Dedikasi sang guru dalam film "Budi Pekerti"
Sosok guru yang digambarkan oleh Bu Prani mengingatkan penonton untuk selalu bersikap santun kepada guru dan semua orang.
Jakarta (ANTARA) - Film drama keluarga “Budi Pekerti” karya Wregas Bhanuteja akan segera tayang pada 2 November 2023, dengan menghadirkan premis cerita seputar dedikasi seorang guru SMP dan masalah-masalah pelik yang dihadapinya untuk segera diselesaikan.
“Saat pandemi, sering viral ibu-ibu atau bapak-bapak yang sedang marah atau mengumpat ke seorang kurir atau petugas. Video itu besoknya langsung jadi meme, parodi, animasi, dan dihujat netizen, ‘ini nggak punya budi pekerti’,” kata Wregas, mengenai ide cerita di balik film “Budi Pekerti", saat penayangan perdananya di Jakarta, Senin (30/10),
Ia pun ingin menyoroti fenomena tersebut dan menyambungkannya dengan fenomena lain di Indonesia. Secara khusus, film ini ia dedikasikan untuk guru-guru di luar sana yang telah berjasa memberikan ilmu terhadap siswanya.
Film “Budi Pekerti” mengisahkan tentang seorang guru BK SMP di Yogyakarta bernama Prani Siswoyo (Sha Ine Febriyanti). Cerita dimulai dengan memperlihatkan Prani yang tengah mengurus suaminya (Dwi Sasono) ke psikiater.
Suaminya, Didit diketahui sedang mengalami masalah kejiwaan dan membutuhkan perawatan medis oleh ahlinya. Dari sini, masalah pertama Prani mulai diceritakan saat dirinya harus membayar resep obat Didit yang tergolong mahal.
Dengan sisa uang yang ada, Prani pun menebus obat sang suami. Masalah kedua datang ketika mereka sampai di rumah, yang saat itu sedang ramai orang karena pemilik kontrakan rumah Prani ingin menawarkan kontrakannya pada orang lain.
Lagi-lagi, Prani harus menerima hal tersebut, meskipun ia sempat melawan si pemilik kontrakan dan mengatakan akan membeli rumah yang dia kontrak itu. Setelah menghadapi masalah-masalah tersebut, Prani kembali dihadapkan dengan masalah ketiga.
Masalah ketiga adalah salah satu poin penting dari alur film ini. Berawal dari membeli kue putu dari seorang pedagang di pasar, Prani diterjang oleh masalah-masalah lainnya yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.
Masalah itu, mulai dari fitnah, perlakuan kasar, ketidakpercayaan orang-orang sekitar, hingga konflik dalam keluarga membuat Prani harus merasakan masalah yang cukup intens. Di sini lah integritas Prani sebagai seorang guru, ibu, dan istri harus diuji. Akankah Prani berhasil menyelesaikannya?
Dedikasi Prani
Prani dikenal oleh murid-muridnya sebagai sosok guru yang berdedikasi tinggi dan memiliki cara tersendiri untuk mendidik siswanya. Bahkan, Prani sedang mengikuti seleksi naik jabatan sebagai wakil kepala sekolah, dengan bekal kredibilitasnya selama mengajar.
Alasan Prani bersedia mengikuti seleksi naik jabatan ini sederhana. Ia ingin memiliki uang lebih untuk biaya berobat suaminya, sekaligus memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Anak-anaknya, Muklas (Angga Yunanda) dan Tita (Prilly Latuconsina) kerap membantu perekonomian keluarga dengan cara masing-masing. Muklas dikenal sebagai pembuat konten bertema hewan, sedangkan Tita membuat sendiri usaha pencelupan kain kecil-kecilan, sekaligus bergabung di sebuah band indie.
Sayangnya, kedua anak Prani kurang mau mendengarkan perkataan Prani dan mereka sempat tidak memahami pikiran satu sama lain. Meskipun begitu, Prani tetap berusaha untuk menjalin komunikasi dengan keduanya dan menjadi ibu serta istri yang baik untuk keluarganya.
“Saat pandemi, sering viral ibu-ibu atau bapak-bapak yang sedang marah atau mengumpat ke seorang kurir atau petugas. Video itu besoknya langsung jadi meme, parodi, animasi, dan dihujat netizen, ‘ini nggak punya budi pekerti’,” kata Wregas, mengenai ide cerita di balik film “Budi Pekerti", saat penayangan perdananya di Jakarta, Senin (30/10),
Ia pun ingin menyoroti fenomena tersebut dan menyambungkannya dengan fenomena lain di Indonesia. Secara khusus, film ini ia dedikasikan untuk guru-guru di luar sana yang telah berjasa memberikan ilmu terhadap siswanya.
Film “Budi Pekerti” mengisahkan tentang seorang guru BK SMP di Yogyakarta bernama Prani Siswoyo (Sha Ine Febriyanti). Cerita dimulai dengan memperlihatkan Prani yang tengah mengurus suaminya (Dwi Sasono) ke psikiater.
Suaminya, Didit diketahui sedang mengalami masalah kejiwaan dan membutuhkan perawatan medis oleh ahlinya. Dari sini, masalah pertama Prani mulai diceritakan saat dirinya harus membayar resep obat Didit yang tergolong mahal.
Dengan sisa uang yang ada, Prani pun menebus obat sang suami. Masalah kedua datang ketika mereka sampai di rumah, yang saat itu sedang ramai orang karena pemilik kontrakan rumah Prani ingin menawarkan kontrakannya pada orang lain.
Lagi-lagi, Prani harus menerima hal tersebut, meskipun ia sempat melawan si pemilik kontrakan dan mengatakan akan membeli rumah yang dia kontrak itu. Setelah menghadapi masalah-masalah tersebut, Prani kembali dihadapkan dengan masalah ketiga.
Masalah ketiga adalah salah satu poin penting dari alur film ini. Berawal dari membeli kue putu dari seorang pedagang di pasar, Prani diterjang oleh masalah-masalah lainnya yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.
Masalah itu, mulai dari fitnah, perlakuan kasar, ketidakpercayaan orang-orang sekitar, hingga konflik dalam keluarga membuat Prani harus merasakan masalah yang cukup intens. Di sini lah integritas Prani sebagai seorang guru, ibu, dan istri harus diuji. Akankah Prani berhasil menyelesaikannya?
Dedikasi Prani
Prani dikenal oleh murid-muridnya sebagai sosok guru yang berdedikasi tinggi dan memiliki cara tersendiri untuk mendidik siswanya. Bahkan, Prani sedang mengikuti seleksi naik jabatan sebagai wakil kepala sekolah, dengan bekal kredibilitasnya selama mengajar.
Alasan Prani bersedia mengikuti seleksi naik jabatan ini sederhana. Ia ingin memiliki uang lebih untuk biaya berobat suaminya, sekaligus memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Anak-anaknya, Muklas (Angga Yunanda) dan Tita (Prilly Latuconsina) kerap membantu perekonomian keluarga dengan cara masing-masing. Muklas dikenal sebagai pembuat konten bertema hewan, sedangkan Tita membuat sendiri usaha pencelupan kain kecil-kecilan, sekaligus bergabung di sebuah band indie.
Sayangnya, kedua anak Prani kurang mau mendengarkan perkataan Prani dan mereka sempat tidak memahami pikiran satu sama lain. Meskipun begitu, Prani tetap berusaha untuk menjalin komunikasi dengan keduanya dan menjadi ibu serta istri yang baik untuk keluarganya.