Wali Kota Palembang merasa terzolimi

id romi herton, wali kota palembang

Wali Kota Palembang merasa terzolimi

Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton (Foto Antarasumsel.com/Nila Fuadi/15/I016)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton mengaku merasa terzolimi, sedangkan istrinya Masyito pun mengaku sakit hati karena menjadi terdakwa dalam dugaan tindak pidana korupsi pemberian uang Rp14,145 miliar dan 316.700 dolar AS (sekitar total Rp17,9 miliar) kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan memberikan keterangan tidak benar.

"Setelah putusan MK, istri saya menceritakan mengenai bencana yang jauh lebih besar. Ia mengatakan bahwa telah memberikan uang kepada Muhtar Ependy Rp7 miliar yang berasal dari sisa uang pembayaran SPBU. Saya kaget karena istri saya tidak memberitahukan kepada saya," kata Romi di gedung pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Romi pada hari Senin menyampaikan pembelaan atau pledoi berjudul "Saya Pemenang Pilkada yang Terzolimi" sedangkan istrinya Masyito membacakan pledoi berjudul "Karena Muhtar, Karena Muhtar Ependy, Aku Berpisah dengan Suami dan Anak-anakku Tercinta".

Muhtar Ependy adalah orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang menjadi perantara pengurusan perkara di MK.

"Saya tanya kenapa kamu melakukan hal itu? Ternyata dia merasa tertekan, merasa ditakut-takuti oleh Muhtar dan istrinya, Lia Tirtasari karena Muhtar mengatakan walau bukti cukup belum tentu menang karena lawan juga menggunakannya. Istri saya menjadi takut, terpojok oleh Muhtar dan tim konsultan hukumnya," ungkap Romi.

Menurut Romi, Masyito khawatir bahwa Romi akan kembali dicurangi saat mengurus perkara di MK seperti keyakinan Masyito bahwa Romi juga dicurangi oleh pihak tertentu saat penghitungan suara hasil Pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum sehingga kalah delapan suara dengan pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania.

"Masyito adalah istriku, khilafnya adalah khilafku. Apa pun yang terjadi dia akan tetap kupeluk di sisiku," ungkap Romi.

Selanjutnya pada bulan ketujuh pemerintahan di Palembang, Akil pun tertangkap KPK dan berhembus kencang isu bahwa kemenangan Romi di MK pun karena Akil menjadi ketua majelis hakim yang memimpin sidang sengketa Pilkada Kota Palembang.

"Banyak mass media yang menekan dan akhirnya mengantarkan saya dan istri sebagai saksi di KPK dan saya ditelepon orang yang mengaku adik Muhtar yang meminta agar kami tidak mengenal Muhtar," ungkap Romi.

Ia bahkan mempertanyakan dakwaan yang menjeratnya yaitu mengenai pemberian suap karena jaksa KPK tidak pernah membuktikan bahwa Muhtar memberikan uang dari Romi kepada Akil.

"Namun kami mengakui khilaf ini, kami akui sudah kehilangan banyak hal, uang mengalir tidak jelas, kebebasan terampas, masa depan anak-anak kami tidak jelas. Maafkan papa nak, maafkan mama nak. Maafkan aku, istriku Masito tersayang. Mungkin bukan hanya kata maaf tapi kepasrahan penegakan hukum, saya harus mengaku tetap salah, saya mohon dibebaskan dari kesalahan ini atau setidak-tidaknya dihukum seringan-ringannya, kiranya hukuman sesuai dengan kesalahan saya," tambah Romi terbata.

Sedangkan dalam pledoinya, Masyito mempertanyakan mengapa hanya ia dan suaminya yang merupakan Wali Kota Palembang yang diadili padahal masih banyak kepala daerah lain yang terlibat dalam kasus Akil Mochtar yang masih bebas.

"Mengapa kepala daerah lain belum jadi tersangka? Padahal masih banyak kepala daerah yang terkena. Hal ini menyangkut perasaan hati saya karena dalam penahanan ini membawa dampak psikologis yang berat dan buruk dalam diri saya, saya bahkan harus berkonsultasi dan terapi dengan psikolog untuk menenangkan jiwa saya," ungkap Masyito.

   
Diperalat
Masyito mengaku hanya diperalat oleh Muhtar Ependy.

"Saya dengan terpaksa dan berat hati memenuhi permintaan Muhtar semampu saya meski saya tidak tahu penggunakan uang itu untuk apa dan akan dibawa ke mana. Istri Muhtar mengatakan agar mempercayai mereka sepenuhnya karena mereka tidak akan membohongi saya. Inilah kekecewaan saya karena seharusnya sebagai istri saya mematuhi apa yang disampaikan oleh suami saya. Padahal suami saya tidak menggubris ketika saya mengatakan permintaan Muhtar itu," kata Masyito.

Ia mengaku bersalah karena memenuhi dan mendengarkan permintaan Muhtar Ependy, mulai dari pemeriksaan saksi di KPK hingga sidang perkara Akil Mochtar untuk berbohong sesuai keinginan Muhtar.

"Meski sudah memenuhi permintaan Muhtar. Saya terpisah dari belahan jiwa saya. Anak-anak saya dihujat memiliki ibu koruptor. Padahal saya bukan koruptor, justru saya banyak mengeluarkan uang untuk Muhtar Ependy, kekecewaan saya dibalik itu semua Muhtar tega menjadikan saya korban sehingga saya terjerumus dalam kehinaan ini," tambah Masyito.

Ia pun meminta maaf sekaligus berterima kasih kepada suami, anak-anak dan keluarganya.

"Gery, Echa, Lola dan Keto memberikan semangat kepada saya bahwa kehidupan terus berlanjut dan dunia belum kiamat. Suami saya yang terus mencurahkan perhatian dan kasih kepada saya meski terpisah selama di tahanan. Kamu adalah laki-laki hebat dan sempurna di mata saya dan saya akan terus mencintaimu seumur hidup saya," kata Masyito yang mengaku juga mengalami kebocoran usus buntu.

Dalam perkara ini, Romi Herton dituntut sembilan tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider lima bulan kurungan, sedangkan istrinya Masyito dituntut enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider dan empat bulan kurungan.

Romi juga dituntut pidana tambahan yaitu pencabutan hak memilih dan dipilih.

Tuntutan itu berasal dari dakwaan kesatu pertama yaitu pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 13 tahun 1999 jo pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan dakwaan kedua bagi Romi dan Masyito berdasarkan pasal 22 jo pasal 35 UU No 31 tahun 1999 jo No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai perbuatan memberikan keterangan tidak benar dalam penyidikan kasus Akil Mochtar.