Lilis (8) terlihat cekatan mengasuh Risky (9 bulan). Gadis kelas VI Sekolah Dasar itu tak canggung menggendong dengan mengenakan selembar kain sembari memberikan susu dari sebuah botol.
Sesekali keluar nyanyian "nina bobok" dari bocah berkulit sawo matang ini dan tak berapa lama Risky pun terlelap dalam dekapannya.
Kemudian tanpa harus diperintah enam rekannya, Devi (4), Ican (8), Manaf (3), Rian (4), Iskam (7), Efran (5) yang semula riuh bermain di sebuah ruang tamu berukuran 6x3 meter bergegas menyediakan sebuah kasur dan bantal kecil untuk tempat tidur bayi mungil itu.
Mereka pun ramai-ramai berkumpul mengelilingi kasur dan mengamati Lilis saat merebahkan Risky ke kasur.
"Diam, jangan ribut, adik sedang tidur," kata Lilis berupaya melerai dua rekannya yang memperebutkan sebuah remote televisi.
Ruang tamu di Panti Asuhan "Kita Peduli" Palembang ini terlihat penuh sesak dengan beragam perabotan. Pada salah satu sisi terdapat sebuah lemari hias berisikan sebuah televisi 20 inch, pakaian anak-anak, hingga sajadah.
Di sudut lain, terdapat satu set kursi tamu yang tak layak karena busanya sudah terlalu lepek untuk diduduki.
Bisa dikatakan seluruh aktivitas anak-anak panti yang berjumlah 22 orang yang terdiri atas 13 orang laki-laki dan sembilan perempuan dihabiskan di ruangan itu, terutama bagi yang belum memasuki usia sekolah.
Artinya, mulai dari tidur, makan, dan bermain akan dilakukan di ruangan yang mulai kumal termakan usia.
Sementara, bagi yang berusia remaja sedikit memiliki privasi ketika tidur karena secara berkelompok akan memanfaatkan tiga buah kamar yang terletak di lantai dua.
Bangunan panti saat ini dalam tahapan renovasi. Meski hanya bagian teras yang berubah tampilan, tapi bagi penghuni suatu yang luar biasa mengingat sebelumnya menempati sebuah rumah berbahan papan.
Posisi rumah panti yang tempat dipinggir jalan umum, relatif memudahkan warga sekitar serta masyarakat umum yang ingin mengulurkan tangan.
Seakan telah terbiasa menerima kedatangan tamu, anak-anak pun secara spontan mencium tangan siapa saja yang datang serta berbondong-bondong membantu mengangkut bahan makanan yang diberikan.
Tak berapa jauh dari panti itu, hanya berjarak 50 meter, juga berdiri Panti Asuhan Peduli Kasih. Tak berbeda jauh dari tetangganya, kondisi juga memprihatinkan.
Belasan anak berkumpul di ruang tamu, dan tidur serampangan di lantai yang hanya sebatas disemen. Saat siang hari atau sepulang sekolah, tanpa alas kasur dan bantal, anak-anak usia sekolah itu secara bergerombol tidur di depan sebuah televisi usang.
Suara bising rekan sesama penghuni panti yang memilih bermain, sama sekali tidak dihiraukan. Malahan suara seperti mengorok terdengar diantara kerumunan anak-anak yang tertidur lelap itu.
"Beginilah kalau siang, anak-anak berkumpul dan memilih tidur di ruang tamu. Saat malam, barulah yang perempuan tidur di kamar," kata salah seorang ibu pengasuh Ria Permata Sari (28).
Tak Ada Pilihan
Anak-anak itu sebenarnya memilih tidur karena tidak memiliki pilihan. Setelah pulang sekolah, umumnya tidak memiliki kegiatan lain.
Sementara untuk keluar panti atau sekadar berjalan keluar pagar rumah dilarang karena dikhawatirkan bertindak kriminal atau diculik orang tak dikenal.
"Mereka semua sudah tahu dan dibiasakan tidak keluar pagar. Jadi bermainnya hanya di dalam rumah saja. Tapi, bagi yang sudah SMP atau SMA boleh saja jika membawa teman ke panti untuk bermain. Hal itu sering dilakukan beberapa anak," ujarnya.
Sebanyak 46 anak (30 orang laki-laki dan 16 orang perempuan) dengan usia satu tahun hingga 16 tahun tinggal bersama dibawah asuhan lima orang ibu pengasuh di Panti Asuhan Peduli Kasih.
Sekitar 10 Kg beras dimasak setiap hari untuk memenuhi kebutuhan pangan para anak-anak panti yang umumnya berasal dari luar kota Palembang.
Pemenuhan kebutuhan diperoleh dari sumbangan donatur tetap, hingga para tamu dadakan yang datang setiap hari. Sementara untuk biaya pendidikan, sama sekali tidak masalah karena digratiskan oleh pemerintah setempat.
"Sejak berdiri pada 2003, belum pernah sekalipun anak-anak ini tidak makan. Ada saja, karena setiap anak memiliki rejeki masing-masing. Umumnya yang datang ingin mendapatkan berkah, seperti sembuh dari sakit, mendapatkan keturunan hingga keberhasilan dalam kehidupan," kata Ria.
Sebagian besar penghuni panti merupakan anak-anak dari keluarga kurang mampu yang dititipkan kerabatnya, atau memang tidak memiliki orangtua.
Rangga (5) merupakan salah seorang penghuni panti asuhan itu yang berstatus yatim piatu. Ia dikirim ke panti oleh seseorang yang mengaku teman sang ibu. Sejak usia satu tahun Ria berserta empat pengasuh lainnya merawatnya. Sama sekali tidak ada kecanggungan bagi bocah berkulit putih ini berkumpul dalam satu atap dengan banyak orang.
"Saat seseorang mengantarkan, usia Rangga baru satu tahun dan langsung diterima karena anak ini sama sekali tidak memiliki keluarga atau sebatang kara. Tapi lihat saja, ia sudah merasa nyaman di sini, malahan ada beberapa
tamu yang ingin mengajak atau mensekolahkan sama sekali tidak mau ikut," ujarnya.
Menurut dia, para penghuni sudah merasa satu bagain keluarga karena terbiasa hidup bersama sejak kecil. Pada umumnya, anak-anak ini tidak mau berpindah (adopsi) karena telah mengerti bahwa memiliki keluarga baru bukanlah suatu yang mudah.
"Umumnya, pasangan yang mau mengadopsi menginginkan bayi, sementara anak-anak ini sudah besar-besar, usianya rata-rata 2 tahun hingga 15 tahun," katanya.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan panti akan diurus hingga dewasa atau mandiri.
Menurutnya, sudah ada tiga anak panti yang bekerja sebagai
karyawan swasta setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas.
Beberapa malah lebih suka kembali ke daerah atau tanah kelahiran orang tua untuk berkumpul dengan keluarga sang ayah atau ibu yang masih tersisa.
"Tidak semua anak panti ini berstatus yatim piatu, ada yang masih memiliki ayah atau ibu. Terkadang mereka juga diberikan kesempatan untuk pulang kampung di saat Lebaran, sehingga silaturahmi memang tidak terputus," katanya.
Jadi Tenaga Teknis
Sebanyak 40 orang anak panti asuhan binaan Pemerintah Kota Palembang disalurkan bekerja di PT Anugerah Sellin Distrindo sebagai tenaga teknis, kata Kepala Dinas Sosial Kota Palembang Herty Mochtar.
Kerja sama itu berkat sosialisasi ke beberapa perusahaan swasta untuk menggunakan dana CSR dalam membantu anak-anak terlantar.
"Ke depan kami akan mengetuk hati para pengusaha-pengusaha di
Palembang agar mau membantu. Perusahaan di Jakarta saja mau, mengapa yang di Palembang tidak," katanya.
Perusahaan makanan ringan PT Anugerah Sellin Distrindo itu akan melakukan pelatihan selama enam bulan kepada anak-anak panti itu sebelum diperkerjakan.
"Tentunya mereka akan diberikan pelatihan sebelum bekerja, selain itu harus diberikan pemahaman bahwa tidak bisa main-main lagi karena sudah terikat dalam aturan perusahaan," tambahnya.
Kehidupan para anak-anak panti itu dipastikan menjadi lebih baik mengingat berangkat dari profesi pengemis dan anak jalanan.
"Selama di panti, pemerintah menjamin pendidikan hingga menyelesaikan jenjang SMA. Akhirnya, ada jalan untuk mereka bekerja melalui upaya Pemerintah Kota ini," ujarnya.
Program kerja sama dengan perusahaan swasta dalam mensejahterakan kaum marjinal itu merupakan terobosan untuk mensiasati anggaran pemerintah yang kecil.
"Permasalahan sosial dalam masyarakat itu pasti ada, namun dana terkadang kurang mendukung. Semoga saja dengan sosialisasi yang kami lakukan semakin banyak perusahaan swasta yang terketuk hatinya," katanya.
Pemerintah Kota Palembang memiliki dua panti asuhan untuk anak usia sekolah, Panti Asuhan Rehabilitasi Anak Nusantara di Km 5 (35 orang), dan Panti Anak Nusantara (31 anak laki-laki). Sementara untuk orang gila dan terlantar ditempatkan di Panti Werdha, Kenten. Sementara sebanyak 78 panti asuhan terdaftar di Kota Palembang. (Dolly)
