PLN pasok listrik di sentra produksi perikanan Sumsel

id pln,listrik,pt pln,bumn pln,pertanian,perikanan,gubernur sumsel,sumsel,herman deru

PLN pasok listrik di sentra produksi perikanan Sumsel

Petani asal Desa Durian, Kelurahan Veteran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur), Provinsi Sumatera Selatan, memperbaiki arah aliran air yang didapat dari pompa listrik, Jumat (19/2/2021). Desa ini menjadi proyek percontohan program Listrik Masuk Sawah. ANTARA FOTO/Feny Selly.

Palembang (ANTARA) - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memasok energi listrik di sejumlah desa sentra produksi pertanian dan perikanan di Sumatera Selatan untuk mengejar target rasio elektrifikasi Sumsel sebesar 100 persen.

Direktur Bisnis Regional Sumatera dan Kalimantan PT. PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto di Palembang, Senin, mengatakan rasio elektrifikasi di Sumsel sudah mencapai 98,3 persen pada 2020 sehingga perlu upaya lebih maksimal untuk menjadi 100 persen.

“Dalam waktu dekat kami akan resmikan pasokan listrik di sejumlah desa di empat kabupaten Sumsel sekaligus,” kata dia.

Empat kabupaten yakni Kabupaten OKI, Muara Enim, OKU Selatan dan Banyuasin.

Di Kabupaten OKI akan dialiri listrik di Desa Madira, Kecamatan Sungai Menang, di OKU Selatan di Desa Sinar Baru, Kecamatan Buay Pemaca, kemudian di dua desa Kabupaten Banyuasin dan tiga desa di Kabupaten Muara Enim.

"Setidaknya pada akhir Juni sudah operasional," kata dia.

Gubernur Sumsel Herman Deru mengapresiasi keseriusan PLN dalam menyediakan pasokan listrik ke masyarakat, terutama ke sentra-sentra produksi pertanian dan perikanan.

“Listrik ini benar-benar dibutuhkan, seperti di Desa Wahyu Mandira Kabupaten OKI yang dibutuhkan untuk kegiatan tambak udang,” kata dia.

Selama ini petambak terpaksa menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang menelan biaya cukup mahal.

Akibatnya, bukan hanya dibebani biaya pakan, petambak juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli BBM untuk PLTD.

“Inilah yang membuat petambak terpaksa panen dalam 70 hari dan tidak berani panen sampai 110 hari, karena biaya terlalu mahal yang harus dikeluarkan,” kata dia.