Palembang (ANTARA) - Kenaikan harga minyak goreng yang dirasakan masyarakat sejak awal Desember tahun lalu hingga kini masih terjadi.
Harga di pasar tradisional, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (12/1/22) terpantau masih di kisaran Rp18.000-Rp19.000 per liter untuk jenis kemasan. Sementara sebelum ada kenaikan, harga minyak goreng hanya senilai Rp11.000-Rp12.000 per liter.
Untuk menurunkan harga minyak goreng tersebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, mulai dari menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari Rp11.000 per liter menjadi Rp14.000 per liter, membuat skema penyaluran minyak subsidi, hingga menggelar operasi pasar.
Riana, pedagang nasi uduk, sejak Rabu pagi sudah menanti pelaksanaan operasi pasar minyak goreng yang digelar Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berkerja sama dengan salah satu distributor di Pasar Alang-Alang Lebar.
Informasi dari tetangganya pada dua hari lalu, mematik semangatnya untuk mendatangi lokasi operasi pasar tersebut.
Tak sulit bagi Riana mendapatkan kupon sembako, karena ada petugas dari pemerintah yang menyalurkan ke tempat biasa ia mangkal sebagai penjual nasi uduk.
Dengan menyiapkan Rp28.000, Riana pun mendapatkan dua liter minyak goreng jenis kemasan.
“Memang yang paling terasa itu kenaikan minyak goreng. Saya sempat beli dengan harga Rp25.000, mau bagaimana lagi harus beli untuk jualan,” kata Riana yang dijumpai di operasi pasar tersebut.
Adanya operasi pasar ini setidaknya meringankan beban hidupnya, di tengah kenaikan harga barang kebutuhan pokok penting lainnya sejak akhir tahun lalu.
Pada akhir 2021, warga Palembang juga dihadapkan pada kenaikan harga telur ayam dari Rp19.000 menjadi Rp25.000 per kilogram, daging ayam dari Rp30.000 per kilogram menjadi Rp38.000 per kilogram dan cabai rawit dari Rp30.000 per kilogram menjadi Rp70.000 per kilogram.
Walau kebutuhan pokok itu berangsur turun pada awal tahun 2021, tapi sebagian masih tergolong tinggi seperti minyak goreng yang dipatok Rp18.000 (merek Fortune) dan telur ayam Rp23.000 per kilogram.
Sholeh, pedagang gorengan di kawasan Alang-Alang Lebar mengatakan dirinya juga merasakan lonjakan harga minyak goreng tersebut.
Lantaran itu, ia terpaksa merogoh kocek cukup dalam untuk membeli satu liter minyak goreng.
“Pernah sampai satu liter Rp25.000, bisa dibayangkan dengan harga gorengan hanya Rp1.000 per buah,” kata Sholeh.
Baca juga: Warga Palembang serbu operasi pasar minyak goreng Rp14.000 per liter
Lantaran kenaikan harga itu, Sholeh pun menaikkan harga dagangannya menjadi Rp1.500 per buah. Apa yang dilakukannya itu ternyata dikeluhkan para langganannya.
Sholeh pun berharap pemerintah segera menurunkan harga minyak goreng ini karena telah menambah biaya produksi hampir satu bulan lebih.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan Ahmad Rizali mengatakan kebijakan operasi pasar ini merupakan arahan dari Kementerian Perdagangan untuk pemerintahan di daerah.
Operasi pasar dipandang efektif untuk menstabilkan harga, sehingga setiap daerah dianjurkan untuk menggelarnya bekerja sama dengan distributor minyak goreng atau kalangan swasta yang ingin menyalurkan dana CSR.
“Saat harga tinggi, untuk kebutuhan pokok apapun, terkadang warga bertanya kapan OP (Operasi Pasar). Dan untuk itulah kami gelar OP,” kata Rizali yang dijumpai di lokasi operasi pasar.
Sumsel tidak sulit untuk melaksanakannya karena merupakan daerah penghasil minyak sawit (CPO), yang mana terdapat terdapat dua distributor besar minyak goreng.
Sumsel pun telah melakukan operasi pasar sebanyak dua kali, yakni pada 21-28 Desember 2021 di sejumlah titik Kota Palembang dan sekitarnya, dengan menjual total minyak goreng 25,2 ton goreng.
Kegiatan ini bekerja sama dengan PT Indokarya Internusa dengan menjual minyak goreng senilai Rp14.000 per liter.
Kemudian, lantaran semakin dianjurkan menggelar operasi pasar oleh Kemendag, Sumsel menggelar operasi pasar tahap kedua dengan menyalurkan 52 ton minyak goreng di 19 titik yang tersebar di Palembang dan sekitarnya. Tiap lokasi diberikan kuota 1-4 ton, 12-28 Januari 2022.
“Hari ini kick off-nya di Pasar Alang-Alang Lebar,” kata dia.
Baca juga: Harga kebutuhan pokok masih tinggi di Palembang, minyak goreng Rp18.500 per Kg
Kemudian Pemprov Sumsel akan menggelar operasi pasar minyak goreng di Pasar Tangga Buntung (13 Januari), Pasar 10 Ulu (14 Januari), Pasar Kayuagung (17 Januari), Pasar Inderalaya (18 Januari), Pasar Kenten Laut (19 Januari), Pasar Modern Plaju (20 Januari), Pasar Yada (21 Januari), Pasar Sako Semabor (21 Januari).
Kemudian, Pasar Kebon Semai (24 Januari), Pasar Sekip Ujung (24 Januari), Pasar Gelumbang (24 Januari), Pasar 3-4 Ulu (25 Januari), Pasar 16 Ilir (26 Januari), Kantor Disdag Sumsel (26 Januari), Pasar Kertapati (27 Januari), Pasar Maskerebet (28 Januari) dan Kantor Wali Kota Palembang (28 Januari).
Pada operasi pasar jilid kedua ini, pemprov juga menjual kebutuhan pokok penting lainnya dengan harga murah, yakni beras medium Rp9.000 per kilogram dengan kuota 60 ton, gula pasir Rp12.500 per kilogram dengan kuota 1 ton dan beras bervitamin Rp15.000 per kilogram dengan kuota 500 kilogram.
"Kami memilih Kota Palembang dan sekitarnya, karena warga Sumsel memang terkonsentasi sebanyak 40 persen di Kota Palembang," kata dia.
Manajer Operasional PT Indokarya Internusa, Liana, mengatakan pihaknya menyalurkan minyak goreng dengan harga murah ke warga Sumsel ini untuk mengikuti arahan dari Kementerian Perdagangan bagi para distributor.
Sejak November 2021, perusahaannya yang berada di bawah Musim Mas Grup ini menyalurkan minyak goreng dengan harga Rp14.000 per liter di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
“Total yang kami siapkan ada 1 juta ton, dan sebagian sudah tersalurkan di Sumsel dan Sumut,” kata Liana.
Utamakan dalam negeri
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menilai kenaikan harga minyak goreng yang terjadi di Indonesia patut menjadi perhatian semua pihak terkait.
Indonesia yang menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia seharusnya tak patut mengalami hal tersebut.
Sumsel sebagai daerah penghasil 3,3 juta ton minyak CPO atau berkontribusi 8-9 persen dari produksi nasional berharap kenaikan harga minyak goreng ini segera teratasi.
“Ini suatu ironi bagi kami, bagaimana suatu daerah yang menghasilkan CPO, justru minyak goreng di sini mahal. Saya meminta adanya kebijakan dari pemerintah pusat, salah satunya operasi pasar ini,” kata Herman Deru saat memantau operasi pasar tersebut.
Menurutnya, kondisi ini terjadi lantaran tata kelola persawitan di dalam negeri lebih menguntungkan untuk ekspor dibandingkan menjual di dalam negeri sendiri.
Untuk itu, perlu ditekankan kepada pelaku industri sawit untuk lebih mengutamakan kepentingan di dalam negeri.
Sumsel sebagai daerah penghasil sawit sangat mengharapkan dapat menikmati secara langsung berupa harga minyak goreng yang murah atas keberadaan 224 ribu hektare lahan sawit di sini.
Baca juga: Erick Thohir: BUMN siap operasi pasar 3,7 juta liter minyak goreng
Jika semua pihak enggan untuk mengedepankan kepentingan bersama, Herman Deru tak menampik jika nantinya pemerintah pusat mengurangi bahkan menutup keran ekspor minyak sawit (CPO).
Apabila ini terjadi maka bukan hanya eksportir yang terpengaruh tapi juga warga yang masuk dalam rantai perdagangan minyak sawit itu.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel Hari Widodo menilai langkah pemerintah daerah yang menggelar operasi pasar bekerja sama dengan distributor ini merupakan langkah konkrit yang sangat dinantikan masyarakat.
Bukan hanya untuk meringankan beban hidup masyarakat, tapi juga penting untuk pengendalian inflasi. Sejauh ini minyak goreng telah menjadi komoditas penyumbang inflasi Sumsel pada Desember 2021.
Dengan adanya operasi pasar ini, ibu-ibu akan langsung membeli dengan jumlah banyak misal dua liter, sehingga untuk beberapa waktu tidak akan ke pasar. Dan ini bisa menurunkan permintaan sehingga harga menjadi turun.
Bank Indonesia sebagai koordinator Tim Pengendali Inflasi Daerah menilai terdapat dua hal penting dalam mengendalikan inflasi yakni ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga.
Dengan operasi pasar maka harga minyak goreng dari Rp19.000 per liter dapat dibeli masyarakat hanya Rp14.000 per liter.
Sejauh ini laju inflasi di Sumsel masih tergolong terkendali, jika merujuk pada data pada 2021. Sumsel sepanjang year to date 2021 mencetak inflasi sebesar 1,82 persen atau masih di dalam kisaran target 3,0 plus minus 1,0 persen.
Walau bias ke bawah, tapi angka inflasi ini masih tergolong baik dan tetap mengerek positif iklim dunia usaha dan daya beli masyarakat, kata Hari.
Pengamat ekonomi yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflasi energi dan inflasi pangan menjadi bagian dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia pada 2022 agar ekonomi terus tumbuh di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Kemendag berkomitmen amankan stok minyak goreng dan stabilkan harga
Krisis energi yang sedang terjadi di tingkat global, selain sebagai tantangan juga menjadi peluang bagi Indonesia yang memiliki cadangan batu bara yang banyak.
Selain inflasi energi, inflasi komoditas pangan juga menjadi perhatian yang perlu intervensi dari pemerintah untuk menekannya.
“Tingginya harga komoditas seperti cabai, minyak goreng dan telur sejauh ini telah berdampak pada UMKM seperti warung-warung kecil,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan jajarannya untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri.
"Soal minyak goreng, karena harga CPO (crude palm oil) di pasar ekspor sedang tinggi, saya perintahkan kepada Menteri Perdagangan untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri," kata Presiden Jokowi seperti disampaikan dalam video yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (3/1/21).
Presiden Jokowi menyebut jika perlu Mendag Muhammad Lutfi dapat melakukan lagi operasi pasar agar harga tetap terkendali.
"Saya perlu mengingatkan bahwa pemerintah mewajibkan perusahaan swasta, BUMN, beserta anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan maupun pengolahan sumber daya alam lainnya untuk mengutamakan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu sebelum melakukan ekspor," tambah Presiden.
Hal tersebut, menurut Presiden Jokowi, adalah amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Harga minyak sawit mentah (CPO) yang menjadi bahan baku pembuatan minyak goreng saat ini sedang melambung tinggi. Tentunya menjadi tidak mudah untuk menurunkan harga minyak goreng di tengah meroketnya harga CPO itu.
Namun adanya intervensi pemerintah berupa operasi pasar, setidaknya dapat meringankan beban masyarakat untuk sementara waktu sembari menantikan harga kembali normal.
Baca juga: Sumsel siapkan 52 ton minyak goreng dalam operasi pasar jilid II