Saat musibah mengiringi wabah
Di samping potensi bahaya bencana hidrometeorologi, masyarakat diimbau juga mewaspadai potensi bahaya geologi
Jakarta (ANTARA) - Hujan sebentar saja dan tak terlalu deras membuat prahara bagi warga yang tinggal di kawasan yang tak jauh dari Kali Sunter.
Itu terjadi pada Kamis (6/5) malam ketika air menggenangi puluhan rumah di kawasan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Banjir setinggi 30 sentimeter itu akibat luapan saluran Penghubung (PHB) Sulaiman.
Sebanyak 26 rumah terkena dampak, terdiri atas lima rumah di RT 09/RW 02, 15 rumah di RT 11/RW 02 dan enam rumah di RT 01/RW 03 Cipinang Melayu.
Menjelang tengah malam, Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat/Damkar) Kota Jakarta Timur (Jaktim) akhirnya turun tangan melakukan penyedotan.
Dua unit mobil penyedot respon cepat (quick response) dan sembilan personel dikerahkan untuk menyedot banjir yang menggenangi kawasan permukiman tersebut.
Penyedotan saluran genangan yang terletak di Jalan H Sulaiman, Cipinang Melayu, Jaktim, tersebut dimulai pada Kamis pukul 20.30 WIB. Pada Jumat dini hari sekitar pukul 01.00 WIB kegiatan penyedotan dilaporkan selesai.
Unit Damkar kemudian kembali ke posnya. Rumah-rumah warga yang semula terkena dampak banjir sudah normal kembali.
Banjir di kawasan permukiman ini terbilang sering terjadi. Tahun ini sudah beberapa kali, sebelum banjir kali ini kejadian serupa pada 14 April 2021.
Banjir saat ini terjadi di bulan Ramadhan sehingga menambah beban kesibukan warga. Ini karena setelah air surut, pekerjaan cukup berat sudah menanti, yakni bersih-bersih rumah.
Panggung
Bukan hanya di ujung bulan Ramadhan, banjir kali ini terjadi di saat wabah masih menjadi bagian dari persoalan keseharian warga.
Wabah dan musibah terjadi pada rentang waktu yang bersamaan, bahkan telah terjadi beberapa kali.
Untungnya banjir kali ini bisa segera surut setelah dilakukan penyedotan genangan. Namun tetap saja mengganggu aktivitas warga di akhir bulan Ramadhan saat warga siap menjelang Lebaran.
Persoalan banjir di kawasan permukiman yang tak jauh dari aliran kali menjadi perhatian pemerintah provinsi sepanjang tahun. Kalau akibat deras dan saluran tersumbat, banjir terjadi akibat meluapnya kali.
Karena itu, tak ada jalan lain untuk menghindari terjadinya banjir, selain secara rutin melakukan pengecekan dan pembersihan saluran. Dengan demikian, aliran air lancar dan tak terjadi genangan di jalanan, apalagi masuk rumah warga.
Selanjutnya adalah penguatan tanggul agar tidak jebol akibat tergerus aliran deras. Yang tak kalah penting adalah berharap warga membangun konstruksi rumahnya menjadi dua lantai agar bisa dijadikan evakuasi bila banjir datang.
Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membantu warga yang sering terkena dampak banjir dengan merancang rumah panggung merupakan solusi yang tepat. Dengan dibuat panggung, maka saat air datang warga untuk sementara mengevakuasi ke lantai atas.
Sebagai wilayah yang kerap dilanda banjir, sosialisasi mengenai potensi musibah dan dampaknya telah disampaikan kepada warga. Begitu juga dengan prosedur evakuasi dan pengungsian.
Mendominasi
Secara nasional, musibah banjir memang kerap terjadi dan menjadi persoalan serius di negeri ini. Lokasi yang semula diperkirakan bebas banjir ternyata terjadi juga.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa bencana hidrometeorologi, yakni banjir, paling sering terjadi sepanjang Januari-April 2021. Jumlahnya mencapai 501 kali.
Selain banjir, bencana hidrometeorologi lainnya seperti angin puting beliung terjadi 339 kali dan tanah longsor 233 kali. Tiga bencana alam itu dominan terjadi pada periode waktu tersebut.
Bencana lainnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 97 kejadian, gempa bumi (18), gelombang pasang dan abrasi (16) serta kekeringan satu kejadian.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati menyampaikan informasi kejadian bencana alam pada empat bulan pertama 2021. Angkanya cukup mencengangkan.
Ternyata pada periode waktu tersebut, total jumlah kejadian mengalami kenaikan satu persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah korban meninggal juga mengalami kenaikan 1,83 persen.
Pada rentang periode tersebut, bencana alam telah mengakibatkan korban meninggal 479 jiwa, hilang (60), luka-luka (12.900) dan menderita serta mengungsi hingga lima juta jiwa.
Bencana alam yang mengakibatkan korban meninggal tertinggi, yaitu banjir 267 jiwa, gempa bumi (117), tanah longsor (86), angin puting beliung (7) dan karhutla serta gelombang pasang masing-masing satu kejadian.
Sedangkan untuk kerusakan fisik, bencana-bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan sektor perumahan dengan kategori rusak berat 14.936 unit, rusak sedang (23.347) dan rusak ringan (83.629).
Selain kerusakan rumah, bencana alam juga menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum seperti tempat ibadah 1.363 unit, pendidikan (1.350), perkantoran (494), kesehatan (347) dan jembatan (295).
Menyikapi kejadian begitu banyak bencana termasuk banjir, tak berlebihan kiranya masyarakat terus-menerus diimbau untuk selalu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.
Apalagi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga telah merilis potensi hujan sebagai salah satu pemicu banjir dan longsor, masih berpotensi terjadi di beberapa wilayah pada Mei ini.
Ancaman belum berakhir, ini terbukti dengan kejadian tanah longsor di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, menjelang akhir April lalu.
Di samping potensi bahaya bencana hidrometeorologi, masyarakat diimbau juga mewaspadai potensi bahaya geologi, khususnya gempa bumi, yang dapat terjadi kapan dan dimana saja.
Karena itu, masyarakat perlu selalu menyiapkan sejak dini upaya-upaya kesiapsiagaan keluarga, yaitu mengenali risiko dan potensi bahaya di sekitar.
Langkah selanjutnya, yaitu menyiapkan strateginya dengan membuat rencana kesiapsiagaan keluarga ataupun latihan di tingkat keluarga.
Beberapa waktu lalu BNPB mengajak semua pihak untuk melakukan latihan, tepat pada Hari Kesiapsiagaan Bencana pada 26 April.
Di tengah wabah virus corona sebagai bencana non alam, kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap bencana alam mutlak dimiliki semua warga karena hal itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.
Itu terjadi pada Kamis (6/5) malam ketika air menggenangi puluhan rumah di kawasan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Banjir setinggi 30 sentimeter itu akibat luapan saluran Penghubung (PHB) Sulaiman.
Sebanyak 26 rumah terkena dampak, terdiri atas lima rumah di RT 09/RW 02, 15 rumah di RT 11/RW 02 dan enam rumah di RT 01/RW 03 Cipinang Melayu.
Menjelang tengah malam, Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat/Damkar) Kota Jakarta Timur (Jaktim) akhirnya turun tangan melakukan penyedotan.
Dua unit mobil penyedot respon cepat (quick response) dan sembilan personel dikerahkan untuk menyedot banjir yang menggenangi kawasan permukiman tersebut.
Penyedotan saluran genangan yang terletak di Jalan H Sulaiman, Cipinang Melayu, Jaktim, tersebut dimulai pada Kamis pukul 20.30 WIB. Pada Jumat dini hari sekitar pukul 01.00 WIB kegiatan penyedotan dilaporkan selesai.
Unit Damkar kemudian kembali ke posnya. Rumah-rumah warga yang semula terkena dampak banjir sudah normal kembali.
Banjir di kawasan permukiman ini terbilang sering terjadi. Tahun ini sudah beberapa kali, sebelum banjir kali ini kejadian serupa pada 14 April 2021.
Banjir saat ini terjadi di bulan Ramadhan sehingga menambah beban kesibukan warga. Ini karena setelah air surut, pekerjaan cukup berat sudah menanti, yakni bersih-bersih rumah.
Panggung
Bukan hanya di ujung bulan Ramadhan, banjir kali ini terjadi di saat wabah masih menjadi bagian dari persoalan keseharian warga.
Wabah dan musibah terjadi pada rentang waktu yang bersamaan, bahkan telah terjadi beberapa kali.
Untungnya banjir kali ini bisa segera surut setelah dilakukan penyedotan genangan. Namun tetap saja mengganggu aktivitas warga di akhir bulan Ramadhan saat warga siap menjelang Lebaran.
Persoalan banjir di kawasan permukiman yang tak jauh dari aliran kali menjadi perhatian pemerintah provinsi sepanjang tahun. Kalau akibat deras dan saluran tersumbat, banjir terjadi akibat meluapnya kali.
Karena itu, tak ada jalan lain untuk menghindari terjadinya banjir, selain secara rutin melakukan pengecekan dan pembersihan saluran. Dengan demikian, aliran air lancar dan tak terjadi genangan di jalanan, apalagi masuk rumah warga.
Selanjutnya adalah penguatan tanggul agar tidak jebol akibat tergerus aliran deras. Yang tak kalah penting adalah berharap warga membangun konstruksi rumahnya menjadi dua lantai agar bisa dijadikan evakuasi bila banjir datang.
Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membantu warga yang sering terkena dampak banjir dengan merancang rumah panggung merupakan solusi yang tepat. Dengan dibuat panggung, maka saat air datang warga untuk sementara mengevakuasi ke lantai atas.
Sebagai wilayah yang kerap dilanda banjir, sosialisasi mengenai potensi musibah dan dampaknya telah disampaikan kepada warga. Begitu juga dengan prosedur evakuasi dan pengungsian.
Mendominasi
Secara nasional, musibah banjir memang kerap terjadi dan menjadi persoalan serius di negeri ini. Lokasi yang semula diperkirakan bebas banjir ternyata terjadi juga.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa bencana hidrometeorologi, yakni banjir, paling sering terjadi sepanjang Januari-April 2021. Jumlahnya mencapai 501 kali.
Selain banjir, bencana hidrometeorologi lainnya seperti angin puting beliung terjadi 339 kali dan tanah longsor 233 kali. Tiga bencana alam itu dominan terjadi pada periode waktu tersebut.
Bencana lainnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 97 kejadian, gempa bumi (18), gelombang pasang dan abrasi (16) serta kekeringan satu kejadian.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati menyampaikan informasi kejadian bencana alam pada empat bulan pertama 2021. Angkanya cukup mencengangkan.
Ternyata pada periode waktu tersebut, total jumlah kejadian mengalami kenaikan satu persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah korban meninggal juga mengalami kenaikan 1,83 persen.
Pada rentang periode tersebut, bencana alam telah mengakibatkan korban meninggal 479 jiwa, hilang (60), luka-luka (12.900) dan menderita serta mengungsi hingga lima juta jiwa.
Bencana alam yang mengakibatkan korban meninggal tertinggi, yaitu banjir 267 jiwa, gempa bumi (117), tanah longsor (86), angin puting beliung (7) dan karhutla serta gelombang pasang masing-masing satu kejadian.
Sedangkan untuk kerusakan fisik, bencana-bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan sektor perumahan dengan kategori rusak berat 14.936 unit, rusak sedang (23.347) dan rusak ringan (83.629).
Selain kerusakan rumah, bencana alam juga menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum seperti tempat ibadah 1.363 unit, pendidikan (1.350), perkantoran (494), kesehatan (347) dan jembatan (295).
Menyikapi kejadian begitu banyak bencana termasuk banjir, tak berlebihan kiranya masyarakat terus-menerus diimbau untuk selalu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.
Apalagi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga telah merilis potensi hujan sebagai salah satu pemicu banjir dan longsor, masih berpotensi terjadi di beberapa wilayah pada Mei ini.
Ancaman belum berakhir, ini terbukti dengan kejadian tanah longsor di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, menjelang akhir April lalu.
Di samping potensi bahaya bencana hidrometeorologi, masyarakat diimbau juga mewaspadai potensi bahaya geologi, khususnya gempa bumi, yang dapat terjadi kapan dan dimana saja.
Karena itu, masyarakat perlu selalu menyiapkan sejak dini upaya-upaya kesiapsiagaan keluarga, yaitu mengenali risiko dan potensi bahaya di sekitar.
Langkah selanjutnya, yaitu menyiapkan strateginya dengan membuat rencana kesiapsiagaan keluarga ataupun latihan di tingkat keluarga.
Beberapa waktu lalu BNPB mengajak semua pihak untuk melakukan latihan, tepat pada Hari Kesiapsiagaan Bencana pada 26 April.
Di tengah wabah virus corona sebagai bencana non alam, kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap bencana alam mutlak dimiliki semua warga karena hal itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.