Cerita mantan napi teroris rindu membangun Poso

id teroris poso,sulawesi tengah,Eks napiter

Cerita mantan napi teroris rindu membangun Poso

Mulyadi, Eks Napiter Poso, saat ini berwirausaha dengan membuka Depot Air Minum Isi Ulang, di rumahnya, Desa Masamba, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Foto : ANTARA/ (Kristina Natalia)

Kami juga berharap teman-teman di gunung turun dan mending kita bangun keluarga dan ekonomi di Poso dari pada harus lari sana lari sini dan tidak jelas apa yang kita perjuangkan

Kabupaten Poso (ANTARA) - 11 Oktober 2021 sejumlah mantan narapidana terorisme di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, berkumpul di tempat wisata Lyato Beach.

Mereka menghadiri undangan silaturahmi Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Polisi Rudy Sufahriadi bertajuk ‘merajut persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)’.

Ada 23 mantan napiter Poso yang hadir dalam kegiatan itu. Undangan silaturahmi itu juga menjadi hari spesial bagi para mantan napiter, karena mereka bersama-sama dan satu suara ikrarkan setia kepada NKRI di bawah bendera merah putih dan di hadapan Kapolda Sulawesi Tengah.

Ikrarkan setia kepada NKRI baru dilakukan hari itu setelah bertahun tahun dinyatakan bebas dari penjara. Moment itu pun direkam media dan semua tamu undangan yang hadir.

Beberapa mantan napiter juga berbagi kisah dan cerita usai menjalani masa hukuman dan memulai kehidupan baru di lingkungan masyarakat.

Supriadi alias Upik Pagar, satu dari 23 mantan napiter Poso yang menunjukkan keberhasilannya membuka usaha setelah menjalani masa hukuman.

Upik mulai melakukan aksi teror 2007 dan berhasil ditangkap polisi. Setelah bebas ia merasa tidak puas dan kembali melakukan teror hingga ia harus menjalani proses hukuman sebanyak tiga kali ditangkap karena kasus yang sama.

Setelah bebas 2018, Upik bingung mau memulai kehidupan di tengah-tengah masyarakat hingga akhirnya ia mendapat tawaran dari Kapolres Poso yang kala itu dipimpin AKBP Bogiek Sugiyarto.

Kata Upik, pada saat itu ia dan empat rekan mantan napiter Poso memilih usaha ayam petelur dengan modal awal 500 ekor ayam per orang. Lokasinya berada di Desa Tobalu, Kecamatan Poso Pesisir.

“Sekarang sudah ada 2.000 ekor ayam per orang. Usaha ayam petelur ini dikelola kami berlima yang semuanya mantan napiter Poso,” cerita Upik.

Sayangnya usaha ayam petelur yang dijalankan Upik dan empat rekannya tak mulus di masa pandemi COVID-19. Omsetnya anjlok hingga 50 persen, bahkan sudah hampir tiga bulan ini mereka tidak mendapatkan apa-apa dari hasil usaha tersebut.

Upik berpikir akan berhenti usaha ayam petelur jika omset penjualan terus menurun, apalagi ada lima karyawan yang harus dibayarkan gajinya untuk membantu jalannya usaha ayam petelur yang dikelolah lima mantan napiter Poso.

Baca juga: TNI/Polri persuasif ke simpatisan teroris Poso

“Malah kita nombok per orang keluarkan uang Rp250 ribu. Belum lagi pakan ayam mahal dan masalah saingan dengan telur ayam yang berasal dari Sulawesi Selatan yang dijual lebih murah,” kata Upik.

Upik dan empat temanya berharap kepada pemerintah segera mencarikan solusi agar usaha ayam petelurnya tidak gulung tikar. Ia berkeinginan melalui usaha para mantan napiter, akan membuktikan bahwa Poso sudah aman, maju dan masyarakat tidak memandang sebelah mata para mantan napiter yang sudah bebas.

“Kami juga berharap teman-teman di gunung turun dan mending kita bangun keluarga dan ekonomi di Poso dari pada harus lari sana lari sini dan tidak jelas apa yang kita perjuangkan. Sampai kapan, merugikan banyak orang juga dan keamanan Poso jadi tidak stabil,” harap Upik.

Tak hanya Upik dan empat mantan napiter pengusaha ayam petelur, kisah mengawali kehidupan baru setelah menjalani proses hukuman juga dialami Mulyadi.

Setelah menjalani masa hukuman selama tiga tahun di Lapas Kelas II A Palu, Mulyadi dinyatakan bebas pada 2018 dan langsung dijemput Kapolres Poso yang pada waktu itu juga masih dipimpin AKBP Bogiek Sugiyarto. Usai diantar pulang ke rumah, Mulyadi pun langsung ditawarkan usaha depot air minum isi ulang dengan modal seadanya dibantu sebuah sepeda motor untuk pengantaran.

Tepat 10 Mei 2018, usaha Mulyadi resmi beroperasi dengan nama depot air minum Khoirunnisa, di rumahnya Desa Masamba, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso.

“Alhamdulillah.. Awalnya usaha masih kecil dari hanya menggunakan sepada motor, terus dibantu kaisar roda tiga. Allah berikan rejeki sampai usaha ini bertahan sampai sekarang,” ucap Mulyadi.

Dari usahanya itu, Mulyadi sudah bisa membangun rumah pribadi dan membeli dua buah mobil pick up yang digunakan untuk mengantar pesanan air minum hingga di daerah Poso Kota. Dalam sehari, Mulyadi dibantu karyawannya akan mengantarkan 200 galon air minum.

“Saya pasarkan sampai di Poso Kota dan jualnya Rp4.000 sampai Rp5.000 per galon,” sebut Mulyadi.

Di masa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di bawah kepemimpinan Santoso alias Abu Wardah, Mulyadi ditangkap di rumahnya bersama tiga rekannya di Desa Masamba pada tahun 2015. Mereka terbukti terlibat dalam kasus tindak pidana terorisme dan Mulyadi bertugas sebagai orang yang mengirim senjata.

Mulyadi sempat bingung akan memulai kehidupan usai menjalani proses hukuman selama tiga tahun. Ia juga ragu apakah masyarakat akan menerimanya lagi atau tidak.

“Alhamdulillah masyarakat terima saya dan dukung saya untuk usaha ini,” tuturnya.

Mulyadi berharap empat teman-temannya yang masih berada di atas gunung agar menyerahkan diri dan bersama-sama membangun Poso lebih baik lagi.

“Saya tau mereka itu orang jujur dan ikhlas. Cuman disamping itu ada orang-orang yang mengambil peran dan memanfaatkan situasi untuk menjadikan suasana Poso jadi keruh,” kata Mulyadi.


Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen Pol Rudy Sufahriadi memberikan tali asih kepada sejumlah mantan narapidana teroris Poso. Foto : ANTARA/ (Kristina Natalia)

Pembinaan khusus mantan Napiter
Keberhasilan usaha Mulyadi diakui Kepala desa Masamba, Ambo Sakka. Menurutnya, Mulyadi patut jadi contoh karena berhasil memulai kehidupan baru setelah bebas dari penjara.

Di Desa Masamba ada empat orang yang ditangkap di waktu yang bersamaan dan ke empatnya sudah bebas dan menjalani kehidupan seperti masyarakat pada umumnya. Tak hanya Mulyadi, tiga warga lainnya juga diberi bantuan usaha pertanian, peternakan dan penjualan bahan bakar minyak.

“Semuanya jalan, mereka juga sudah berkeluarga dan sudah memiliki anak. Artinya benar-benar mereka berhasil setelah dapat bantuan itu,” ucap Ambo.

Baca juga: Operasi pengejaran teroris Poso diperpanjang hingga akhir Desember

Selain mendapat bantuan, empat mantan napiter juga diberi pembinaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang melibatkan TNI/Polri dan pemerintah desa. Pembinaan yang dimaksudkan yakni berupa ajaran kebenaran soal NKRI, agama, menjaga keluarga dan hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.

“Pendampingan masih terus dilakukan sampai sekaranh dan koordinasinya sejauh ini bagus. Setahun sekali mereka datangi langsung untuk melihat perkembangan, memberi bantuan termasuk bantuan usaha,” jelas Ambo.

Terkait pembinaan ini, Kepala Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah, Muh Nur Sangadji mengatakan, selama ini BNPT melalui FKPT tak hanya membina mantan napiter melainkan juga masyarakat biasa, khususnya anak muda. Kegiatan FKPT di beberapa daerah di Sulawesi Tengah diharapkan dapat menangkal serangan paham-paham radikalisme.
“Ada pendampingan langsung dan ada juga melalui kegiatan-kegiatan edukasi lainnya,” terangnya.

Pengejaran sisa DPO MIT Poso
Pasca tewasnya Pimpinan MIT Poso, Ali Kalora alias Ahmad Ali dan anak buahnya Jaka Ramadan, kini DPO tersisa empat orang. Mereka adalah Aksar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Mukhlas, Rukli dan Suhardin alias Hasan Pranata.

Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Polisi Rudy Sufahriadi berharap puluhan mantan napiter di Poso diharapkan bisa berkomunikasi dengan empat DPO agar segera menyerahkan diri dan segera menjalani proses hukum.

Saat ini operasi Madago Raya diperketat dengan penjagaan di pos-pos sekat untuk menjaga masyarakat yang beraktivitas di perkebunan yang jauh dari pemukiman penduduk. Selain itu satgas Madago Raya juga melakukan pendekatan dengan warga yang diduga masih membantu memenuhi kebutuhan makanan ke empat DPO.

Menurut Rudy, puluhan mantan napiter yang sudah membuka usaha di Poso bisa menjadi contoh untuk DPO lainnya yang masih bertahan di atas gunung. Keberhasilan para mantan napiter ini membuktikan bahwa pemerintah dan TNI/Polri bersahabat dengan semua masyarakat meskipun dia adalah mantan napiter.

“Kita urus semua dan kita harap bisa menjadi contoh untuk yang lainnya bahwa mereka ini diterima dilingkungan masyarakat dan bisa berkreativitas dan memajukan daerah,” harap Rudy.
Baca juga: Panglima TNI tutup akses teroris Poso
Baca juga: Tiga jenderal tentara dan polisi turun tangan ikut kejar DPO Poso