Palembang (ANTARA) - Di tepian Sungai Musi berdiri kokoh Kilang Pertamina Plaju, salah satu kilang tertua di Indonesia. Keberadaannya di bantaran Sungai Musi ini telah menandai eratnya hubungan antara industri energi nasional dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Sumatera bagian Selatan.
Sungai Musi dikenal sejak berabad-abad lalu sebagai urat nadi kehidupan dan perdagangan Kota Palembang. Dari sungai inilah denyut ekonomi dan peradaban masyarakat tumbuh. Letak strategis Kilang Pertamina Plaju di tepi sungai ini, sejak awal berdirinya telah mendukung kelancaran logistik dan distribusi di kota tersebut. Lebih dari sekadar fasilitas industri, kilang ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di sekitarnya yang menggambarkan harmoni antara teknologi, sejarah, dan kearifan lokal.
General Manager RU III Plaju Khabibullah Khanafie mengatakan keunikan lokasi kilang di tepi Sungai Musi ini menjadikan RU III Plaju bukan hanya aset industri energi, tetapi juga bagian dari identitas warga Palembang.
"Di sinilah kita melihat bagaimana sejarah, budaya, dan energi berpadu dalam satu kawasan yang terus memberi kontribusi besar bagi bangsa," kata dia.
Berdiri di lokasi yang sarat sejarah, Kilang Pertamina Plaju menyimpan perjalanan panjang energi Indonesia. Sejak 1904, perusahaan Belanda, Shell, membangun kilang pertama di Plaju, disusul Stanvac dari Amerika Serikat yang mendirikan kilang di Sungai Gerong pada 1926. Kedua kilang ini memanfaatkan potensi alam Sumatera Selatan, mengolah minyak mentah dari Prabumulih, Pendopo, dan sekitarnya, yang diangkut melalui aliran Sungai Musi.

Perjalanan kilang ini tidak selalu mudah. Pada masa Perang Dunia II, fasilitas sempat menjadi rebutan kekuatan dunia dimanfaatkan sekutu untuk suplai bahan bakar alat perang, hingga akhirnya diserang oleh pasukan Jepang pada 1942. Setelah Indonesia merdeka, kilang yang semula dikuasai asing dinasionalisasi menjadi bagian dari Pertamina Plaju pada 1965, disusul Kilang Sungai Gerong pada 1970. Sejak itu, keduanya bersatu di bawah Refinery Unit (RU) III Plaju, menjadi bagian penting dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Kini, lebih dari seabad kemudian, Kilang Pertamina Plaju beroperasi dengan kapasitas produksi lebih dari 120 MBSD (thousand barrels per stream day). Dari tepian Musi, kilang ini menghasilkan beragam produk energi dan petrokimia yang memasok hingga 60 persen kebutuhan energi di wilayah Sumatera Bagian Selatan. Dengan kontribusi sebesar itu, Plaju tidak hanya menjadi titik penting dalam peta energi nasional, tetapi juga bagian dari aktivitas ekonomi dan keseharian masyarakat Sumatera bagian selatan.
Selain nilai sejarah dan lokasi yang unik, Kilang Pertamina Plaju juga memiliki karakter operasional yang khas. Hingga kini, kilang ini masih mengandalkan pembangkit gas turbine sebagai sumber energi utama teknologi yang telah dioptimalkan agar tetap efisien dan andal dalam menjaga kontinuitas produksi.
Lokasinya yang berada di dataran rendah dan berdekatan dengan jalur transportasi sungai juga memberikan keuntungan tersendiri. Akses pengiriman produk melalui kapal General Purpose (GP) mendukung efisiensi distribusi dan memperkuat rantai pasok energi di wilayah Sumatera. Sinergi antara lokasi, infrastruktur, dan sejarah panjang inilah yang membuat Kilang Pertamina Plaju terus relevan hingga kini.
“Sebagai satu-satunya kilang di Indonesia yang beroperasi di tepi sungai besar, RU III Plaju menjadi contoh bagaimana warisan sejarah dapat berjalan beriringan dengan kemajuan industri. Kami berupaya menjaga keandalan operasi, sekaligus terus memberi manfaat bagi masyarakat sekitar,” tambah Khanafie.
Lebih dari seratus tahun setelah pertama kali berdiri, Kilang Pertamina Plaju tetap menjadi bagian penting dari perjalanan energi Indonesia. Dengan akar sejarah yang kuat dan semangat berinovasi yang berkelanjutan, kilang ini terus menjalankan perannya sebagai penopang pasokan energi Sumbagsel dan nasional.(***)
