Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Indonesia sudah melakukan berbagai langkah progresif dalam upaya penghapusan penggunaan merkuri salah satunya dengan adanya Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).
Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati, langkah-langkah progresif yang telah dilakukan Indonesia dalam upaya penghapusan penggunaan merkuri sesuai Perpres No 21/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
"Di antaranya penghapusan lokasi pertambangan emas skala kecil atau PESK yang menggunakan merkuri, pembangunan fasilitas pengolahan non-merkuri," kata Vivien ketika menjawab menjawab pertanyaan ANTARA melalui aplikasi pesan di Jakarta pada Senin.
Selain itu, katanya, pada aspek kebijakan dilakukan terus pendampingan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) terhadap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk mendorong percepatan penghapusan merkuri di Tanah Air.
Menurut Vivien yang menjadi Presiden Pertemuan ke-4 Konferensi Para Pihak (COP-4) Konvensi Minamata tentang Merkuri pada 1-5 November 2021, pemerintah juga terus melakukan pemulihan lahan terkontaminasi serta rehabilitasi lahan kegiatan PESK.
Berdasarkan data KLHK, penggunaan merkuri di sektor manufaktur di industri baterai berhasil dikurangi sebanyak 190,98 kg pada 2019 dan 219,26 kg pada 2020.
Di industri lampu berhasil dikurangi 135,70 kg pada 2019 dan 155,12 kg pada tahun berikut.
Sementara dalam industri kesehatan, pada 2019 telah dilakukan penarikan 118.730 unit alat menggunakan merkuri seperti tambal gigi amalgam, termometer dan tensi meter. Penarikan itu setara pengurangan 7.146 kg merkuri, atau yang dikenal juga sebagai air raksa.
Di tahun berikutnya, telah dilakukan penarikan terhadap 72.292 alat kesehatan atau setara 4.731 kg.
Pada sektor energi telah dikurangi penggunaan merkuri sebanyak 560 kg pada 2019 dan 710 kg pada 2020. Sementara di sektor PESK telah berhasil dikurangi penggunaannya 10.450 kg pada 2019 dan 2020.
Terkait mekanisme pengelolaannya, Vivien mengatakan limbah merkuri perlu melalui solidifikasi dan enkapsulasi demi memastikan memastikan kestabilan kondisi limbah dan mencegah pelepasan ke lingkungan.
Namun, sampai saat ini pengelolaan limbah merkuri dengan metode tersebut belum dapat dilakukan di Indonesia.
"Saat ini pengelolaan limbah tersebut bekerja sama dengan pihak pengolahan limbah di luar negeri, pengolahannya dilakukan di luar negeri, karena di Indonesia belum terdapat fasilitas yang memadai," tegasnya.