Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta penghapusan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari batu bara dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT) bukan sekadar wacana, namun harus diwujudkan.
"Niat tersebut sudah harus tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, yang sampai hari ini belum diterbitkan," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Mulyanto mengatakan Fraksi PKS setuju dengan catatan, pemerintah menghapus secara bertahap rencana pembangunan pembangkit listrik batu bara ini dari RUPTL.
Hal ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang menargetkan energi dari sumber EBT sebesar 23 persen dari bauran energi pada 2025.
"Kita setuju itu, namun bukan tanpa catatan," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah tambah pembangkit listrik hingga 41 ribu megawatt
Baca juga: Menko Luhut: RI ingin serius kembangkan ekonomi biru
Menurut Mulyanto, penghapusan pembangkit batu bara dan pencapaian EBT yang semakin tinggi itu haruslah tidak menjadi alasan bagi kenaikan tarif listrik (TDL).
Selain itu, ujarnya, penghapusan pembangunan PLTU secara bertahap itu juga jangan sampai membebani PT PLN (Persero) dengan mendorong mekanisme harga EBT yang lebih kompetitif dan sehat.
Mulyanto mengatakan saat ini, PLN menemui kendala dalam upaya mengejar target porsi bauran EBT 23 persen.
Apalagi, lanjutnya, mayoritas kontrak dengan pengembang swasta (independent power producer/IPP) dan pihak ketiga lainnya menggunakan asumsi pertumbuhan listrik yang tinggi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah menjamin perencanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan mengedepankan pembangkit EBT.
"Kami menargetkan dalam 10 tahun ini termasuk 2021, kurang lebih ada 41 ribu megawatt tambahan pembangkit," kata Rida.
Khusus tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 8.915 MW yang terdiri atas batu bara mulut tambang 4.688 MW, gas 3.467 MW, diesel 22 MW, dan EBT 737 MW dari air, panas bumi, biohibrid, dan matahari.
Rida menambahkan dari 41 ribu MW itu, sebanyak 34.528 MW telah selesai didiskusikan dengan PLN, sementara 6.439 MW masih dalam tahap diskusi lanjutan.
Dalam penyusunan RUPTL satu dekade ke depan itu, pemerintah masih mengedepankan pembangunan pembangkit fosil ketimbang EBT dengan komposisi 52 persen berbanding 48 persen.
Berita Terkait
Kemenkumham Sumsel kawal pengajuan paten cangkang sawit sebagai EBT
Jumat, 29 Maret 2024 11:41 Wib
PLTP Lumut Balai II Muara Enim ditarget rampung akhir 2024
Sabtu, 2 Maret 2024 14:38 Wib
Sumsel pacu energi terbarukan kurangi ketergantungan ke fosil
Rabu, 28 Februari 2024 15:44 Wib
Aprobi: Pengembangan biodisel Indonesia paling maju di dunia
Rabu, 28 Februari 2024 11:02 Wib
PTBA raih penghargaan IGA atas pengembangan EBT& keanekaragaman hayati
Senin, 22 Januari 2024 14:07 Wib
Kilang Pertamina Plaju Palembang gandeng mahasiswa kembangkan EBT
Rabu, 29 November 2023 21:29 Wib
Dorong inovasi pemanfaatan Batu Bara dan EBT, Bukit Asam gandeng BRIN
Selasa, 3 Oktober 2023 12:31 Wib
PLN batalkan kontrak pembelian PLTU 1,3 gigawatt
Senin, 11 September 2023 15:31 Wib