Baturaja (Antarasumsel.com) - Anggota DPRD Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, terjadi silang pendapat terkait adanya rencana Kementerian Agama melakukan standarisasi atau sertifikasi para khatib.

Dua pendapat berbeda itu diutarakan dua anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) dari partai berbeda, yakni Efendi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Robi Vitergo dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kata Efendi dari PKS di Baturaja, Selasa.

Efendi kepada wartawan di gedung DPRD OKU, Selasa, mengaku sepakat jika memang ada rencana sertifikasi khatib seperti yang dimaksudkan.

"Menurut saya, bagus itu. Selain untuk menghindari penyampaian-penyampaian isi khotbah yang menyesatkan atau mengandung penyimpangan, sekaligus juga untuk "menggusur" khotib abal-abal," ujarnya.

Menurut dia, yang dimaksud Khotib abal-abal itu adalah terkadang tidak mengerti apa yang disampaikannya kepada masyarakat (Jamaah).

"Ya, kadang kala baca ayat atau hadits belum tentu sesuai bahasa aslinya (Arab). Entah menyebut apa. Dan yang tak benar itu kadang-kadang diamin-aminkan saja oleh jamaah tidak mengerti bahasa Arab," jelasnya.

Menurut Efendi, di Malaysia sendiri negara jiran itu sudah lama menetapkan sertifikasi kepada Khotib.

"Ya mereka (Malaysia) sudah duluan, sehingga yang menyampaikan khotbah itu bukan lagi Khotib abal-abal, karena memang lulus sertifikasi," ujarnya.

Namun, katanya, jika memang kebijakan itu jadi diterapkan pemerintah, artinya juga harus mencetak Khotib yang sesuai sertifikasi, misalnya, kedepan mungkin ada pelatihan, atau semacam ada pemberian beasiswa kepada kaum muda atau masyarakat desa yang berpotensi jadi Khotib.

Sehingga dengan demikian, kalau sudah bersertifikasi, akan yakin bahwa khotib yang menyampaikan khotbah adalah benar-benar memahami, dalam arti memang orang berkompeten di bidang itu.

"Sehingga ada pelurusan-pelurusan, karena terkadang ada orang yang baru bisa baca Arab sedikit, sudah jadi Khotib, padahal ia sendiri belum yakin kemampuan Khotib. Itulah banyak terjadi penyesatan dan penyimpangan," katanya.

Sementara, Robi dari PKB mengenai rencana standarisasi Khotib ini bagai dua sisi mata uang.

Di lain pihak ini menyulitkan, karena belum tentu masyarakat punya standar untuk mengikuti proses sertifikasi dimaksud.

"Sebab yang namanya sertifikasi itu biasanya diatur dengan tingkat pendidikan, dan lainnya, padahal selama ini Khotib seperti di kampung-kampung adalah orang dipandang cakap, tidak memandang latar pendidikan dan terpenting tahu pendidikan agama," jelasnya.

Jadi menurut Wakil Ketua Komisi III DPRD OKU ini, pemerintah perlu mengkaji ulang wacana atau rencana tersebut, katanya.

Ia menilai, mungkin salah satu wujud menseragamkan dan mungkin juga dalam rangka menjaga timbulnya faham radikalisme dan lain sebagainya, sehingga perlu kembali meminta pertimbangan dan kajian mendalam oleh pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan itu.

Pewarta : Edo Purmana
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024