Korupsi Basarnas dan jati diri TNI

id korupsi Basarnas, Kabasarnas,Puspom TNI,Penempatan perwira TNI

Korupsi Basarnas dan jati diri TNI

Logo Basarnas. (ANTARA/HO-Basarnas)

Selain karena tuntutan tugas di suatu institusi dinilai lebih cocok dipegang oleh seorang tentara, penempatan personel TNI di lembaga non-militer memiliki makna agar disiplin dan kehormatan di lingkungan militer dapat ditularkan oleh personel TNI itu di lingkungan tempatnya bertugas.

Menjadi ironi ketika seorang prajurit, apalagi dengan pangkat perwira, baik menengah maupun perwira tinggi, justru menunjukkan perilaku yang bertolak belakang dengan harga diri dan disiplin yang sudah ditanamkan di lingkungan militer. Seorang tentara idealnya menjadi panglima dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di institusi yang dipimpinnya.


Komunikasi dan pengawasan

Kekuasaan yang di dalamnya ada amanah besar mengenai pengelolaan anggaran memang rawan terjadi penyimpangan atau yang kita kenal sebagai korupsi.

Karena itu, pengawasan menjadi sesuatu yang mutlak untuk membentengi para pemegang amanah kekuasaan itu agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya.

Untuk perwira yang mendapatkan tugas di luar institusi militer, sebagaimana diingatkan oleh Panglima TNI, jangan lepas dari institusi asalnya. Inilah makna pengawasan dan komunikasi.

Pengawasan itu harus dilakukan oleh perwira yang lebih tinggi pangkatnya dari prajurit yang mendapatkan tugas di luar militer itu. Pemimpin TNI dapat memanfaatkan seluruh sumber daya manusia mumpuni untuk melakukan pengawasan kepada seluruh prajuritnya, tidak hanya yang bertugas di lingkungan militer.

Sudah lazim jika di dunia militer memiliki personel bidang intelijen. Personel ini, selain berkeahlian di bidang intelijen perang juga bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi mengenai perilaku dan gaya hidup prajurit yang bertugas di luar institusi militer.

Tim intelijen ini bisa berkoordinasi intensif dengan inspektorat yang ada di lembaga-lembaga pemerintah yang tugas internalnya memang mengawasi kemungkinan ada penyimpangan kewenangan oleh personel di lembaga itu.

Hanya saja, boleh jadi pengawasan inspektorat itu menghadapi kendala budaya dan psikologis karena yang diawasi adalah seorang perwira tinggi.

Terkait teknis pengawasan, di era keterbukaan informasi saat ini sangat mudah melihat gejala menyimpang di luar kemampuan ekonomi seorang prajurit sesuai dengan jabatannya. Bisa juga pengawasan itu dilakukan dengan melihat program-program yang dijalankan, apakah sudah sesuai dengan anggaran yang besarannya juga sangat mudah untuk diakses oleh semua pihak, termasuk tim intelijen di TNI.

Komunikasi juga menjadi penting dalam rangka terus menerus mengingatkan jati prajurit yang ditugaskan di institusi sipil untuk selalu menjaga disiplin dan kehormatan militer.

Komunikasi ini tentu harus dimulai dari pemimpin TNI, baik di tingkat matra maupun pusat atau Mabes TNI. Komunikasi intensif ini juga menunjukkan bahwa pemimpin TNI tidak meninggalkan begitu saja prajuritnya yang bertugas di institusi lain di luar TNI.

Kasus korupsi di tubuh Basarnas dan diungkap oleh KPK ini menjadi pengingat bersama bahwa pencegahan korupsi juga tidak kalah penting dengan penindakan. Dengan pengawasan dan komunikasi, seluruh celah peluang korupsi ditutup bersama oleh semua elemen.

Dengan pengawasan atau pencegahan dan penindakan, harapan pengelolaan negara dijalankan dengan bersih hati, dan hasrat menumpuk kekayaan tidak terlihat lagi di negeri ini. Penyelenggara bersih, negara dan rakyat menjadi sejahtera.