Memandu pesawat di tengah asap

id arinav palembang, airnav indonesia, airnav untuk negeri,bumn untuk negeri,aspa palembang,pesawat delay,bandara sultan ma,berita sumsel, berita palemba

Memandu pesawat  di tengah asap

Kantor AIrnav Cabang Palembang (ANTARA/Aziz Munajar/19)

Asap pekat yang mengganggu penerbangan bukanlah barang baru bagi Airnav dan Bandara SMB II Palembang
Palembang (ANTARA) - Mata Muhammad Arif masih terpaku ke arah landas pacu Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang yang belum terlihat ujungnya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB.

Petugas Tower Air Traffic Control (ATC) berusia 22 tahun itu heran karena kabut asap pekat belum mau meninggalkan landasan sepanjang 3.000 meter tersebut, sementara masih ada pesawat dari Kuala Lumpur yang berputar-putar menunggu izin Airnav untuk pendaratan.

"Biasanya pukul 09.00 WIB asap sudah terangkat seiring naiknya matahari, tapi hari itu kabut asap seperti tidak naik-naik, jadi pesawat dari Kuala Lumpur tadi mengalihkan pendaratan ke Johor Baru," kata Arief saat dibincangi Antara, Senin (1/10).

Selama sembilan bulan bertugas sebagai pengontrol di Tower ATC, tanggal 23 September 2019 menjadi pengalaman pertamanya melihat landas pacu bandara nyaris tertutup penuh oleh asap. Jarak pandang pun hanya tersisa 300 meter, namun Arief enggan memelihara rasa herannya itu. Ia tetap fokus menyimak informasi mengenai jarak pandang yang terus diperbaharui BMKG Stasiun SMB II.

Informasi jarak pandang itu akan diteruskan kepada masing-masing maskapai sebagai bahan membuat keputusan atau pengumuman kepada penumpang. Jarak pandang juga diinformasikan kepada pilot yang masih berputar-putar dengan pesawatnya di wilayah udara Palembang.

Sembari menjaga fokus, pandangan Arief juga berkali-kali tertuju pada sembilan unit lebih pesawat di landasan parkir Bandara SMB II, ia tahu bahwa para penumpang juga merasa gelisah karena belum ada tanda-tanda pesawat akan terbang atau mendarat meski hari sudah semakin siang.

Setidaknya kegelisahan itu dirasakan oleh Sari, salah seorang penumpang yang harus tertahan di ruang tunggu Bandara SMB II Palembang. Selama September 2019, jadwal penerbanganya sudah lima kali tertunda (delay) akibat gangguan kabut asap.

"Seharusnya saya sudah ada di Jakarta sejak pukul 07.30 WIB, tapi sekarang pukul 09.00 WIB belum juga bisa berangkat," kata Sari yang mengaku pergi ke Jakarta untuk urusan kantornya.

Sari dan ratusan penumpang lainnya gelisah sekaligus kesal, bukan hanya kesal dengan tertundanya jadwal penerbangan, lebih-lebih terhadap fenomena asap yang terulang sejak tiga tahun terakhir di Palembang.
 
Arsip - Ratusan penumpang tertahan di Bandara SMB II Palembang akibat penundaan jadwal penerbangan dampak kabut asap, Senin (23/9) (ANTARA/Aziz Munajar/19)



Izin terbang 

Sejak pertengahan Agustus asap memang mulai menyelimuti Kota Palembang pada pagi hingga malam hari, asap tersebut merupakan dampak kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang asapnya terbawa angin masuk ke Palembang.

Intensitas asap mulai mengganggu penerbangan di Bandara SMB II pada awal September, sejak saat itu jarak pandang kerap berada di bawah 800 meter atau ambang batas aman dan membuat 'mata' petugas Airnav seperti sedang diuji.

"Kabut asap sifatnya dinamik sekali, agak susah diprediksi, kadang saat pagi jarak pandang bagus tapi jelang siang malah menutupi landasan," kata Executive General Manager Airnav Cabang Palembang, Ari Subandrio, Senin (1/10)

Menurut dia jika kondisi kabut asap mengganggu jarak pandang, maka Airnav akan membuat Notice To Airman (Notam), yakni laporan yang dikirim ke pilot dan berbagai bandara di Indonesia terkait kondisi di Palembang, pihaknya sendiri sudah mengeluarkan 22 Notam terkait kabut asap selama September 2019.

Informasi pada Notam merupakan hasil kajian tim observasi Airnav yang diolah dari berbagai data terkait kondisi navigasi.

Dengan Notam, pesawat yang akan berangkat ke Palembang bisa mengatur ulang jadwalnya, hal itu lebih baik dibanding nekat memilih terbang tetapi tak bisa mendarat, sehingga terpaksa berputar-putar di udara (holding) atau bahkan dialihkan karena tidak diizinkan petugas Tower ATC mendarat.

"Kami berupaya agar pesawat jangan ada yang terlalu lama di atas, lebih baik tidak usah terbang dulu, tapi jika terlanjur terbang maka diusahakan kembali atau beralih ke bandara terdekat, sebab proses tertahannya mendarat sangat mempengaruhi ketersediaan bahan bakar pesawat dan kondisi psikis penumpang," jelas Ari.

Pesawat bisa saja lepas landas meski jarak pandang terbatas, selama garis dan lampu landasan terlihat, karena kabut asap hanya mengendap serta posisinya tidak terlalu tinggi, artinya setelah beberapa menit pesawat lepas landas maka jarak pandang akan kelihatan normal di atas. Tetapi keputusan terbang atau tidaknya pesawat ada pada maskapai.

"Informasi terkait cuaca, kendala di bandara tujuan dan hal-hal menyangkut navigasi kami sampaikan ke maskapai, para maskapai itulah yang memutuskan untuk terbang atau tidak. Baru ketika pesawat bergerak di landasan, tugas kami untuk memandunya," Ari.

Tetapi bagi proses pendaratan, pilot harus menunggu izin dari Tower ATC, tidak boleh membantah. Sebab resiko pendaratan memang jauh lebih besar dibanding lepas landas, apalagi dalam kondisi jarak pandang di bawah 800 meter.

Seorang Pilot, kata Ari, hanya bertanggung jawab dengan penumpang yang dibawanya, tapi Airnav bertanggung jawab dengan ribuan penumpang yang dibawa para pilot setiap hari, maka keputusan terkait pendaratan atau lepas landas wajib mengutamakan keselamatan.

Bekerja di wilayah langganan asap

Asap pekat yang mengganggu penerbangan bukanlah barang baru bagi Airnav dan Bandara SMB II Palembang, tercatat pada 2014 serta 2015 operasional bandara itu pernah lumpuh akibat asap.

Sehingga fenomena asap yang terulang pada 2019 membuat Airnav kembali 'mengencangkan ikat pinggang' dalam melayani navigasi pesawat, beruntungnya Airnav Palembang sudah memiliki teknologi canggih.

"Airnav Palembang memiliki teknologi Air Trafic Control System (ATCS) yang akurat mengetahui posisi pesawat, kemudian teknologi Very High Frequency (VHF) Omnidirectional Radio untuk mengetahui posisi landasan, ada juga Instrument Landing System (ILS) supaya proses pendaratan lebih presisi," kata Ari.

Teknologi tersebut memaksimalkan operasional bandara saat musim asap dengan bantuan 33 petugas kontrol yang mengawasi dari Tower ATC maupun ATC Radar selama 24 jam penuh, mereka dibagi menjadi tiga sift tugas dengan waktu kerja maksimal 8 jam perhari, serta pola tiga hari kerja dua hari libur.

Para petugas mengawasi 120-130 pergerakan pesawat komersil berjadwal dengan rata-rata 12.000 penumpang di Bandara SMB II setiap hari. Ketika musim karhutla, kepadatan jadwal penerbangan pagi hari kerap diganggu kabut asap, alhasil banyak penerbangan terpaksa ditunda.

Pada saat Karhutla di Sumsel juga, tugas pengawasan navigasi Airnav justru bertambah, sebab akan ada lima hingga tujuh helikopter pembom air yang berangkat dan mendarat dari Bandara SMB II setiap hari selama tiga bulan lamanya.

"Helikopter itu juga akan dipandu oleh pengontrol Tower ATC, namun saat operasi pemadaman di luar wilayah bandara pergerakanya diatur antar sesama pilot melalui radio karena pergerakan helikopter cenderung berubah-ubah, dengan catatan ketinggian maksimal terbangnya di bawah 300 meter," kata Manajer Operasional Airnav Palembang, Sunarko.

Sementara wilayah udara yang menjadi kewenangan radar Airnav Palembang terbagi dua, yakni batas lateral (horizontal) seluas 260 mil (468 kilometer) dan batas ketinggian (vertikal) mencapai 24.500 kaki.

Menjaga navigasi 

Sunarko yang telah 25 tahun bertugas di Airnav Palembang, menyebut fenomena asap memang menjadi tantangan hampir setiap tahun. Lantaran bencana Karhutla juga selalu muncul setiap musim kemarau datang.

Di satu sisi Sumsel dengan Kota Palembang sebagai ibu kotanya saat ini semakin mendunia karena berkembang pesat diberbagai bidang, khususnya bisnis, pariwisata dan olahraga.

Tercatat selama 2018 sebanyak 5,4 juta penumpang melewati Bandara SMB II Palembang dari dan menuju 17 rute domestik serta dua rute mancanegara, di antara para penumpang ialah peserta-peserta yang mengikuti puluhan event olahraga di kota pempek tersebut.

Berbagai event olahraga internasional memang telah sukses terselenggara di Palembang, sebut saja beberapa yang paling besar yakni Sea Games 2011, Islamic Solidarity Games (ISG) 2013, Asian Games 2018, dan MXGP 2019.

Tak ayal peranan Airnav dalam mengatur pesawat yang membawa tamu-tamu mancanegara sama artinya bertanggung jawab menjaga wajah Indonesia. Apalagi jika kegiatan-kegiatan internasional berbarengan dengan musim asap, dapat dipastikan Airnav tak akan berkedip mengatur navigasi demi keselamatan penumpang.