Palembang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan bersama aparat penegak hukum lainnya melalukan proses diversi anak bermasalah hukum (ABH).
"Kami bersama aparat penegak hukum lainnya mengupayakan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak bermasalah hukum dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana," kata Kakamwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya di Palembang, Sabtu.
Dia menjelaskan, diversi merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh agar korban mendapatkan pemulihan dari sistem peradilan pidana yang dijalaninya.
Penanganan perkara pidana terhadap anak bermasalah hukum harus dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif dan diversi sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Untuk mewujudkan hal tersebut perlu peran serta dari semua aparat,” ujar Ilham.
Menurut dia, diversi bukan berarti menghilangkan pertanggungjawaban pidana dan memaksa korban berdamai sehingga si anak pelaku bebas dari perbuatan yang dilakukannya.
"Keadilan untuk anak pelaku yang dicapai melalui proses diversi sejalan dengan keadilan bagi korban untuk didengarkan suaranya,” jelas Ilham
Mantan Kalapas Merah Matap Palembang itu menekankan bahwa penelitian kemasyarakatan (litmas) anak sangat penting dalam proses peradilan anak.
Tanpa litmas anak yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan, maka putusan hakim batal demi hukum, kata Kakanwil Ilham.
Sementara Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Sumsel Bambang Haryanto dalam laporannya menjelaskan bahwa kendala saat ini terkait diversi adalah kurangnya komunikasi yang intensif dari seluruh aparat yang terlibat.
“Mari bersama-sama kita satukan persepsi terkait diversi. Meskipun banyak tantangan dan kendala dalam sistem peradilan pidana anak, tujuan kita tetap satu yakni mengedepankan masa depan dan hak-hak pelaku anak. Ayo kita urai satu-satu dan temukan solusi yang tepat guna mengutamakan diversi melalui restorative justice,” ujarnya.
Dalam proses diversi peradilan anak, pembimbing kemasyarakatan (PK) memiliki peran tertinggi dibandingkan pihak APH lainnya.
Pembimbing kemasyarakatan yang merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang berkedudukan di Balai Pemasyarakatan Kemenkumham sangatlah besar dimulai sejak fase pra-ajudikasi, ajudikasi hingga pasca ajudikasi, jelas Bambang.
Ketua Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (Ipkemindo) Wilayah Sumsel Joni Ihsan menyepakati hal itu.
"Ipkemindo merupakan wadah bagi pembimbing kemasyarakatan telah berupaya melakukan pengawasan kepada anak bermasalah hukum di Sumsel agar memperoleh diversi.
“lPembimbing kemasyarakatan tidak hanya bertugas mendampingi anak di setiap tingkatan pemeriksaan dan membuat litmas diversi, melainkan juga sebagai mediator dengan membuka ruang diskusi antara pihak pelaku, pihak korban, dan pihak lain yang terlibat.
Tujuan akhirnya adalah kesepakatan diversi yang meliputi perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan/pelatihan paling lama tiga bulan, atau pelayanan masyarakat, ujar Joni.
"Kami bersama aparat penegak hukum lainnya mengupayakan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak bermasalah hukum dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana," kata Kakamwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya di Palembang, Sabtu.
Dia menjelaskan, diversi merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh agar korban mendapatkan pemulihan dari sistem peradilan pidana yang dijalaninya.
Penanganan perkara pidana terhadap anak bermasalah hukum harus dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif dan diversi sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Untuk mewujudkan hal tersebut perlu peran serta dari semua aparat,” ujar Ilham.
Menurut dia, diversi bukan berarti menghilangkan pertanggungjawaban pidana dan memaksa korban berdamai sehingga si anak pelaku bebas dari perbuatan yang dilakukannya.
"Keadilan untuk anak pelaku yang dicapai melalui proses diversi sejalan dengan keadilan bagi korban untuk didengarkan suaranya,” jelas Ilham
Mantan Kalapas Merah Matap Palembang itu menekankan bahwa penelitian kemasyarakatan (litmas) anak sangat penting dalam proses peradilan anak.
Tanpa litmas anak yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan, maka putusan hakim batal demi hukum, kata Kakanwil Ilham.
Sementara Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Sumsel Bambang Haryanto dalam laporannya menjelaskan bahwa kendala saat ini terkait diversi adalah kurangnya komunikasi yang intensif dari seluruh aparat yang terlibat.
“Mari bersama-sama kita satukan persepsi terkait diversi. Meskipun banyak tantangan dan kendala dalam sistem peradilan pidana anak, tujuan kita tetap satu yakni mengedepankan masa depan dan hak-hak pelaku anak. Ayo kita urai satu-satu dan temukan solusi yang tepat guna mengutamakan diversi melalui restorative justice,” ujarnya.
Dalam proses diversi peradilan anak, pembimbing kemasyarakatan (PK) memiliki peran tertinggi dibandingkan pihak APH lainnya.
Pembimbing kemasyarakatan yang merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang berkedudukan di Balai Pemasyarakatan Kemenkumham sangatlah besar dimulai sejak fase pra-ajudikasi, ajudikasi hingga pasca ajudikasi, jelas Bambang.
Ketua Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (Ipkemindo) Wilayah Sumsel Joni Ihsan menyepakati hal itu.
"Ipkemindo merupakan wadah bagi pembimbing kemasyarakatan telah berupaya melakukan pengawasan kepada anak bermasalah hukum di Sumsel agar memperoleh diversi.
“lPembimbing kemasyarakatan tidak hanya bertugas mendampingi anak di setiap tingkatan pemeriksaan dan membuat litmas diversi, melainkan juga sebagai mediator dengan membuka ruang diskusi antara pihak pelaku, pihak korban, dan pihak lain yang terlibat.
Tujuan akhirnya adalah kesepakatan diversi yang meliputi perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan/pelatihan paling lama tiga bulan, atau pelayanan masyarakat, ujar Joni.