Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Arsul Sani meminta Kementerian Hukum dan HAM untuk membuat kajian terkait revisi Undang-Undang Narkotika yang dapat mengurangi kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.
"Kelebihan kapasitas lapas ditimbulkan oleh warga binaan atau terpidana kasus narkoba. Saya mohon penjelasan dengan analisis kuantitatif, kalau ini dirubah, maka akan merubah wajah lapas itu sejauh apa," katanya dalam Rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, jika nantinya hasil revisi UU Narkotika itu dapat mengurangi jumlah tahanan kasus narkotika, maka dapat menghemat anggaran negara untuk pembiayaan lapas.
Dia juga berharap penegak hukum dalam melaksanakan secara konsisten terkait pelaksanaan pasal 127 dalam UU Narkotika tentang rehabilitasi.
"Problem kita selama ini karena terkait penegakan hukum sangat mempengaruhi, karena penegak hukum tidak melaksanakan secara murni pasal 127 UU Narkotika," jelasnya.
Menurut dia, para penegak hukum lebih memilih menggunakan pasal 111, 112 dan seterusnya, karena adanya unsur memiliki dan menguasai Narkotika,
"Dengan menggunakan unsur itu, maka penyalahguna dapat dijerat dengan proses pidana bisa," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Anggota DPR RI I Wayan Sudirta dimana berdasarkan penelitian, diperkirakan Rp3 triliun anggaran negara untuk pembiayaan tahanan di lapas. Sementara Rp1,8 triliun di antaranya untuk tahanan narkoba.
"Ada wacana jangan memberatkan pemerintah, apakah Rp1,8 triliun itu tidak memberatkan pemerintah. Bagi saya memberatkan," katanya menegaskan.
Dia berharap jika anggaran sebesar itu dapat dipergunakan untuk rehabilitasi para penyalahguna narkotika, karena pastinya sangat menolong.
Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR menggelar RDPU bersama Kementerian Hukum dan HAM terkait revisi Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O.S Hiariej menyebutkan enam poin penting usulan pemerintah dalam materi perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Narkotika.
Menurut dia, materi perubahan dan RUU usulan pemerintah sebanyak enam poin yakni terkait zat psikoaktif baru, rehabilitasi, tim asesmen terpadu, kewenangan penyidik, syarat dan tata cara pengujian dan pengambilan sampel serta penetapan status barang sitaan dan penyempurnaan ketentuan pidana.
"Kelebihan kapasitas lapas ditimbulkan oleh warga binaan atau terpidana kasus narkoba. Saya mohon penjelasan dengan analisis kuantitatif, kalau ini dirubah, maka akan merubah wajah lapas itu sejauh apa," katanya dalam Rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, jika nantinya hasil revisi UU Narkotika itu dapat mengurangi jumlah tahanan kasus narkotika, maka dapat menghemat anggaran negara untuk pembiayaan lapas.
Dia juga berharap penegak hukum dalam melaksanakan secara konsisten terkait pelaksanaan pasal 127 dalam UU Narkotika tentang rehabilitasi.
"Problem kita selama ini karena terkait penegakan hukum sangat mempengaruhi, karena penegak hukum tidak melaksanakan secara murni pasal 127 UU Narkotika," jelasnya.
Menurut dia, para penegak hukum lebih memilih menggunakan pasal 111, 112 dan seterusnya, karena adanya unsur memiliki dan menguasai Narkotika,
"Dengan menggunakan unsur itu, maka penyalahguna dapat dijerat dengan proses pidana bisa," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Anggota DPR RI I Wayan Sudirta dimana berdasarkan penelitian, diperkirakan Rp3 triliun anggaran negara untuk pembiayaan tahanan di lapas. Sementara Rp1,8 triliun di antaranya untuk tahanan narkoba.
"Ada wacana jangan memberatkan pemerintah, apakah Rp1,8 triliun itu tidak memberatkan pemerintah. Bagi saya memberatkan," katanya menegaskan.
Dia berharap jika anggaran sebesar itu dapat dipergunakan untuk rehabilitasi para penyalahguna narkotika, karena pastinya sangat menolong.
Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR menggelar RDPU bersama Kementerian Hukum dan HAM terkait revisi Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O.S Hiariej menyebutkan enam poin penting usulan pemerintah dalam materi perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Narkotika.
Menurut dia, materi perubahan dan RUU usulan pemerintah sebanyak enam poin yakni terkait zat psikoaktif baru, rehabilitasi, tim asesmen terpadu, kewenangan penyidik, syarat dan tata cara pengujian dan pengambilan sampel serta penetapan status barang sitaan dan penyempurnaan ketentuan pidana.