Akhir tahun bagi sebagian besar orang merupakan momen indah untuk dihabiskan bersama orang-orang tercinta karena pada saat seperti ini biasanya orang-orang panen libur.
Tapi bagaimana dengan orang-orang yang pekerjaannya adalah memastikan liburan kita itu berjalan dengan lancar dan aman seperti para penjaga menara suar yang memastikan kapal-kapal pengangkut tidak tersesat di waktu malam?
Yuswandi, pria kelahiran 16 Agustus 1967, sang penjaga Mercusuar Tanjung Kalian, Bangka Barat, berbagi kisahnya yang epik dengan penuturan bersahaja.
"Saya sudah 21 tahun menjaga menara suar, dan jarang sekali bisa berkumpul dengan keluarga saat hari-hari besar," katanya.
Setiap hari, Yuswandi yang mengepalai empat orang anak buah itu memulai pekerjaannya pagi-pagi untuk memastikan kebersihan menara.
"Kami berlima bekerja secara shift, kalau malam hari kami bekerja giliran setiap dua jam sekali," jelasnya.
Dalam sehari, setidaknya, anak buah Yuswandi harus dua kali naik turun 182 anak tangga pada menara suar.
"Itu harus dilakukan untuk melakukan patroli dan menjaga kebersihan menara, juga untuk mengecek apakah lampu menara bekerja dengan baik," kata Yuswandi.
Meski demikian, Yuswandi bersyukur selama itu kesehatannya baik-baik saja.
"Rasanya itu malah membuat badan saya sehat, karena melatih sendi-sendi dengan naik turun tangga," ujar Yuswandi tersenyum.
Pada awalnya, Yuswandi mengisahkan, bekerja jauh dari keluarga cukup sulit dilakukan, tapi mengingat itu adalah bagian dari tanggung jawab pekerjaan, maka Yuswandi mulai membiasakan diri.
"Bukan hanya sulit meluangkan waktu bersama keluarga, tapi setiap dua bulan sekali kami secara bergiliran harus siap dipindahkan ke lokasi menara suar lain," katanya.
Terdapat empat mercusuar di bawah pengawasan UPTD Distrik Navigasi Palembang, yakni di Tanjung Kalian Muntok, Tanjung Ular, Pulau Penyusuk, dan Tanjung Jabung, Jambi.
Yuswandi dan kawan-kawan, harus siap dirotasi sewaktu-waktu ke empat lokasi menara suar tersebut.
Dengan menerima upah sebagai PNS ditambah tunjangan keluarga yang tidak seberapa, Yuswandi harus menyokong biaya sekolah ketiga anaknya yang masing-masing duduk di bangku kuliah, SMA, dan SMP.
"Istri saya cuma ibu rumah tangga, jadi satu-satunya pemasukan ya dari pekerjaan saya ini," katanya.
Terlepas dari kisah Yuswandi, Mercusuar Tanjung Kalian adalah salah satu monumen bersejarah di Bangka Barat.
Mercusuar yang dibangun pada 1862 dengan tinggi kira-kira 65 meter tersebut terletak di pinggir Pantai Tanjung Kalian.
Berkunjung ke mercusuar tersebut, pengunjung dapat menikmati keindahan Bangka Barat dari puncak menara. Memandang ke sebelah Barat, terbentang hamparan pasir putih Pantai Tanjung Kalian sepanjang lima kilometer.
Sementara di sebelah Timur, adalah pelabuhan tua Kota Muntok yang dulu merupakan pelabuhan teramai kedua setelah Singapura.
Di malam hari, sinar lampu mercusuar berkekuatan 1000 watt yang dirawat dengan seksama oleh Yuswandi dan kawan-kawan dapat terlihat jelas dengan radius lima kilometer dari arah laut, memandu kapal-kapal yang melintas di perairan lepas.
Kisah Brooke
Mercusuar Tanjung Kalian merupakan saksi sejarah dari tragedi Perang Dunia Kedua. Hal tersebut terbukti dengan adanya beberapa bangkai kapal di bibir pantai Tanjung Kalian.
Salah satunya adalah Kapal kargo SS Vyner Brooke buatan Inggris pada 1928.
Kapal yang namanya diambil dari nama Raja Sarawak Ketiga - Sir Charles Vyner Brooke tersebut meninggalkan Singapura pada 12 Februari 1942 dengan.
Kapal yang biasanya hanya mengangkut 12 penumpang ditambah 47 awak kapal terseput, saat itu membawa 181 penumpang, kebanyakan anak-anak dan penumpang perempuan.
Sebanyak 65 di antaranya adalah perawat asal Australia yang bertugas di Singapura.
Di tengah perjalanannya, kapal dibombardir oleh oleh pasukan udara Jepang, menyebabkan kapal hancur dan beberapa bagiannya tenggelam di Selat Bangka.
Dalam serangan tersebut, diperkirakan hanya 150 orang yang selamat mencapai daratan.
Namun sayangnya, saat itu Pulau Bangka telah dikuasai Jepang dan para penumpang Vyner Brooke yang berhasil selamat kemudian menjadi tawanan Jepang.
Pasukan Jepang menembaki dan menyerang para penumpang pria yang selamat dengan bayonet.
Mereka memaksa 22 suster Australia dan satu wanita sipil asal Inggris untuk berjalan kembali ke laut lepas, lalu menembaki mereka dari belakang.
Dari tragedi itu hanya ada dua yang berhasil lolos, Suster Vivian Bullwinkel, dan prajurit Inggris, Cecil Kinsley.
Setelah bersembunyi di hutan selama beberapa hari, mereka akhirnya menyerahkan diri pada Jepang. Kinsley meninggal beberapa hari kemudian karena terluka saat melarikan diri ke hutan, sementara, Bullwinkel menghabiskan sisa hidupnya semasa perang sebagai tawanan.
Saat ini, sebagai penghormatan atas tragedi tersebut, dibangun sebuah Monumen Perang Dunia II pada tahun 1993. Monumen tersebut berdiri tepat di hadapan bangkai kapal SS Vyner Brooke.
Selain monumen perang, di pelataran mercusuar juga ada pohon jambu dan tanaman asem yang konon ditanam oleh Bung Karno sendiri semasa periode pengasingannya di Muntok.
"Pohon jambu dan batang asem masih berbuah sampai sekarang, setiap tanggal 17 Agustus pasti ada perwakilan dari keluarga Bung Karno yang datang kemari untuk meniliknya," kata Yuswandi. (ANT)
