Cuma urusan fana, jangan terlalu keras pada diri sendiri

id terlalu keras pada diri sendiri,Self Compassion,belas kasih pada diri sendiri,welas asih

Cuma urusan fana, jangan terlalu keras pada diri sendiri

Ilustrasi orang bekerja. (ANTARA/JESHOOTS-com -Pixabay)

Begitu pun dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak bisa berlaku seperti pelari jarak pendek karena lintasan kehidupan yang bakal dilalui amatlah panjang. Karenanya, perlu memiliki strategi agar tidak tumbang di tengah jalan dan tak kehabisan nafas sebelum garis akhir.

Memiliki target dan menetapkan tenggat waktu memang perlu agar melakukan pekerjaan lebih terarah dan bertujuan. Namun hindari membuat target yang melampaui batas kemampuan dan ketentuan tenggat waktu yang kurang realistis hingga memaksakan diri dalam menyelesaikannya.

Buatlah pekerjaan menjadi nikmat untuk dijalankan, dan kita mempunyai kontrol serta kendali terhadapnya. Kita manusia punya kuasa untuk mengatur apa yang perlu atau tidak perlu dikerjakan, penting dikerjakan saat ini atau bisa nanti, harus diselesaikan sekarang atau sebenarnya masih bisa menunggu besok. Target dan tenggat waktu jangan sampai menjadi momok yang membuat kita tunggang langgang untuk mencapainya. Dan tak terasa manusia telah diperbudak oleh pekerjaan yang sesungguhnya dapat dikendalikan.

Serba harus

Bekerja dan berkarya bertujuan untuk membuat kita merasa berharga, bangga, dan kemudian bahagia. Untuk menjadi bahagia, maka proses yang dilalui juga harus menyenangkan. Bila pekerjaan terasa menyiksa dan anda melakukannya dengan terpaksa, tentu ada yang perlu dievaluasi.

Orang perfeksionis yang mengejar kesempurnaan dalam bekerja cenderung bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Selanjutnya, kenali tanda-tandanya:

- Target. Bekerja sepanjang waktu tak kenal lelah dan tak mengenal kata puas. Ia berkutat dalam pusaran target, dari target yang hampir diselesaikan menuju target baru yang hendak diburu, begitu seterusnya dan tak ada habisnya. Dunia seperti ingin digulung dalam genggamannya. Obsesi dia terus bertumbuh tanpa henti.

- Tenggat waktu. Menetapkan tenggat waktu secara kejam yang membuat diri sendiri kalang kabut untuk memenuhi. Bila tenggat waktu itu atasan yang menentukan, ia menurut saja meski terasa tidak manusiawi. Dia merasa tak enak hati untuk menawar tenggat waktu yang lebih realistis karena khawatir dianggap tidak profesional.

- Harus. Kata "harus" menjadi kata kunci yang diterapkan dalam banyak hal walau tidak semuanya memiliki urgensi untuk diharuskan. Dalam kadar normal, kata “harus” dapat menjadi pelecut untuk mendisiplinkan diri, namun “harus” yang diterapkan ke hampir semua hal bisa menjurus pada sikap memperbudak diri sendiri.

- Merutuk diri. Sedikit saja kesalahan terjadi atau ada kekurangsempurnaan dalam melakukan tugas, orang yang terlalu keras pada diri sendiri mudah merutuk. Sulit menerima dan memaklumi kekurangan diri. Apalagi ketika mendapat evaluasi atas kesalahan kerja, sontak akan membuatnya sangat terpuruk.

- Tidur terganggu. Otak selalu “on”, di kantor bekerja penuh, dalam perjalanan pulang sambil memeriksa pekerjaan, sampai di rumah masih juga membawa serta pekerjaan kantor. Hingga waktu tidur tiba otak tetap bekerja dan sulit untuk dihentikan. Berangkat tidur dalam kecemasan karena ada sisa tugas yang belum terselesaikan. Dipaksakan tidur, tetapi otak tak dapat di-switch off, akibatnya tentang pekerjaan pun terbawa mimpi dan tak dapat menikmati tidur secara berkualitas.