Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut mantan Menteri Sosial Juliari Batubara telah menerima laporan penerimaan "fee" yang dikumpulkan dari para penyedia bansos sembako COVID-19 dari dua anak buahnya, yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
"Keterangan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerangkan bahwa sejak awal terdakwa telah ikut memberikan persetujuan perusahaan mana saja yang ditunjuk sebagai penyedia berikut dengan kuotanya," kata JPU KPK M Nur Azis saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
JPU KPK juga menyebut terdakwa juga telah menentukan adanya fee sebesar Rp10 ribu rupiah per paket untuk kepentingan terdakwa atau setidaknya target sejumlah Rp35 miliar.
"Selain itu terdakwa juga menerima laporan penerimaan dan penggunaan uang 'fee' dari Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso," katanya.
Matheus Joko Santoso adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 sedangkan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.
"Oleh karena itu haruslah diyakini bahwa uang-uang yang dikumpulkan oleh Adi Wahyono dan Matheus Joko serta uang yang disita dari Matheus Joko merupakan uang yang yang telah diterima dari para penyedia bansos sembako sebagaimana perintah terdakwa serta haruslah diyakini bahwa uang-uang tersebut tidak hanya sebatas dari pemberian 2 atau 3 penyedia saja," tambah jaksa.
KPK pun telah menyita uang tunai seluruhnya berjumlah Rp14.567.925.635 dari Matheus Joko Santoso yang berasal dari para penyedia bansos sembako.
Jaksa KPK juga menyebut nilai uang yang disita dari Matheus Joko Santoso sangat besar dan fantastis jika dibandingkan dengan dengan profilnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatannya selaku PPK bansos.
"Fakta ini akan menimbulkan tanda tanya besar yaitu dari manakah sumber uang itu berasal? Apakah ada kaitannya dengan jabatannya saat itu selaku PPK Bansos sembako dan apakah wajar uang tersebut hanya berasal dari pemberian penyedia bansos sembako saja?" jelas jaksa.
Maka, menurut jaksa, tidak wajar bila uang senilai Rp14.567.925.635 itu bersumber dari penghasilan yang sah Matheus Joko.
"Pengumpulan uang 'fee' dari penyedia bansos sembako tersebut tentunya diketahui oleh orang-orang yang disekitarnya, khususnya pihak yang terlibat dalam pengadaan bansos terlebih lagi oleh terdakwa selaku menteri sosial," tambah jaksa.
Apalagi program bansos sembako tersebut adalah atensi langsung dari Presiden Jokowi sebagai upaya pemerintah membantu masyarakat yang terkena dampak penyebaran virus COVID-19.
"Jadi tidaklah masuk akal apabila Terdakwa tidak juga mengetahui secara teknis pelaksanaan program bansos sembako serta tidak juga mengetahui adanya penerimaan uang dari para penyedia bansos sembako," ungkap jaksa.
Permintaan uang dari Juliari tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan pribadi maupun kegiatan operasional lain di Kemensos antara lain untuk pembayaran sewa pesawat (private jet) perjalanan mensos ke Denpasar, Semarang dan Lampung, serta terdapat sejumlah uang yang diberikan kepada Hartono (Sekjen Kemensos), Pepen Nazaruddin (Dirjen Pelindungan dan Jaminan Sosial), anggota tim teknis/ULP yaitu Robbin Saputra, Rizki Maulana, Iskandar, Firmansyah, Rosehan Ansyari dan untuk membayar honor artis Cita Citata dalam acara hiburan rapat pimpinan Kemensos di Labuan Bajo.
Selanjutnya uang "fee" juga digunakan untuk membeli 2 unit sepeda Brompton untuk Hartono dan Pepen Nazaruddin, biaya makan minum tim bansos, relawan dan pelopor Kemensos, pembelian masker yang digunakan di Dapil Juliari yaitu, Dapil Jawa Tengah I (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal) dan kebutuhan operasional lainnya yang dibebankan oleh Juliari kepada Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
Dalam perkara ini, Juliari Batubara dinilai JPU KPK terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Ia dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.
"Keterangan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerangkan bahwa sejak awal terdakwa telah ikut memberikan persetujuan perusahaan mana saja yang ditunjuk sebagai penyedia berikut dengan kuotanya," kata JPU KPK M Nur Azis saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
JPU KPK juga menyebut terdakwa juga telah menentukan adanya fee sebesar Rp10 ribu rupiah per paket untuk kepentingan terdakwa atau setidaknya target sejumlah Rp35 miliar.
"Selain itu terdakwa juga menerima laporan penerimaan dan penggunaan uang 'fee' dari Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso," katanya.
Matheus Joko Santoso adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 sedangkan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.
"Oleh karena itu haruslah diyakini bahwa uang-uang yang dikumpulkan oleh Adi Wahyono dan Matheus Joko serta uang yang disita dari Matheus Joko merupakan uang yang yang telah diterima dari para penyedia bansos sembako sebagaimana perintah terdakwa serta haruslah diyakini bahwa uang-uang tersebut tidak hanya sebatas dari pemberian 2 atau 3 penyedia saja," tambah jaksa.
KPK pun telah menyita uang tunai seluruhnya berjumlah Rp14.567.925.635 dari Matheus Joko Santoso yang berasal dari para penyedia bansos sembako.
Jaksa KPK juga menyebut nilai uang yang disita dari Matheus Joko Santoso sangat besar dan fantastis jika dibandingkan dengan dengan profilnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatannya selaku PPK bansos.
"Fakta ini akan menimbulkan tanda tanya besar yaitu dari manakah sumber uang itu berasal? Apakah ada kaitannya dengan jabatannya saat itu selaku PPK Bansos sembako dan apakah wajar uang tersebut hanya berasal dari pemberian penyedia bansos sembako saja?" jelas jaksa.
Maka, menurut jaksa, tidak wajar bila uang senilai Rp14.567.925.635 itu bersumber dari penghasilan yang sah Matheus Joko.
"Pengumpulan uang 'fee' dari penyedia bansos sembako tersebut tentunya diketahui oleh orang-orang yang disekitarnya, khususnya pihak yang terlibat dalam pengadaan bansos terlebih lagi oleh terdakwa selaku menteri sosial," tambah jaksa.
Apalagi program bansos sembako tersebut adalah atensi langsung dari Presiden Jokowi sebagai upaya pemerintah membantu masyarakat yang terkena dampak penyebaran virus COVID-19.
"Jadi tidaklah masuk akal apabila Terdakwa tidak juga mengetahui secara teknis pelaksanaan program bansos sembako serta tidak juga mengetahui adanya penerimaan uang dari para penyedia bansos sembako," ungkap jaksa.
Permintaan uang dari Juliari tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan pribadi maupun kegiatan operasional lain di Kemensos antara lain untuk pembayaran sewa pesawat (private jet) perjalanan mensos ke Denpasar, Semarang dan Lampung, serta terdapat sejumlah uang yang diberikan kepada Hartono (Sekjen Kemensos), Pepen Nazaruddin (Dirjen Pelindungan dan Jaminan Sosial), anggota tim teknis/ULP yaitu Robbin Saputra, Rizki Maulana, Iskandar, Firmansyah, Rosehan Ansyari dan untuk membayar honor artis Cita Citata dalam acara hiburan rapat pimpinan Kemensos di Labuan Bajo.
Selanjutnya uang "fee" juga digunakan untuk membeli 2 unit sepeda Brompton untuk Hartono dan Pepen Nazaruddin, biaya makan minum tim bansos, relawan dan pelopor Kemensos, pembelian masker yang digunakan di Dapil Juliari yaitu, Dapil Jawa Tengah I (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal) dan kebutuhan operasional lainnya yang dibebankan oleh Juliari kepada Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
Dalam perkara ini, Juliari Batubara dinilai JPU KPK terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Ia dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.