Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung

id review restoran,kuliner bandung,review kuliner,keuken van elsje,masakan belanda

Mencicipi sepiring nostalgia  ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung

Kevin Christian, chef restoran Keuken van Elsje tengah menyiapkan hidangan di dapur (ANTARA/HO)

Bandung (ANTARA) - Pesona Bandung sejak dahulu kala sudah menarik banyak perhatian. Iklim yang sejuk dan lokasinya yang strategis menjadikan Bandung sempat dilirik Pemerintahan Kolonial Belanda untuk menjadi Ibu Kota Hindia Belanda, menggantikan Batavia.

Nyatanya sejak abad ke- 19 banyak warga elite Eropa tinggal di beberapa area Kota Bandung, seperti di kawasan Jalan Braga, Jalan Asia Afrika hingga kawasan Sumur Bandung termasuk Jalan Buton.
Restoran Keuken van Elsje di Jalan Buton no 11, Bandung (ANTARA/HO)





Hal itu bisa dilihat dari peninggalan-peninggalan yang kini ada, berupa bangunan bercirikan art deco, gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II.

Salah satu rumah bernuansa kolonial adalah rumah pasangan Harry dan Elsje yang terletak di di Jalan Buton nomor 11, Bandung.

Harry yang seorang guru les dansa membeli rumah dari kolonial Belanda pada abad ke-18.

Kini, Esther, putri mereka menyulap rumah keluarga tersebut menjadi restoran keluarga Keuken Van Elsje. Kevin Christian sang putra menjadi "master mind" di balik hidangan-hidangan nikmat khas Oma Elsje sejak didirikan restoran pada Desember 2016.

Keuken Van Elsje berlokasi di dalam Jalan Buton, tak seperti restoran keluarga lain yang gampang dijumpai, restoran rumahan ini berada agak masuk ke dalam jalanan perumahan.
Memasuki halaman Keuken Van Elsje langsung terasa "homey". Rasanya seperti pulang ke rumah omma dan oppa sendiri.

Teras batu dengan kursi-kursi taman dan ruang tamu berjendela besar terbuka lebar menghamparkan nuansa asri dan sejuknya udara Bandung.

Di dalam ruang tamu, ada mini coffee bar dan meja kasir yang dulunya merupakan box bayi yang pernah digunakan oleh keluarga tersebut.

"Rumah ini sudah ada dari abad ke-18. Furniture-nya masih sama semua. Paling tua adalah lampu kandelar di ruang tamu itu pas rumah dibeli di abad ke-18 langsung beli lampu itu," kata Kevin kepada ANTARA beberapa waktu lalu.

Kevin, sang penerus generasi keempat hanya mengubah bagian dalam rumah yang dulunya pernah dijadikan taman indoor kini dijadikan ruang makan.

"Kalau rumah-rumah orang Belanda jaman dulu kan di dalamnya ada taman, nah ini saya tutup atapnya dijadikan tepat makan indoor."

Pernak-pernik lama milik empunya rumah terpajang manis di sana-sini mulai dari mesin jahit milik Omma Elsje, koleksi-koleksi buku berbahasa Belanda milik keluarga sampai mainan-mainan anak yang disusun dalam lemari kaca menjadi daya tarik tersendiri saat berada di restoran tersebut. Rasanya kita diajak melintasi waktu dan menerka-nerka seperti apa kehidupan kaum Indis jaman dulu di salah satu sudut Bandung Raya.
 

Nostalgia resep dari tahun 1920-an

"Keukeun van Elsje" dalam bahasa Indonesia kurang lebih bermakna dapur-nya Omma Elsje.

Meski tak menempuh pendidikan kuliner secara khusus, Kevin kecil selalu jatuh cinta dengan cita rasa masakan omma-nya.

Dia dengan tekun memperhatikan setiap langkah memasak sang omma dan mami-nya. Kini dia berupaya menghadirkan kembali masakan sang omma agar bisa dinikmati oleh orang banyak lewat restorannya.

"Kevin ini kalau dulu Omma masak selalu dipanggil, 'sini Omma masak, perhatiin', jadi dia interest sejak kecil," kata Esther, anak perempuan Elsje.

Resep-resep Oma Elsje sebelumnya pernah hadir di Restoran Elita miliknya pada tahun 1920-an. Kevin mengaku tidak mengubah sedikitpun resep-resep dari Elsje tersebut.

Salah satu menu favorit di Keuken van Elsje yang menghadirkan rasa otentik dari tahun 1920-an adalah Aligot.
Aligot Omma Elsje merupakan translasi dari masakan fusion Prancis dan Belanda yang bahan utamanya adalah kentang tumbuk dan empat jenis keju yang dicampur menjadi adonan lembut nan legit.

Aligot, yang mulanya adalah sajian musim dingin di keluarga Omma Elsje, disajikan hangat-hangat dengan wangi keju yang menyerbak di udara. Di tahun pertama restoran buka, 8.724 porsi Aligot Keuken van Elsje laris terjual.

"Untuk Mami, rasa adalah yang utama. Jadi dia selalu berupaya menghadirkan bahan-bahan yang premium. Selain itu Mami sangat detil dan teliti. Bahkan cara memotong pun sangat detil," kata Esther.

Menu lain yang paling mewakili identitas Keuken van Elsje adalah Elsje Rissole yang seluruh bagiannya dibuat homemade.

Yang paling otentik adalah saus mayonnaise dari risoles yang melintasi waktu dari resep yang dipertahankan sejak tahun 1920, rasanya gurih, asin, asam dengan sedikit cita rasa manis dan pedas yang pas.
"Saya membuat Elsje Rissole berdasarkan ingatan akan rasa rissole buatan Omma dulu."

Harga seporsi menu Aligot Van Elsje dibanderol seharga Rp50.000 dan Elsje Rissole Rp35.000.

Selain kedua menu tersebut, Keuken Van Elsje juga menyediakan menu lain yang otentik, seperti Rawon Oma Elsje, Fettuccine Met Romige, Bitterbalen, Patatje Oorlog, Kibbelings, Elsje Coffee, Elsje Chocolate dan masih banyak lagi.
Banyak kisah pelanggan Keuken Van Elsje yang datang menyantap makanan hingga menitikkan air mata karena teringat nostalgia yang dihadirkan melalui hidangan Kevin.

"Terutama yang sudah oma opa, ada yang datang sampai menangis karena ingat masakan yang pernah mereka makan di rumah dulu," kata Kevin.

Tak hanya cocok untuk oma-opa, restoran keluarga ini juga nyaman untuk hang out anak muda karena nuansanya yang sangat rumahan dengan ditemani kopi kesukaan Oppa Harry serta beberapa sudut Instagrammable.

Yulia, salah satu pelanggan Keuken van Elsja mengaku beberapa kali datang ke restoran karena cocok dengan cita rasa Keuken van Elsje.

"Makanannya otentik karena menyajikan menu warisan yang memperlihatkan adanya kontak kuliner antara Belanda dan Indonesia. Selain itu, tema-tema heritage khususnya kuliner itu perlu dipertahankan juga ya. Masakan asli daerah-daerah di Indonesia yang jadi ciri khas seperti rawon khas Elsje juga enak. Resepnya juga diajarkan atau diwariskan biar tetap ada memorinya," kata Yulia.