Beri keterangan berbelit-belit, Darwin AH divonis lebih berat

id vonis, sidang, korupsi, suap, pemkab musi banyuasin, islan hanura, aidil fitri, darwin ah, riamon iskandar

Beri keterangan berbelit-belit, Darwin AH divonis lebih berat

Terdakwa Darwin AH menyangkal telah menerima suap pada saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor, Palembang, Rabu (13/4). (Foto Antarasumsel.com/16/Nova Wahyudi)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Terdakwa penerima suap yang merupakan wakil pimpinan DPRD Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Darwin AH divonis hakim lebih berat dari tiga rekannya karena bersikap tidak jujur dan memberikan keterangan berbelit-belit selama persidangan.

Ketua Majelis Hakim Pharlas Nababan dalam pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa, menyebutkan, salah satu pertimbangan hakim yang memberatkan yakni sikap dari terdakwa Darwin AH yang tidak pernah mengakui perbuatan dan tidak mengembalikan uang hasil kejahatan ke negara.

"Terdakwa kedua, Darwin AH memberikan keterangan berbelit-belit sehingga majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama enam tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurangan," kata Pharlas dengan didampingi hakim anggota, Junaidah dan Elliwarti.

Vonis yang diberikan majelis hakim ini lebih ringan satu tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara tiga rekan Darwin, yakni Riamon Iskandar (ketua), Islan Hanura, dan Aidil Fitri divonis hakim hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp200 juta subsider tiga bukan kurangan.

Darwin yang dijumpai seusai persidangan mengatakan memilih pikir-pikir atas putusan majelis hakim tersebut yakni terkait sikap apakah dirinya akan banding atau menerima vonis tersebut.

"Semua sudah jelas dipersidangan, saya pikir-pikir dulu. Semua saya serahkan ke Tuhan," kata Darwin yang diwawancarai seusai persidangan.

Sejak awal Darwin kukuh tidak mengakui bahwa dirinya telah menerima suap dari Pemkab Musi Banyuasin untuk memuluskan pengesahan RAPBD dan LKPJ bupati Pahri Azhari.

Meski sejumlah keterangan saksi dan rekaman pembicaraan antara dirinya dengan penghubung dari eksekutif (Samsuddin Fei dan Faisyar) diperdengarkan di persidangan, politisi PDI-P ini tetap saja tidak mengakui perbuatannya.

Tim JPU KPK juga berupaya membungkam Darwin dengan memutarkan rekaman pembicaaan pada satu hari sebelum operasi tangkap tangan KPK yang berisi percakapan Darwin ke Samsuddin Fei untuk memastikan apakah penyerahan uang akan dilakukan pada keesokkan harinya.

Ia juga membantah bahwa uang yang diberikan pihak eksekutif tersebut diterima oleh istri pertamanya Miskana (keterangan supir Ketua Fraksi PDI-P Bambang Karyanto), dan dirinya sendiri saat berada di Hotel Swarna Dwipa bersama tiga pimpinan DPRD lainnya (keterangan Bambang Karyanto)

"Semua pembicaraan itu terkait dengan keinginan saya meminjam uang ke Samsuddin Fei," kata Darwin dalam persidangan sebelumnya.

Penyidik KPK menetapkan keempat pimpinan DPRD ini sebagai tersangka atas pengembangan dari operasi tangkap tangan (ott) di kediaman Ketua Fraksi PDI-P Bambang Karyanto pada 19 Juni 2015.

Dalam ott tersebut, KPK mengamankan uang sebesar Rp 2,56 miliar di dalam tas besar merah maron serta empat orang tersangka yaitu Bambang Karyanto, Adam Munandar (keduanya anggota DPRD Muba), Syamsudin Fei (Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), dan Faysar (Kepala Bappeda).

Dalam persidangan terungkap bahwa empat pimpinan DRPD ini menerima masing-masing Rp100 juta pada setoran pertama, dan Rp50 juta pada setoran kedua. Sementara untuk setoran ketiga terkena ott KPK.

Pengadilan Tipikor sudah menjatuhkan vonis bagi 10 orang terkait kasus ini yakni Bambang Karyanto, Adam Munandar, Samsuddin Fei, Faisyar, Pahri Azhari, Lucianty, dan empat orang pimpinan DPRD.