PDIP minta rancangan hukum poligami tidak terburu-buru disahkan

id Aceh,PDIP,raqan poligami,Pemerintah Aceh,DPR Aceh

PDIP minta rancangan hukum poligami tidak terburu-buru disahkan

Wakil Ketua Bidang Ekonomi Kreatif DPD PDI Perjuangan Aceh Yunia Shofiasti. Antara Aceh/Dok PDIP Aceh

Banda Aceh (ANTARA) - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) rancangan qanun atau raqan hukum keluarga yang juga mengatur soal legalitas poligami tidak terburu-buru disahkan menjadi qanun atau peraturan daerah.

"Kami berharap Pemerintah Aceh dan DPR Aceh tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan terhadap ragan hukum keluarga ini," kata Wakil Ketua PDIP Aceh Yunia Shofiasti di Banda Aceh, Senin.

Menurut dia, dalam rancangan qanun tersebut, khususnya pasal 46, mengatur poligami atau suami miliki istri lebih dari satu. Poligami ini akan mempunyai dampak yang luas terhadap keluarga, terutama perempuan sebagai istri.




Dalam rancangan qanun, lanjut dia, disebutkan syarat poligami memiliki kemampuan lahiriah. Syarat ini juga perlu dikaji untuk suami yang bekerja di sektor informal.

Mereka yang bekerja di sektor informal seperti pedagang, petani, nelayan dan lainnya. Siapa atau lembaga apa yang diberi kewenangan menetapkan mereka bekerja di sektor informal, kata Yunia Shofiasti.

"Pertanyaan yang sama untuk syarat kemampuan batiniah. Siapa atau lembaga apa yang menilai seseorang mampu berpoligami. Serta apa indikator kemampuannya. Ini perlu juga diatur dalam qanun," ujar Yunia Shofiasti.

Yunia menambahkan, kalau memang qanun dikatakan untuk melindungi perempuan, justru pemerintah dengan sendiri akan memboroskan anggaran untuk memenuhi seorang aparatur yang berpoligami.

"Anggaran ini dikeluarkan untuk istri-istri dan anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan poligami guna memenuhi hak dan keadilan yang sama," ungkap Yunia Shofiasti.

Oleh karena itu, sebut politisi PDIP Aceh tersebut, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh harus menjelaskan secara detail ke publik rancangan qanun hukum keluarga, terutama mengatur poligami sebelum menetapkannya menjadi qanun.

"Kami berharap, Pemerintah Aceh sebagai pengusul rancangan qanun harus mempertimbangkan lagi. Masih banyak soal lain yang lebih penting dari hal ini seperti kemiskinan, investasi dan pembukaan lapangan kerja yang jelas-jelas saat ini sangat membutuhkan perhatian," pungkas Yunia Shofiasti.