Palembang (ANTARA Sumsel) - Makanan khas Sumatera Selatan "bekasam ikan" berpeluang mendunia asalkan menggunakan metode fermentasi berstandar internasional dan memenuhi standar pangan untuk ekspor.
Ketua Pelaksana Seminar Internasional Mikrobiologi DR Mulawarman di Palembang, Rabu, mengatakan, membawa makanan lokal ke pasar dunia sejatinya buhan hal yang mustahil karena dalam seminar internasional ini diungkapkan bagaimana minuman khas Jepang "Yakult" bisa mendunia bahkan mendapatkan pangsa pasar di Indonesia.
"Kenapa tidak mungkin, asalkan menggunakan makanan tersebut sudah memenuhi standar internasional bidang kesehatan dan lainnya. Kita dapat mencontoh Jepang, yang justru memunculkan produk lokal mereka," kata Mulawarman di sela-sela seminar internasional mikrobiologi di Palembang, 14-15 November 2017.
Bekasam ikan adalah salah satu produk ikan awetan yang diolah secara tradisional dengan metode penggaraman yang dilanjutkan dengan proses fermentasi.
Ikan segar dibersihkan sisik dan isi perutnya, kemudian direndam terlebih dulu dalam larutan garam 15 persen selama dua hari (48 jam), tanpa boleh kena udara terbuka.
Dalam seminar internasional yang diselenggarakan Universitas Sriwijaya selama dua hari, 14-15 November itu, beberapa profesor mempresentase teknologi fermentasi terbaru yang dapat diadopsi dalam pembuatan makanan. Metode ini tentunya sangat alami dan tidak menggunakan bahan kimia.
"Sebenarnya hampir sama dengan apa yang dilakukan nenek moyang kita ketika membuat bekasam, menggunakan metode yang sangat alamiah. Tinggal lagi standar kebersihan, dan bahan-bahan apa yang dapat digunakan untuk kemasannya sehingga ketika dipasarkan dapat lebih tahan lama," kata dia.
Dalam seminar internasional yang dihadiri Prof Ellen E Stobberingh dari Universitas Maastricht Belanda dan Prof Philip Wiedemann dari Universitas Mannheim Jerman ini kalangan akademisi mikrobiologi berharap dalam berkiprah di berbagai bidang terutama industri makanan, minuman, dan pangan.
Saat ini, hasil dari riset dan penemuan mereka yang berkiprah di Tanah Air masih "masuk dalam laci" karena kurangnya keterkaitan dengan kalangan industri.
"Sebenarnya sudah ada teknologi menghilangkan bau pada latex (karet), demikian juga pengganti pupuk kimia. Tapi tetap saja, hasil penemuan kami kurang dimanfaatkan," kata Ketua Pusat Studi Satwa Liar ini.
Seminar yang mengangkat tema "Optimising Microbe Utilization for Human Welfare" atau Mengoptimalkan Pemanfaatan Mikroba untuk Kesejahteraan Manusia ini mempresentasekan sebanyak 155 hasil penelitian di bidang mikrobiologi.
Universitas Sriwijaya untuk kali pertama menggelar seminar internasional bidang mikrobiologi dengan mendatangkan dua profesor dari Belanda dan Jerman di Palembang, 14-15 November 2017.