, 9 perunggu 12. Senam: 2 emas, 1 perunggu, Pencak Silat: 1 emas, 5 perak, 3 perunggu, Senam artistik : 2 emas, 1 perunggu.

Sedangkan medali dari cabang olahraga Non-DBON, Basket: 1 emas, 1 perak, 1 perunggu, Sepak Bola: 1 perunggu, Bola Voli: 2 emas, 1 perak, 1 perunggu, Futsal: 1 perak, Tenis: 1 emas, 1 perak, 2 perunggu, Bowling: 1 emas, 1 perak, 2 perunggu, Tinju: 1 emas, 3 perak, 1 perunggu, Catur: 3 emas, 4 perak, 4 perunggu, Esports: 2 emas, 3 perak, 1 perunggu, Golf: 1 perak, 1 perunggu, Judo: 1 emas, 1 perak, 4 perunggu, Jujitsu: 2 perunggu, Kickboxing: 2 emas, 1 perak, 1 perunggu, Takraw: 1 emas, 1 perak, 1 perunggu, Triathlon: 2 perak, 3 perunggu, Vovinam: 1 emas, 5 perunggu, Gulat: 2 perak, 1 perunggu, Selam/Finswimming: 3 emas, 6 perak, 3 perunggu dan anggar: tidak mendapatkan medali.

Nasib atlet

Dengan pola baru ini, SEA Games Vietnam menjadi sangat berbeda. Semua atlet yang diberangkatkan ‘dibebankan’ raihan medali.

Ajang multi cabang olahraga paling bergengsi di kawasan Asia Tenggara ini pun menjadi tak mudah, bukan hanya bagi atlet debutan tapi juga atlet berpengalaman, sebut saja, pesenam muda Indonesia berusia 20 tahun, Abiyu Rafi.

Saat tampil pada nomor all around di Quan Ngua Sport Complex, Hanoi, Vietnam, Jumat (13/5), peraih medali emas PON Papua 2020 bisa dikatakan berperforma buruk.

Tak ada satu pun alat yang diselesaikannya dengan baik, malahan di nomor terakhir kuda pelana, ia tak sanggup menuntaskan penampilannya karena kadung sudah cedera saat tampil pada alat palang tunggal.

"Ini SEA Games pertamanya, tapi dia tahu sudah dibebani target medali. Jadi memang dia tidak enjoy sepanjang pertandingan," kata Pelatih Timnas Senam Indonesia Indra Sabarani.

Demikian juga halnya bagi pesilat andalan Indonesia peraih medali emas Asian Games 2018, Puspa Arum Sari.

Pesilat yang sempat digadang-gadang bakal meraih medali emas pertama Indonesia pada SEA Games Vietnam harus puas pada urutan kedua setelah dikalahkan atlet tuan rumah pada nomor seni tunggal putri.

Puspa yang disebut sebagai pesilat terbaik di Asia untuk nomor seni justru menelan pil pahit di pentas yang kastanya jauh lebih rendah dari Asian Games. "Memang ada beban, tapi saya optimis saja dan menilai hal itu tidak akan terjadi (kemenangan atlet tuan rumah), tapi kenyataannya terjadi," kata dia.

Lain pula dengan atlet senam ritmik Sutjiati Kelanaritma Narendra, yang justru gagal berangkat ke SEA Games.

Mantan anggota pasukan elit atlet senam Amerika Serikat (AS) yang lahir di New York City dari ibu berwarga negara AS dan ayah berdarah Indonesia ini, yang juga peraih dua emas PON Papua ini, mengaku sedih karena dirinya tidak berangkatkan karena ketidakadaan biaya.

Ia pun harus menerima kenyataan bahwa cabang senam ritmik tak masuk dalam daftar prioritas Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).

Berbeda pula dengan kisah cabang olahraga futsal, yang mana nyaris tak diberangkatkan ke SEA Games karena dianggap tak berpotensi meraih emas, kemudian belakangan mendapatkan tiket lantaran menjadi runner-up Piala AFF. Futsal Indonesia pun membuktikan dapat meraih perak di Vietnam.

Terlepas dari klaim dari berbagai pihak yang menilai bahwa sistem baru ini sudah baik, tapi penting kiranya menyimak pendapat dari Manajer Tim Nasional Bola Voli Putra Loudry Maspaitella yang juga Ketua Seleksi Atlet Nasional Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI).

"Sebenarnya yang paling memahami peta kekuatan cabang olahraga itu, ya Pengurus Besar. Tapi sayangnya, terkadang mereka tidak memiliki data Litbang yang kuat karena ada juga PB yang tidak aktif," kata dia.

Lantaran itu, ketika diadu dengan data yang dimiliki Tim Review maka dipastikan kalah. "Tim review ini kadang nawarnya itu seperti nawar cabai jadi susah kaminya. Keberhasilan ini takutnya jadi ukuran KOI bahwa dia sukses, padahal dalam proses ini banyak juga yang makan hati (atlet dan pelatih)," kata dia.

Tak mudah untuk mengadopsi sistem baru, dibutuhkan kesabaran dan kesadaran tinggi dari berbagai pihak untuk mengedepankan kepentingan negara di atas segalanya.

Tetap penting untuk menempatkan atlet sebagai aktor utamanya karena muara dari prestasi tak hanya mengharumkan nama bangsa tapi juga mencetak generasi andal.

Ada baiknya, mulai menyadarkan atlet, pelatih, dan pengurus olahraga bahwa kesempatan kini tak hanya di ajang multievent SEA Games tapi juga di ajang single event seperti Kejuaraan Asia dan Kejuaraan Dunia yang jauh lebih terbuka.