Kemenkes hentikan imunisasi MR di sekolah
Tanjungpinang (ANTARA News Sumsel) - Kementerian Kesehatan menghentikan imunisasi Measles Rubella (MR) gratis di sekolah, termasuk di Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 2019.
Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, Imunisasi MR mulai tahun ini menjadi program yang hanya dilaksanakan di Puskesmas, dengan target anak-anak usia sebelum sekolah.
Sementara untuk pihak sekolah yang ingin melaksanakan Imunisasi MR dapat berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, namun dikenakan biaya.
"Program Imunisasi MR di sekolah tidak diperpanjang. Sekarang program itu dilaksanakan di puskesmas-puskesmas," ujarnya.
Tjetjep mengatakan Imunisasi MR di sekolah-sekolah tahun 2018 tidak berjalan maksimal karena mengalami berbagai hambatan. Kendala utama yang ditemukan, belum ditemukan Vaksin MR yang halal.
Ketidakpercayaan masyarakat, terutama umat Islam menyebabkan persentase Imunisasi MR di sekolah tergolong kecil. Dari 680 ribu warga berusia 9 bulan-15 tahun, hanya 61 persen yang diimunisasi MR. Hal itu yang menyebabkan Kepri sebagau peringkat keenam terendah capaian Imunisasi MR. Padahal berbagai upaya sudah dilakukan, seperti sosialisasi ke berbagai pihak, dan penyebaran fatwah MUI yang membolehkan penggunaan Imunisasi MR sebelum ditemukan vaksin yang halal.
"Sejak awal petugas kami mengalami hambatan dalam melakukan imunisasi di sejumlah sekolah. Berbagai upaya pula dilakukan untuk memberi pemahaman kepada pihak sekolah demi masa depan anak-anak," ujarnya.
"Di pikiran kami bagaimana menyelamatkan generasi muda dari serangan virus campak dan rubella. Imunisasi MR merupakan solusinya, sehingga petugas tetap bersemangat melaksanakan tugasnya, meski kerap ditolak pihak sekolah," tambahnya.
Ia mengingatkan masyarakat bahwa campak dan rubella bukan penyakit yang mudah diobati, karena itu perlu diwaspadai dan diantisipasi sebelum menyebar luas. "Lebih baik mencegah daripada mengobati," ujarnya.
Ia menjelaskan Kepri merupakan wilayah ini potensial ditetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat penularan campak dan rubella yang meluas.
Indikator penyakit campak dan rubella mudah menyebar luas dapat dilihat dari jumlah penderitanya, letak geografis Kepri dan jumlah warga yang sudah diberi vaksin MR. Data tahun 2018, jumlah warga Kepri yang terinfeksi rubella sebanyak 114 orang, sedangkan campak mencapai 170 orang. Jumlah penderita campak dan rubella itu diperkirakan lebih dari itu jika dihitung dengan penderita yang tinggal di pulau-pulau.
"Kita semua tentu tidak menginginkannya, tetapi kondisi sekarang membuahkan hasil analisis kesehatan yang memungkinkan terjadi KLB jika tidak segera diantisipasi," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, Imunisasi MR mulai tahun ini menjadi program yang hanya dilaksanakan di Puskesmas, dengan target anak-anak usia sebelum sekolah.
Sementara untuk pihak sekolah yang ingin melaksanakan Imunisasi MR dapat berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, namun dikenakan biaya.
"Program Imunisasi MR di sekolah tidak diperpanjang. Sekarang program itu dilaksanakan di puskesmas-puskesmas," ujarnya.
Tjetjep mengatakan Imunisasi MR di sekolah-sekolah tahun 2018 tidak berjalan maksimal karena mengalami berbagai hambatan. Kendala utama yang ditemukan, belum ditemukan Vaksin MR yang halal.
Ketidakpercayaan masyarakat, terutama umat Islam menyebabkan persentase Imunisasi MR di sekolah tergolong kecil. Dari 680 ribu warga berusia 9 bulan-15 tahun, hanya 61 persen yang diimunisasi MR. Hal itu yang menyebabkan Kepri sebagau peringkat keenam terendah capaian Imunisasi MR. Padahal berbagai upaya sudah dilakukan, seperti sosialisasi ke berbagai pihak, dan penyebaran fatwah MUI yang membolehkan penggunaan Imunisasi MR sebelum ditemukan vaksin yang halal.
"Sejak awal petugas kami mengalami hambatan dalam melakukan imunisasi di sejumlah sekolah. Berbagai upaya pula dilakukan untuk memberi pemahaman kepada pihak sekolah demi masa depan anak-anak," ujarnya.
"Di pikiran kami bagaimana menyelamatkan generasi muda dari serangan virus campak dan rubella. Imunisasi MR merupakan solusinya, sehingga petugas tetap bersemangat melaksanakan tugasnya, meski kerap ditolak pihak sekolah," tambahnya.
Ia mengingatkan masyarakat bahwa campak dan rubella bukan penyakit yang mudah diobati, karena itu perlu diwaspadai dan diantisipasi sebelum menyebar luas. "Lebih baik mencegah daripada mengobati," ujarnya.
Ia menjelaskan Kepri merupakan wilayah ini potensial ditetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat penularan campak dan rubella yang meluas.
Indikator penyakit campak dan rubella mudah menyebar luas dapat dilihat dari jumlah penderitanya, letak geografis Kepri dan jumlah warga yang sudah diberi vaksin MR. Data tahun 2018, jumlah warga Kepri yang terinfeksi rubella sebanyak 114 orang, sedangkan campak mencapai 170 orang. Jumlah penderita campak dan rubella itu diperkirakan lebih dari itu jika dihitung dengan penderita yang tinggal di pulau-pulau.
"Kita semua tentu tidak menginginkannya, tetapi kondisi sekarang membuahkan hasil analisis kesehatan yang memungkinkan terjadi KLB jika tidak segera diantisipasi," ujarnya.