Jakarta (ANTARA) - Direktur Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (Lasina) Tohadi memandang penting pembenahan peradilan secara menyeluruh dan berkesinambungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan mafia peradilan.

Menurut Tohadi, tertangkap dan diadilinya bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi tidak serta-merta menghilangkan praktik yang diduga sebagai permainan hukum.

"Setelah Nurhadi tertangkap, itu 'kan faktanya banyak permohonan PK (peninjauan kembali, red.) dikabulkan dan banyak diskon hukuman di MA," kata Tohadi di Jakarta, Selasa.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang itu mengatakan bahwa memahami mafia peradilan tidak hanya dari sisi peradilan, hakim, panitera, dan juru sita, tetapi juga terkait dengan advokat serta jaksa untuk kasus pidana.

"Katakan lembaga peradilan misal bersih. Akan tetapi, kalau advokat atau jaksa terlibat penyuapan atau korupsi, akan berpengaruh pada lembaga peradilan, demikian pula sebaliknya. Jadi, pembenahan harus menyeluruh dan berkesinambungan," kata Tohadi menegaskan.

Selain itu, lanjut Tohadi, penggunaan layanan e-court harus maksimal sehingga meminimalkan interaksi fisik antara advokat, jaksa, hakim, panitera, dan juru sita.

"Dengan penggunaan layanan e-court, peluang transaksi perkara lebih minimal," kata Tohadi.

Terkait dengan publikasi putusan, menurut dia, harus cepat dan mudah diakses publik. Pengadilan di bawah MA harus segera meniru model publikasi putusan di MK.

Dengan demikian, kata Tohadi, masyarakat bisa membaca dan menelaah putusan mulai tingkat pengadilan negeri (PN), pengadilan tinggi (PT), dan MA. Misalnya, diketemukan putusan ganjil, bisa segera diketahui publik.

"Memang publik tidak boleh memengaruhi hakim dalam mengadili perkara. Akan tetapi, setidaknya publik bisa melihat rekam jejak para hakim yang mengadili. Apakah putusan ganjil, misalnya, juga dipengaruhi oleh perilaku hakim yang diduga korup," kata Tohadi.

Menurut Tohadi, yang tidak kalah penting adalah membuka ruang eksaminasi putusan.

"Putusan hakim selalu dianggap benar, asas hukumnya demikian. Akan tetapi, publik bisa mempersembahkan secara akademik dengan para ahli hukum melalui uji publik atau eksaminasi tersebut," kata Tohadi.

Pewarta : Sigit Pinardi
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024