Palembang (ANTARA) - Pembentukan unit pengolahan dan pemasaran kelapa (UPPK) di Sumatera Selatan terkendala payung hukum sehingga sampai saat ini belum dapat terealisasi sejak direncanakan pada Maret 2020.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil (P2HP) Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian di Palembang, Kamis, mengatakan belum adanya payung hukum baik Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) maupun Pergub membuat pemerintah daerah di wilayah penghasil kelapa khususnya Kabupaten Banyuasin enggan membentuk UPPK.
"Kami mendorong kabupaten segera bergerak membentuk UPPK walau belum ada payung hukumnya, yang penting ada wadahnya dulu baru payung hukum menyusul," ujarnya.
Menurut dia pembentukan UPPK perlu segera untuk memancing kesadaran para petani kelapa agar mau mendapatkan selisih harga yang lebih menguntungkan dampak terpangkasnya mata rantai pemasaran sehingga tidak lagi melalui perantara.
Selisih penjualan kelapa ke UPPK bisa mencapai Rp100-Rp200 perbutir dibandingkan ke perantara, kata dia, sehingga petani dapat mengambil keuntungan hingga Rp1 juta untuk setiap penjualan 5.000 butir kelapa.
"Nilai Rp1 juta ini seandainya dibelikan beras maka cukup untuk memenuhi kebutuhan, kalau dijual di luar UPPK Rp1 juta ini tidak akan didapat petani, mindset ini yang ingin kami tumbuhkan ke petani," tambahnya.
Pembentukan UPPK juga lebih menguntungkan karena para petani akan mendapat fasilitas gudang dan akses pemasaran seperti komoditas karet yang telah memiliki unit pengolahan dan pemasaran bokar (UPPB).
Namun mindset tersebut akan sulit diedukasi jika petani kelapa belum melihat secara langsung bentuk dan pola pemasaran di UPPK.
Pembentukan UPPK direncanakan sebanyak 10 unit untuk tahap pertama di Kabupaten Banyuasin dengan prakiraan biaya pembangunan mencapai Rp500 juta perunitnya, ia berharap pemerintah setempat dapat merealisasikannya pada 2021.
"Potensi UPPK ini luar biasa, para petani bahkan bisa menjual sendiri kelapa ke Jakarta, pemerintah juga terus mencari pihak-pihak yang mau kerja sama untuk penyerapan hasil kelapa, jadi tidak lagi bergantung ke ekspor," kata Rudi menjelaskan.
Selain itu keberadaan petani kelapa kalangan milenial yang lebih banyak dibandingkan petani karet di Sumsel dinilainya memberikan keuntungan tersendiri, sebab pengembangan komoditas kelapa akan lebih berpeluang menghasilkan produk-produk turunan dalam jumlah besar seperti minyak kelapa hingga arang jika UPPK sudah beroperasi.
Data Disbun Sumsel 2019 mencatat terdapat 165.000 petani kelapa dengan produksi mencapai 57.570 ton kopra dan mayoritas berada di Kabupaten Banyuasin.
