KPK memeriksa Hilmi Aminuddin terkait kasus daging sapi

id kpk, periksa, hilmi, kaus daging sapi, impor daging

KPK memeriksa Hilmi Aminuddin terkait kasus daging sapi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

...Kalau pemeriksaan yang lalu saya ditanya tentang tindak pidana korupsi, kalau tadi masalah tindak pidana pencucian uang...
Jakarta (ANTARA Sumsel)  - Penyidik KPK memeriksa Ketua Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS)  perihal dugaan tindak pidana pencucian uang terkait kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dengan tersangka mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq .
         
"Kalau pemeriksaan yang lalu saya ditanya tentang tindak pidana korupsi, kalau tadi masalah tindak pidana pencucian uang" ujar Hilmi usai pemeriksaan oleh penyidik KPK di gedung KPK Jakarta, Senin.
         
Hilmi yang menjalani pemeriksaan sekitar empat jam itu juga mengungkapkan bahwa selama pemeriksaan penyidik KPK tidak menanyai dia perihal tersangka Ahmad Fathanah, namun banyak menanyai perihal Luthfi Hasan Ishaaq.
         
"Saya juga tidak ditanya masalah dana, hanya penjualan rumah dari saya tapi itu pun sudah lama," kata Hilmi.
         
Perihal penjualan rumah tersebut dikatakan Hilmi terjadi pada 2006 di Cipanas, Jawa Barat.
         
Perwakilan divisi hukum Partai Keadilan Sejahtera Zainuddin Paru yang pada Senin menemani Hilmi, sebelum pemeriksaan sempat mengatakan bahwa Hilmi datang untuk menandatangani Berkas Acara Pemeriksaan (BAP).
         
"Kemarin kan diperiksa untuk tindak pidana korupsi, keterangan itu untuk tindak pidana pencucian uang atas tersangka Luthfi," kata Paru sebelum pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Senin.
       
Pemeriksaan Hilmi tersebut adalah yang ketiga kali setelah Kamis (16/5) dan Selasa (14/5), namun ia tidak berkomentar apa pun saat datang pada sekitar pukul 09.00 WIB.

PPATK  
    
KPK saat ini sedang mendalami aliran dana yang masuk ke elit PKS terkait dengan data yang diberikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
         
Pada pemeriksaan sebelumnya Hilmi menjelaskan bahwa ia mengenal Ahmad Fathanah yang merupakan orang dekat Luthfi Hasan.
         
Hilmi bahkan bertemu dengan Fathanah di rumahnya di Lembang saat silaturahim Idul Adha saat Fathanah datang bersama dengan pengusaha asal Makassar Aksa Mahmud.
         
Dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu (16/5), berdasarkan kesaksian mantan ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia Elda Devianne Adiningrat yang merupakan perantara pengurusan suap kuota impor sapi, Fathanah menyampaikan bahwa ada pertemuan pada Januari 2013 di Lembang Jawa Barat yang dihadiri Luthfi Hasan Ishaaq, Hilmi Aminuddin, Ahmad Fathanah dan Menteri Pertanian Suswono.
    
Bantu Indoguna Utama
    
Hasil pertemuan tersebut adalah menyetujui untuk membantu Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman dalam pengurusan penambahan kuota daging sapi dan Suswono akan membaca situasi dan kondisinya.
         
KPK juga memiliki rekaman pembicaraan telepon seseorang yang diduga anak Hilmi, Ridwan Hakim yang meminta jatah Rp17 miliar untuk seseorang yang disebut "engkong", dugaannya "engkong" adalah Hilmi.
         
Hilmi Aminuddin dan Ridwan Hakim memang memiliki peternakan sapi seluas empat hektare di daerah Cibodas, Jawa Barat, terdapat sekitar 1.000 ekor sapi.
         
Ridwan Hakim bahkan disebut dalam sidang di Pengadilan Tipikor bahwa bertemu dengan mantan ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia Elda Devianne Adiningrat yang merupakan perantara pengurusan suap dengan Fathanah di Kuala Lumpur untuk memastikan penambahan kuota impor dapat terjadi.
         
Dalam kasus suap impor sapi, KPK telah menetapkan lima orang tersangka yaitu Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, dua orang direktur PT Indoguna Utama yang bergerak di bidang impor daging yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi dan direktur utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.
         
Fathanah bersama Lutfi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.
         
Keduanya juga dikenakan disangkakan melakukan pencucian uang dengan sangkaan melanggar pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
         
Sementara Elizabeth, Juard dan Arya Effendi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.